Minggu lalu, aku sedang berada di kota Surabaya. Aku datang untuk
mengantarkan konsultan ke kantor cabang perusahaan kami di kota itu.
Seperti yang telah aku ceritakan sebelumnya, perusahaanku sedang
melakukan implementasi software baru. Disamping memperkenalkan sistim
dan prosedur kerja yang baru, si konsultan juga mengadakan training
kepada karyawan kantor cabang tersebut.
Surabaya masih tetap seperti dulu. Panasnya bukan main. Ditambah dengan lalu lintasnya yang semrawut menambah gerah suasana. Meskipun begitu, suasana kota tampak masih lebih ramah dibandingkan Jakarta.
Pagi itu, si konsultan mengadakan training untuk para karyawan. Setelah memberikan kata sambutan, dan sekadar berbasa-basi dengan pimpinan cabang di sana, akupun kembali ke hotel. Tidak betah lama-lama aku di kantor itu, karena bosan juga mendengarkan training dari si konsultan. Pak Joko, pimpinan cabang, mengantarku untuk kembali ke hotelku di kawasan Embong Malang.
"Perlu saya antar ke mana lagi Pak Robert?" tanyanya.
"Nggak Pak Joko.. Saya nggak mau keluar kok. Sedang nggak enak badan nih" jawabku.
Memang aku merasa agak sakit hari itu, mungkin terserang flu.
"Perlu saya antar ke dokter Pak?"
"Nggak usah. Saya sudah minum obat kok".
"Baik bener sih.. Kepengin naik gaji ya?" pikirku lebih lanjut dalam hati.
Sesampainya di kamar hotel, akupun minum obat flu yang memang sudah aku siapkan. Rasa kantuk segera menyergap, dan akupun segera terlelap.
Ketika bangun, aku merasa perutku sudah keroncongan, dan kulihat memang sekarang telah jam 2.00 siang. Kuraih menu room service yang berada di meja, tapi kubatalkan niatku untuk memesan. Aku ingin jalan-jalan sambil makan saja ke pusat perbelanjaan yang terletak di samping hotelku ini. Mungkin setelah cuci mata, badanku malah terasa agak baikan.
Saat makan di food court, banyak juga anak ABG yang nongkrong di sana. Nggak kalah juga dengan Jakarta, pikirku. Ada dua anak ABG manis yang sedang makan di meja sebelahku. Mereka tampak tersenyum-senyum menggoda. Nafsukupun mulai timbul, dan akupun berniat untuk mendekati mereka.
Tiba-tiba terdengar suara wanita di sebelahku.
"Hey, Oom Robert. Kok ada di sini? Kapan datang?"
Kulihat ke arah suara itu, dan tampak seorang wanita cantik, berkulit putih tersenyum padaku.
"Ehh.. Lolita, kemarin datangnya. Sendirian aja?"
Ternyata dia adalah Lolita, keponakanku. Dia anak sepupu jauhku. Umurnya 26 tahun dan baru saja dia menikah setahun yang lalu. Dia dan suaminya berprofesi sebagai dokter gigi, dan mereka bertemu saat sama-sama kuliah dulu.
"Iya Oom. Suamiku sedang ke dokter"
"Udah lama ya nggak ketemu, semenjak pesta pernikahanku dulu" lanjutnya.
Kamipun kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang. Kulirik meja sebelah, dan kedua ABG tadi tampak kecewa terhadap kedatangan keponakanku. Tak lama merekapun pergi, mungkin mencari mangsa Oom-Oom yang lain, he.. He..
"Oom nginep dimana?" tanya Lolita sambil menyantap sotonya.
"Di sebelah" jawabku.
"Oh.. Lita belum pernah nginep di sana. Bagus nggak Oom kamarnya?"
"Yach lumayan. Kamu pengin lihat? Kalau begitu kita terusin ngobrolnya di hotelku yuk" ajakku.
Setelah selesai menyantap hidangan, kamipun berjalan menuju hotelku.
Terus terang aku tertarik dengan Lolita. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih bersih, juga dari pembawaannya yang anggun. Hanya saja satu kekurangannya, yaitu buah dadanya yang kecil. Meskipun begitu, aku tidak berani melakukan yang macam-macam dengannya, karena tampak dia adalah wanita yang baik-baik. Berpakaianpun selalu sopan, meskipun hal itu tidak mengurangi pandangan laki-laki di plaza tersebut saat kami berjalan melintas. Tampak mereka mengagumi wajah Lolita yang memang cantik dan anggun itu.
"Mau minum apa Lit?" tanyaku sambil membuka minibar sesampainya di kamarku.
"Coca Cola aja deh Oom" jawabnya. Kuambil sekaleng coke dan kuberikan padanya.
"Kamu gimana.. Sudah hamil belum?" tanyaku.
"Belum Oom.. Suamiku masih ada masalah" jawabnya lirih.
"Lho memang kenapa?" selidikku lebih lanjut.
"Malu ah Oom"
"Jangan malu-malu Lit. Kita khan masih saudara. Terlebih saya pasti akan merahasiakan hal ini kok"
Lolitapun kemudian curhat menceritakan keadaan rumah tangganya. Ternyata suaminya menderita diabetes, dan itu berkomplikasi yang membuatnya menjadi impoten. Saat bercerita tampak bola mata Lolita mulai berkaca-kaca.
"Terus kamunya sendiri bagaimana Lit?" tanyaku penuh perhatian.
"Yah aku mencoba untuk menyembuhkan suamiku" jawabnya lagi lirih.
"Teruskan Lit, ceritamu. Jangan sungkan-singkan. Mungkin Oom bisa kasih saran" kataku.
Dia kemudian bercerita suaminya telah berobat dari modern medicine sampai yang alternatif, tetapi masih juga kemaluannya tak bisa gagah perkasa seperti lelaki normal. Memang ada kemajuan, sudah bisa sedikit ereksi, tetapi tidak bisa terlalu keras. Lolita kemudian bercerita juga bahwa dia sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini, dan sempat berpikir akan menceraikan suaminya. Tapi itu tidak dapat dilakukannya karena cintanya yang sangat besar pada Andi suaminya itu.
"Oom sendiri kok belum menikah sih?"
"Belum dapet yang cocok Lit" jawabku.
"Wah.. Padahal pasti banyak wanita yang pengin jadi istrinya Oom. Soalnya Oom kelihatannya laki-laki banget" kata Lolita sambil tersenyum menggoda.
Nafsuku terus terang mulai naik, melihat Lolita seperti memberikan lampu hijau untukku. Kuraih tangannya yang halus dan mulai kuremas-remas.
"Maksudnya apa Lit?"
"Iya.. Maksud Lita.. Istri Oom nanti pasti puas.." jawabnya lirih sambil wajahnya tampak merona merah.
Tanganku mulai merambat naik dan merengkuh pundaknya. Kuelus-elus pundaknya. Kudengar dengusan napas Lolita memberat. Tak kusia-siakan lagi waktuku. Kuremas rambutnya perlahan sambil kutarik wajahnya. Bibirkupun segera beradu dengan bibir tipisnya yang merekah.
"Hmm.. Hmm." erangan Lolita ketika dengan bernafsu kulumat bibirnya. Tangan halus Lolita telah mulai merabai kemaluanku. Seperti tak sabar dia ingin menikmati kejantanan seorang lelaki tulen.
Tiba-tiba suara HPnya berbunyi.
"Halo.. Oh ya Mas.. Gimana hasilnya?"
Ternyata suaminya yang menelpon.
"Ok Mas.. Aku masih ada urusan. Ketemu di rumah aja ya"
Setelah itu Lolita menutupnya telepon genggamnya. Diraihnya lagi wajahku dan diciuminya bibirku dengan bernafsu. Tangannya kembali mengelus-elus kemaluanku.
"Puaskan Lita Oom.." desahnya.
Tiba-tiba aku sadar, bahwa wanita ini adalah keponakanku sendiri. Terlebih akupun kenal baik dengan Andi, suaminya. Juga dengan ibunya yang sepupuku itu.
"Jangan Lit.. Ini nggak boleh. Nggak enak sama suamimu," kataku sambil beranjak menjauh darinya.
Tampak Lolita kecewa, tapi dia hanya terdiam saja. Akupun kemudian mengajaknya berbincang-bincang lagi untuk mengalihkan perhatiannya. Lolita tampak semakin canggung dan malu, karena tak bisa mengontrol nafsu birahi yang bergolak dalam tubuh mudanya. Tak lama iapun pamit.
*****
Esoknya aku menyempatkan diri untuk melihat training yang masih berlangsung di kantor cabangku. Si konsultan sedang menjelaskan cara-cara input data-data penjualan serta cara membuat report dengan menggunakan wizzard. Bosan mendengarnya, aku menuju ruangan Pak Joko, si kepala cabang.
"Pak Joko sedang ke bank Pak. Silahkan tunggu saja di dalam" sekretarisnya menyapaku.
Akupun masuk dan menunggu di dalam sambil duduk membaca koran. Tak lama si sekretaris kembali masuk.
"Mau minum apa Pak Robert?" tanyanya manis.
"Kopi deh."
Si sekretaris, yang bahkan sampai saat ini tak kuketahui namanya itu, segera berlalu. Dia berwajah manis khas orang Jawa. Yang menarik perhatianku adalah buah dadanya yang membusung dan pantatnya yang besar.
"Silakan Pak.. Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert?" tanyanya penuh hormat.
"Iya.. Kamu temanin saya ngobrol di sini sambil nunggu Pak Joko ya" kataku.
Diapun tersenyum sambil duduk di kursi.
"Dekat sini.. Masak jauh banget" kataku. Sekretaris Pak Joko inipun kemudian duduk di sebelahku.
"Sudah lama kamu kerja di sini?"
"Baru satu tahun Pak."
"Suami kerja di mana?"
"Di bagian accounting, Pak"
"Oh.. Suamimu kerja di perusahaan ini juga?" tanyaku memperjelas.
"Iya Pak.. Sekarang khan sedang ditraining" jawabnya.
Suasana di kantor itu sedang sepi, karena memang sebagian besar karyawan sedang mengikuti training software baru. Rasa isengku tiba-tiba timbul. Ingin aku mengerjai sekretaris Pak Joko ini.
"Kamu manis ya.. Kamu karyawan yang paling manis lho di kantor ini" kataku sambil memegang tangannya.
"Ihh.. Pak Robert bisa saja" jawabnya tersipu.
"Bener lho.. Kamu manis dan seksi" rayuku lagi sambil mengelus-elus tangannya.
"Pak Robert.. Bener kata orang.. Pak Robert playboy" jawabnya lirih.
Saat itu tanganku sudah merengkuh dan mengelus-elus pundaknya.
"Boleh minta cium ya?" tanyaku sambil menarik wajahnya ke arahku.
"Jangan Pak.. Nanti ketahuan orang" elaknya.
"Nggak kok.. Kalau ada orang datang, kita pasti tahu" jawabku lagi.
Memang ruang tamu kantor Pak Joko ini agak tersembunyi sehingga jika ada orang yang masuk, tidak langsung melihat ruang tamu. Kumulai menciumi bibirnya. Sementara tanganku mulai meraba buah dadanya yang besar.
"Dadamu besar ya.. Pasti suamimu suka minum susumu ya?" tanyaku.
"Pak Robert.. Nakal.." jawabnya mendesah.
"Aku pengin minum susumu juga ya? Boleh khan?" tanyaku sambil membukai kancing bajunya.
Dia tak menjawab, hanya mendesah perlahan ketika kuangkat BHnya dan kuremas buah dadanya yang ranum itu. Kudekatkan wajahku pada bukit kembar yang menantang itu, dan kujilat puting susunya. Erangannya makin terdengar, dan tak sabar kuhisap buah dadanya dengan gemas.
"Sshh.. Sshh" erangnya ketika aku menikmati kekenyalan buah dadanya yang besar. Tanganku yang satu memilin-milin perlahan puting susu buah dadanya yang lain.
Setelah puas mempermainkan buah dadanya, kembali kucium bibirnya.
"Ayo gantian kamu hisap punyaku ya?" kataku setengah memerintah.
Kutarik tubuhnya sehingga dia bersimpuh didepanku yang masih duduk di sofa.
"Pak Robert.. Jangan.. Takut ketahuan suamiku" katanya ketika tangannya kuraih dan kuletakkan di atas kemaluanku.
"Nggak mungkin.. Dia khan sedang training" jawabku.
Diapun kemudian mulai membuka retsleting celanaku. Kubantu dia dengan menarik celana dalamku kebawah.
"Ahh.." jeritnya tertahan ketika melihat kemaluanku yang besar telah tegak di depan wajahnya yang manis.
"Cukup besar khan?" tanyaku
"Besar banget Pak."
"Dibandingkan punya suamimu?"
"Besar punya Pak Robert. Pasti istri bapak puas" jawabnya.
"Ya.. Tapi aku belum punya istri.. Ahh" perkataanku terputus oleh rasa nikmat yang menjalar ketika ia mulai menjilati batang kemaluanku.
Dijilatinya perlahan kemaluanku, dan kemudian sambil matanya menatapku, dimasukkannya secara perlahan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya.
"Hmm.." erangku nikmat. Kuremas-remas kepalanya saat ia mulai menghisapi dan mengulumi kemaluanku. Tampak mulutnya yang mungil penuh sesak dengan kejantananku.
Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan terbuka. Cepat-cepat kukeluarkan kemaluanku dari mulut sekretaris Pak Joko ini, dan kubenahi celanaku. Diapun segera membenahi bajunya yang masih terbuka.
"Ada perlu apa lagi Pak Robert.. Oh ini Pak Jokonya sudah datang" katanya berpura-pura.
"Oh nggak. Cukup. Terimakasih" jawabku.
"Hey Pak Robert sudah lama nunggu?" tanya Pak Joko.
"Nggak kok baru saja. Untung ada sekretaris bapak yang menemani menunggu." jawabku.
Kulirik sekretaris Pak Joko, dia tersenyum manis dan kemudian beranjak keluar ruangan kembali ke mejanya. Siang itu kuhabiskan berbincang-bincang dengan Pak Joko. Makan siangpun dilakukan di ruangan itu bersamanya. Setelah itu, aku minta Pak Joko mengantarku kembali pulang ke hotel.
Surabaya masih tetap seperti dulu. Panasnya bukan main. Ditambah dengan lalu lintasnya yang semrawut menambah gerah suasana. Meskipun begitu, suasana kota tampak masih lebih ramah dibandingkan Jakarta.
Pagi itu, si konsultan mengadakan training untuk para karyawan. Setelah memberikan kata sambutan, dan sekadar berbasa-basi dengan pimpinan cabang di sana, akupun kembali ke hotel. Tidak betah lama-lama aku di kantor itu, karena bosan juga mendengarkan training dari si konsultan. Pak Joko, pimpinan cabang, mengantarku untuk kembali ke hotelku di kawasan Embong Malang.
"Perlu saya antar ke mana lagi Pak Robert?" tanyanya.
"Nggak Pak Joko.. Saya nggak mau keluar kok. Sedang nggak enak badan nih" jawabku.
Memang aku merasa agak sakit hari itu, mungkin terserang flu.
"Perlu saya antar ke dokter Pak?"
"Nggak usah. Saya sudah minum obat kok".
"Baik bener sih.. Kepengin naik gaji ya?" pikirku lebih lanjut dalam hati.
Sesampainya di kamar hotel, akupun minum obat flu yang memang sudah aku siapkan. Rasa kantuk segera menyergap, dan akupun segera terlelap.
Ketika bangun, aku merasa perutku sudah keroncongan, dan kulihat memang sekarang telah jam 2.00 siang. Kuraih menu room service yang berada di meja, tapi kubatalkan niatku untuk memesan. Aku ingin jalan-jalan sambil makan saja ke pusat perbelanjaan yang terletak di samping hotelku ini. Mungkin setelah cuci mata, badanku malah terasa agak baikan.
Saat makan di food court, banyak juga anak ABG yang nongkrong di sana. Nggak kalah juga dengan Jakarta, pikirku. Ada dua anak ABG manis yang sedang makan di meja sebelahku. Mereka tampak tersenyum-senyum menggoda. Nafsukupun mulai timbul, dan akupun berniat untuk mendekati mereka.
Tiba-tiba terdengar suara wanita di sebelahku.
"Hey, Oom Robert. Kok ada di sini? Kapan datang?"
Kulihat ke arah suara itu, dan tampak seorang wanita cantik, berkulit putih tersenyum padaku.
"Ehh.. Lolita, kemarin datangnya. Sendirian aja?"
Ternyata dia adalah Lolita, keponakanku. Dia anak sepupu jauhku. Umurnya 26 tahun dan baru saja dia menikah setahun yang lalu. Dia dan suaminya berprofesi sebagai dokter gigi, dan mereka bertemu saat sama-sama kuliah dulu.
"Iya Oom. Suamiku sedang ke dokter"
"Udah lama ya nggak ketemu, semenjak pesta pernikahanku dulu" lanjutnya.
Kamipun kemudian duduk bersama dan berbincang-bincang. Kulirik meja sebelah, dan kedua ABG tadi tampak kecewa terhadap kedatangan keponakanku. Tak lama merekapun pergi, mungkin mencari mangsa Oom-Oom yang lain, he.. He..
"Oom nginep dimana?" tanya Lolita sambil menyantap sotonya.
"Di sebelah" jawabku.
"Oh.. Lita belum pernah nginep di sana. Bagus nggak Oom kamarnya?"
"Yach lumayan. Kamu pengin lihat? Kalau begitu kita terusin ngobrolnya di hotelku yuk" ajakku.
Setelah selesai menyantap hidangan, kamipun berjalan menuju hotelku.
Terus terang aku tertarik dengan Lolita. Wajahnya yang cantik, kulitnya yang putih bersih, juga dari pembawaannya yang anggun. Hanya saja satu kekurangannya, yaitu buah dadanya yang kecil. Meskipun begitu, aku tidak berani melakukan yang macam-macam dengannya, karena tampak dia adalah wanita yang baik-baik. Berpakaianpun selalu sopan, meskipun hal itu tidak mengurangi pandangan laki-laki di plaza tersebut saat kami berjalan melintas. Tampak mereka mengagumi wajah Lolita yang memang cantik dan anggun itu.
"Mau minum apa Lit?" tanyaku sambil membuka minibar sesampainya di kamarku.
"Coca Cola aja deh Oom" jawabnya. Kuambil sekaleng coke dan kuberikan padanya.
"Kamu gimana.. Sudah hamil belum?" tanyaku.
"Belum Oom.. Suamiku masih ada masalah" jawabnya lirih.
"Lho memang kenapa?" selidikku lebih lanjut.
"Malu ah Oom"
"Jangan malu-malu Lit. Kita khan masih saudara. Terlebih saya pasti akan merahasiakan hal ini kok"
Lolitapun kemudian curhat menceritakan keadaan rumah tangganya. Ternyata suaminya menderita diabetes, dan itu berkomplikasi yang membuatnya menjadi impoten. Saat bercerita tampak bola mata Lolita mulai berkaca-kaca.
"Terus kamunya sendiri bagaimana Lit?" tanyaku penuh perhatian.
"Yah aku mencoba untuk menyembuhkan suamiku" jawabnya lagi lirih.
"Teruskan Lit, ceritamu. Jangan sungkan-singkan. Mungkin Oom bisa kasih saran" kataku.
Dia kemudian bercerita suaminya telah berobat dari modern medicine sampai yang alternatif, tetapi masih juga kemaluannya tak bisa gagah perkasa seperti lelaki normal. Memang ada kemajuan, sudah bisa sedikit ereksi, tetapi tidak bisa terlalu keras. Lolita kemudian bercerita juga bahwa dia sebenarnya sudah tidak tahan dengan keadaan ini, dan sempat berpikir akan menceraikan suaminya. Tapi itu tidak dapat dilakukannya karena cintanya yang sangat besar pada Andi suaminya itu.
"Oom sendiri kok belum menikah sih?"
"Belum dapet yang cocok Lit" jawabku.
"Wah.. Padahal pasti banyak wanita yang pengin jadi istrinya Oom. Soalnya Oom kelihatannya laki-laki banget" kata Lolita sambil tersenyum menggoda.
Nafsuku terus terang mulai naik, melihat Lolita seperti memberikan lampu hijau untukku. Kuraih tangannya yang halus dan mulai kuremas-remas.
"Maksudnya apa Lit?"
"Iya.. Maksud Lita.. Istri Oom nanti pasti puas.." jawabnya lirih sambil wajahnya tampak merona merah.
Tanganku mulai merambat naik dan merengkuh pundaknya. Kuelus-elus pundaknya. Kudengar dengusan napas Lolita memberat. Tak kusia-siakan lagi waktuku. Kuremas rambutnya perlahan sambil kutarik wajahnya. Bibirkupun segera beradu dengan bibir tipisnya yang merekah.
"Hmm.. Hmm." erangan Lolita ketika dengan bernafsu kulumat bibirnya. Tangan halus Lolita telah mulai merabai kemaluanku. Seperti tak sabar dia ingin menikmati kejantanan seorang lelaki tulen.
Tiba-tiba suara HPnya berbunyi.
"Halo.. Oh ya Mas.. Gimana hasilnya?"
Ternyata suaminya yang menelpon.
"Ok Mas.. Aku masih ada urusan. Ketemu di rumah aja ya"
Setelah itu Lolita menutupnya telepon genggamnya. Diraihnya lagi wajahku dan diciuminya bibirku dengan bernafsu. Tangannya kembali mengelus-elus kemaluanku.
"Puaskan Lita Oom.." desahnya.
Tiba-tiba aku sadar, bahwa wanita ini adalah keponakanku sendiri. Terlebih akupun kenal baik dengan Andi, suaminya. Juga dengan ibunya yang sepupuku itu.
"Jangan Lit.. Ini nggak boleh. Nggak enak sama suamimu," kataku sambil beranjak menjauh darinya.
Tampak Lolita kecewa, tapi dia hanya terdiam saja. Akupun kemudian mengajaknya berbincang-bincang lagi untuk mengalihkan perhatiannya. Lolita tampak semakin canggung dan malu, karena tak bisa mengontrol nafsu birahi yang bergolak dalam tubuh mudanya. Tak lama iapun pamit.
*****
Esoknya aku menyempatkan diri untuk melihat training yang masih berlangsung di kantor cabangku. Si konsultan sedang menjelaskan cara-cara input data-data penjualan serta cara membuat report dengan menggunakan wizzard. Bosan mendengarnya, aku menuju ruangan Pak Joko, si kepala cabang.
"Pak Joko sedang ke bank Pak. Silahkan tunggu saja di dalam" sekretarisnya menyapaku.
Akupun masuk dan menunggu di dalam sambil duduk membaca koran. Tak lama si sekretaris kembali masuk.
"Mau minum apa Pak Robert?" tanyanya manis.
"Kopi deh."
Si sekretaris, yang bahkan sampai saat ini tak kuketahui namanya itu, segera berlalu. Dia berwajah manis khas orang Jawa. Yang menarik perhatianku adalah buah dadanya yang membusung dan pantatnya yang besar.
"Silakan Pak.. Ada lagi yang bisa saya bantu Pak Robert?" tanyanya penuh hormat.
"Iya.. Kamu temanin saya ngobrol di sini sambil nunggu Pak Joko ya" kataku.
Diapun tersenyum sambil duduk di kursi.
"Dekat sini.. Masak jauh banget" kataku. Sekretaris Pak Joko inipun kemudian duduk di sebelahku.
"Sudah lama kamu kerja di sini?"
"Baru satu tahun Pak."
"Suami kerja di mana?"
"Di bagian accounting, Pak"
"Oh.. Suamimu kerja di perusahaan ini juga?" tanyaku memperjelas.
"Iya Pak.. Sekarang khan sedang ditraining" jawabnya.
Suasana di kantor itu sedang sepi, karena memang sebagian besar karyawan sedang mengikuti training software baru. Rasa isengku tiba-tiba timbul. Ingin aku mengerjai sekretaris Pak Joko ini.
"Kamu manis ya.. Kamu karyawan yang paling manis lho di kantor ini" kataku sambil memegang tangannya.
"Ihh.. Pak Robert bisa saja" jawabnya tersipu.
"Bener lho.. Kamu manis dan seksi" rayuku lagi sambil mengelus-elus tangannya.
"Pak Robert.. Bener kata orang.. Pak Robert playboy" jawabnya lirih.
Saat itu tanganku sudah merengkuh dan mengelus-elus pundaknya.
"Boleh minta cium ya?" tanyaku sambil menarik wajahnya ke arahku.
"Jangan Pak.. Nanti ketahuan orang" elaknya.
"Nggak kok.. Kalau ada orang datang, kita pasti tahu" jawabku lagi.
Memang ruang tamu kantor Pak Joko ini agak tersembunyi sehingga jika ada orang yang masuk, tidak langsung melihat ruang tamu. Kumulai menciumi bibirnya. Sementara tanganku mulai meraba buah dadanya yang besar.
"Dadamu besar ya.. Pasti suamimu suka minum susumu ya?" tanyaku.
"Pak Robert.. Nakal.." jawabnya mendesah.
"Aku pengin minum susumu juga ya? Boleh khan?" tanyaku sambil membukai kancing bajunya.
Dia tak menjawab, hanya mendesah perlahan ketika kuangkat BHnya dan kuremas buah dadanya yang ranum itu. Kudekatkan wajahku pada bukit kembar yang menantang itu, dan kujilat puting susunya. Erangannya makin terdengar, dan tak sabar kuhisap buah dadanya dengan gemas.
"Sshh.. Sshh" erangnya ketika aku menikmati kekenyalan buah dadanya yang besar. Tanganku yang satu memilin-milin perlahan puting susu buah dadanya yang lain.
Setelah puas mempermainkan buah dadanya, kembali kucium bibirnya.
"Ayo gantian kamu hisap punyaku ya?" kataku setengah memerintah.
Kutarik tubuhnya sehingga dia bersimpuh didepanku yang masih duduk di sofa.
"Pak Robert.. Jangan.. Takut ketahuan suamiku" katanya ketika tangannya kuraih dan kuletakkan di atas kemaluanku.
"Nggak mungkin.. Dia khan sedang training" jawabku.
Diapun kemudian mulai membuka retsleting celanaku. Kubantu dia dengan menarik celana dalamku kebawah.
"Ahh.." jeritnya tertahan ketika melihat kemaluanku yang besar telah tegak di depan wajahnya yang manis.
"Cukup besar khan?" tanyaku
"Besar banget Pak."
"Dibandingkan punya suamimu?"
"Besar punya Pak Robert. Pasti istri bapak puas" jawabnya.
"Ya.. Tapi aku belum punya istri.. Ahh" perkataanku terputus oleh rasa nikmat yang menjalar ketika ia mulai menjilati batang kemaluanku.
Dijilatinya perlahan kemaluanku, dan kemudian sambil matanya menatapku, dimasukkannya secara perlahan kepala kemaluanku ke dalam mulutnya.
"Hmm.." erangku nikmat. Kuremas-remas kepalanya saat ia mulai menghisapi dan mengulumi kemaluanku. Tampak mulutnya yang mungil penuh sesak dengan kejantananku.
Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan terbuka. Cepat-cepat kukeluarkan kemaluanku dari mulut sekretaris Pak Joko ini, dan kubenahi celanaku. Diapun segera membenahi bajunya yang masih terbuka.
"Ada perlu apa lagi Pak Robert.. Oh ini Pak Jokonya sudah datang" katanya berpura-pura.
"Oh nggak. Cukup. Terimakasih" jawabku.
"Hey Pak Robert sudah lama nunggu?" tanya Pak Joko.
"Nggak kok baru saja. Untung ada sekretaris bapak yang menemani menunggu." jawabku.
Kulirik sekretaris Pak Joko, dia tersenyum manis dan kemudian beranjak keluar ruangan kembali ke mejanya. Siang itu kuhabiskan berbincang-bincang dengan Pak Joko. Makan siangpun dilakukan di ruangan itu bersamanya. Setelah itu, aku minta Pak Joko mengantarku kembali pulang ke hotel.
Sore itu aku sedang menonton TV di kamar hotelku, ketika
telepon berbunyi. Kuraih pesawat telepon yang terletak di meja samping
ranjangku.
"Hallo Oom Robert. Ini Andi. Apa kabar?"
"Baik. Kamu sendiri bagaimana?"
"Lumayan. Kemarin Lolita cerita kalau ketemu dengan Oom di Tunjungan Plaza ya?"
Kamipun lalu berbasa-basi sejenak. Kuraih remote TV karena suaranya terlalu keras sehingga menggangu pembicaraan kami.
"Oom.. Saya ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Boleh saya mampir?"
"Of course. Ada apa sih?" tanyaku sedikit khawatir. Jangan-jangan Lolita cerita tentang kejadian kemarin.
"Nanti aja deh saya cerita. Jam 5 nanti saya ke hotel ya" jawab Andi di seberang sana.
Sekitar jam 5.15, terdengar bunyi bel pintu di kamarku. Seperti kuduga, ternyata Andi, suami Lolita keponakanku yang datang.
"Masuk Di"
"Makasih Oom".
Kamipun kemudian berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing. Tak lama akupun bertanya maksud sebenarnya kedatangan Andi.
"Begini Oom. Mungkin Lolita sudah cerita tentang keadaan saya. Saya datang untuk minta bantuan Oom."
"Bantuan apa Di?" tanyaku walaupun sebenarnya aku sudah bisa menebak arah pembicaraannya.
"Jangan tersinggung ya Oom. Kita minta supaya Oom sewaktu-waktu jadi suami pengganti buat Lolita"
"Maksudmu?"
"Oom kan tahu. Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan seks Lolita karena penyakit saya. Mungkin Oom Robert berkenan memenuhinya."
Andipun kemudian bercerita lebih lanjut, bahwa telah beberapa bulan Lolita memintanya untuk mencari lelaki untuk memuaskan birahinya. Karena ia sangat menyayangi istrinya dan takut bila Lolita menuntut cerai, iapun terpaksa menyanggupi. Tetapi sampai saat ini, dia belum mendapatkan yang cocok.. Kemarin setelah bertemu denganku, Lolita meminta suaminya untuk menanyakan kesediaanku untuk menjadi pemuas birahinya.
"Tolong ya Oom. Kasihan istri saya. Dia masih muda. Please ya Oom. Dia mengancam akan panggil gigolo atau bahkan akan menceraikan saya bila saya gagal membujuk Oom" Andi setengah merengek memintaku untuk meniduri istrinya yang cantik itu.
Akupun terdiam. Dalam hati aku heran mengapa selalu saja wanita memandangku sebagai pemuas nafsu mereka. Entah ini berkah atau kutukan bagiku.
"Ok deh. Ini karena saya kasihan saja sama kalian." jawabku
"Terimakasih ya Oom. Nanti malam jam berapa saya ajak Lolita ke sini?"
"Jam 8 deh" sahutku.
Andipun kemudian pamit meninggalkan kamarku.
*****
Jam 7.45 mereka telah tiba di kamarku. Lolita tampak cantik malam itu menggunakan gaun malam terusan yang memamerkan pundaknya yang putih mulus.
"Saya tinggal ya Oom" kata Andi sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Jangan. Kamu tetap di sini saja. Siapa tahu kamu sembuh nanti setelah melihatku menyetubuhi istrimu" perintahku.
Sudah kepalang tanggung, pikirku. Akupun harus menikmati malam ini. Menyetubuhi istri orang di depan suaminya adalah salah satu favoritku. Lolita tampak kaget mendengar permintaanku itu, tetapi dia tetap diam tak menyuarakan penolakannya.
Kuhampiri Lolita yang duduk di tepi ranjang. Akupun kemudian duduk di sampingnya.
"Nggak apa khan sayang.. Kalau suamimu nonton" tanyaku sambil mengelus-elus pundaknya yang halus.
"Ng.. Nggak" jawabnya agak gugup dan wajahnyapun memerah menahan malu.
"Tuh Di, nggak apa kok. Sudah kamu duduk aja yang manis di situ. Oom akan mulai memuaskan istrimu OK?" kataku pada Andi.
Andipun menurut, dan duduk di kursi menatap ke arah dimana istrinya dan aku berada. Kumulai menciumi pundak Lolita yang mulus. Kemudian dengan lidahku kutelusuri lehernya yang jenjang.
Lolita mulai mengerang ketika sambil kujilati lehernya, tanganku mulai merabai buah dadanya. Kuremas rambutnya dan kutarik wajahnya ke arahku sehingga akupun dapat melumat bibirnya dengan penuh gairah. Lolitapun nampak bernafsu sekali menciumiku. Lidahku yang menerobos ke dalam mulutnya, dikulumnya dengan gemas. Sementara tanganku yang mengusap-usap dadanya, merasakan puting buah dada itu mulai mengeras.
"Sekarang aku akan menghisap buah dada istrimu. Kamu perhatikan baik-baik ya" kataku pada Andi yang menatap tak berkedip.
Aku turunkan perlahan tali gaun malam Lolita, sehingga buah dadanya yang kecil tapi padat itu nampak. Langsung kuterkam buah dada itu, kuhisapi dan kujilati putingnya. Erangan Lolita makin keras terdengar memenuhi ruangan kamarku.
"Enak.. Oom.. Ahh.." desah Lolita sambil tangannya semakin menekan kepalaku ke buah dadanya.
Kujilati dan kuhisap buah dada keponakanku yang cantik ini sepuasnya. Sesekali sambil menjilati puting buah dada Lolita, aku melirik ke arah Andi, suaminya.
Setelah puas memainkan buah dadanya, aku membetulkan kembali tali gaun malam Lolita. Kemudian aku bangkit berdiri di depannya. Kulepas dengan segera semua pakaianku sehingga aku telanjang bulat berdiri di depan Lolita, istri Andi yang cantik itu. Tampak mata Lolita sedikit terbelalak melihat ukuran kemaluanku yang mencuat di depan wajahnya.
"Seperti ini yang kamu inginkan Lit?" tanyaku.
"Iya Oom.. Lita suka yang besar dan keras seperti ini.." jawabnya.
Tangannya yang halus mulai mengocok kemaluanku perlahan.
"Kamu dengar Andi? Istrimu suka kontol yang besar dan keras. Kamu harus rajin berobat ya." kataku melantur.
"Sekarang aku akan minta istrimu menghisapi kontolku. Kamu tidak keberatan khan?" tanyaku lagi.
"Gimana keberatan nggak? Kalau keberatan kita sudahi saja" kataku lagi karena Andi belum menjawab.
"Nggak Oom" jawabnya lirih.
"Bagus kalau gitu." kataku sambil tersenyum menatapnya.
"Ayo sayang.. Kamu mulai hisap barang Oom ya" kataku pada Lolita, sambil menaikkan kedua tanganku ke atas pinggang. Rasa hangat mulai kurasakan ketika kemaluanku mulai masuk menyesaki mulut Lolita keponakanku ini.
Kuremas-remas rambutnya dengan sebelah tanganku, sementara tanganku yang lain masih berkacak pinggang.
"Ups.. Sorry suamimu nggak kelihatan tuh" kataku sambil menarik keluar kemaluanku dari mulut Lolita. Akupun memposisikan tubuhku agak menyamping, sehingga Andi dapat melihat dengan jelas adegan kami.
"Gimana Di? Sekarang kelihatan khan? Kamu bisa lihat istrimu dengan jelas?" tanyaku retoris. Kembali kujejalkan kemaluanku dalam mulut Lolita. Lolitapun dengan bernafsu mengulumi dan menjilati kemaluanku.
Aku masih berkacak pinggang sambil sesekali menoleh ke arah Andi. Dia tampak berusaha menahan perasaannya melihat istrinya tercinta sedang menyedoti kemaluan besar lelaki lain. Sementara Lolita masih dengan penuh gairah memainkan kemaluanku dengan mulutnya yang hangat.
"Ehmm.. Ehm.." desah Lolita sambil terus menghisapi kemaluanku.
Jemari tangannya yang lentik dengan perlahan mengocok batang kemaluanku. Memang kasihan keponakanku ini. Sebagai wanita cantik sudah beberapa lama ia tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya.
"Di, aku akan keluar di dalam mulut istrimu. Is it Ok? " tanyaku lagi menggoda Andi.
Dia masih asyik menatap istrinya yang sedang mengulum kemaluanku dengan penuh nafsu. Kupandang kebawah, dan tampak wajah cantik Lolita yang sedang mengulumi kejantananku. Tangannya yang halus sedang mengusap-usap buah zakarku.
"Look at me.." perintahku.
Lolitapun melihat ke atas dan menatapku dengan tatapan nakal menggoda. Tak tahan lagi aku dibuatnya.
"Ahh.." erangku ketika aku berejakulasi di dalam mulut Lolita, keponakanku yang cantik ini. Lolita dengan rakus menelan semua cairan ejakulasiku, dan menjilati sampai bersih yang masih tertinggal di kemaluanku.
"Luar biasa istrimu, Di. Enak sekali hisapannya" kataku sambil tersenyum puas. Kulihat Lolita sedang mengusap bibirnya dengan tisu, dan kemudian beranjak ke toilet.
*****
Akupun kemudian beristirahat sejenak sambil menonton TV di sofa.
"Gimana Di.. Kamu bisa ereksi nggak lihat yang tadi?" tanyaku.
"Sedikit Oom.." jawabnya.
"Ya.. Semoga cepet sembuh deh.. Sayang lho istri cantik nggak dipakai" jawabku.
Lolita kemudian duduk disampingku di sofa. Tak lama kamipun telah kembali berciuman. Tangannya yang halus kembali dengan lembut mengusap-usap barang kesukaannya.
"Lita hisap lagi ya Oom.. Biar cepet naik" pintanya.
"Minta izin dulu dong sama suamimu" jawabku menggoda.
"Iih Oom Robert.. Mas Andi.. Boleh ya aku hisap kontolnya Oom Robert?" tanyanya manja.
Andi yang duduk di sampingku hanya mengangguk pasrah. Lolitapun kemudian berlutut di depanku, dan mulai melingkarkan bibirnya di kepala kemaluanku. Karena kemaluanku belum ereksi, maka hampir semuanya masuk dikulum mulut keponakanku ini.
Tak lama, kemaluankupun semakin membangkak, dan mulut Lolitapun mulai kewalahan menampung besarnya kejantananku ini. Setelah penuh ereksi, hanya sepertiga bagian saja yang bisa dikulumnya, sementara tangannya mulai mengocok sisanya.
"Di... rasanya sekarang waktunya aku menyetubuhi istrimu. Kamu nggak berubah pikiran khan?" tanyaku sambil tersenyum.
Andipun menggelengkan kepalanya. Langsung kutarik tubuh Lolita, dan diapun berdiri untuk kemudian duduk dipangkuanku. Kuciumi lagi bibirnya, dan kemudian kuturunkan tali gaun malamnya.
"Ayo buka saja sayang" kataku.
Lolitapun kemudian membuka gaun malamnya, sehingga hanya celana dalam G-string yang masih dikenakannya. Kembali dia menaiki tubuhku, dan diapun menyibakkan celana dalamnya untuk kemudian mengarahkan liang vaginanya ke kemaluanku.
Rasa nikmat menjalar ketika secara perlahan liang vagina Lolita menjepit ketat kejantananku. Kemudian Lolitapun dengan bernafsu memompa tubuhnya di atas kemaluanku.
"Ohh.. Ohh.. Fuck me.. Fuck me.." racau Lolita menahan nikmat.
Kupegang pinggangnya yang ramping, dan kupompa juga tubuhnya dari bawah. Suara sofa yang bergoyang serta erangan Lolita membuatku makin terangsang. Sesekali kuhisap buah dadanya dan kuremas-remas pantatnya.
"Oohh.. Faster.. Faster.. Ya.. That's right.. Oohh.. Faster.. Faster.." erang Lolita mendaki bukit kepuasan birahi.
Tak lama tubuh Lolitapun mengejang dan iapun menjerit ketika mendapatkan orgasmenya. Akupun semakin cepat memompa tubuhnya yang masih menggelinjang-gelinjang dalam dekapanku, dan akhirnya akupun menyemburkan ejakulasiku dalam vagina keponakan cantikku ini.
*****
"Terimakasih ya Oom" kata Lolita manis. Tampak wajahnya bersinar-sinar setelah melampiaskan nafsunya yang terpendam selama ini.
"Ya.. Sama-sama," jawabku
"Nanti kalau ke Surabaya lagi, mampir tengokin Lita lagi ya"
"OK deh.. Kamu juga kalau ke Jakarta telepon Oom ya".
Lolita kemudian berpaling ke suaminya.
"Thanks ya Mas Andi... mau memenuhi kebutuhan Lita" kata Lolita sambil mencium mesra Andi suaminya.
Merekapun kemudian pamit pulang.
"Permisi ya Oom. Terimakasih atas bantuannya"
"Ok Andi. Semoga cepat sembuh ya. Sorry lho ya, kalau kata-kataku menyinggung kamu. Maksudku sih supaya kamu bisa lebih terangsang dan cepat sembuh"
"Iya Oom. Andi ngerti kok"
Setelah mereka pulang, akupun kemudian menuju kamar mandi untuk mandi air hangat. Enak sekali tubuhku saat itu. Setelah menahan birahiku yang belum tuntas saat bermesraan dengan sekretaris Pak Joko pagi tadi, akhirnya kesampaian juga bersetubuh dengan wanita secantik Lolita. Sayang besok aku sudah harus kembali ke Jakarta karena ada meeting dengan klienku. Tetapi mungkin aku akan sering mengunjungi kantor cabangku di Surabaya ini. Tentu saja ini adalah alasan yang paling baik untuk mengunjungi Lolita, keponakanku yang cantik.
TAMAT
"Hallo Oom Robert. Ini Andi. Apa kabar?"
"Baik. Kamu sendiri bagaimana?"
"Lumayan. Kemarin Lolita cerita kalau ketemu dengan Oom di Tunjungan Plaza ya?"
Kamipun lalu berbasa-basi sejenak. Kuraih remote TV karena suaranya terlalu keras sehingga menggangu pembicaraan kami.
"Oom.. Saya ada sesuatu yang perlu dibicarakan. Boleh saya mampir?"
"Of course. Ada apa sih?" tanyaku sedikit khawatir. Jangan-jangan Lolita cerita tentang kejadian kemarin.
"Nanti aja deh saya cerita. Jam 5 nanti saya ke hotel ya" jawab Andi di seberang sana.
Sekitar jam 5.15, terdengar bunyi bel pintu di kamarku. Seperti kuduga, ternyata Andi, suami Lolita keponakanku yang datang.
"Masuk Di"
"Makasih Oom".
Kamipun kemudian berbasa-basi menanyakan kabar masing-masing. Tak lama akupun bertanya maksud sebenarnya kedatangan Andi.
"Begini Oom. Mungkin Lolita sudah cerita tentang keadaan saya. Saya datang untuk minta bantuan Oom."
"Bantuan apa Di?" tanyaku walaupun sebenarnya aku sudah bisa menebak arah pembicaraannya.
"Jangan tersinggung ya Oom. Kita minta supaya Oom sewaktu-waktu jadi suami pengganti buat Lolita"
"Maksudmu?"
"Oom kan tahu. Saya tidak bisa memenuhi kebutuhan seks Lolita karena penyakit saya. Mungkin Oom Robert berkenan memenuhinya."
Andipun kemudian bercerita lebih lanjut, bahwa telah beberapa bulan Lolita memintanya untuk mencari lelaki untuk memuaskan birahinya. Karena ia sangat menyayangi istrinya dan takut bila Lolita menuntut cerai, iapun terpaksa menyanggupi. Tetapi sampai saat ini, dia belum mendapatkan yang cocok.. Kemarin setelah bertemu denganku, Lolita meminta suaminya untuk menanyakan kesediaanku untuk menjadi pemuas birahinya.
"Tolong ya Oom. Kasihan istri saya. Dia masih muda. Please ya Oom. Dia mengancam akan panggil gigolo atau bahkan akan menceraikan saya bila saya gagal membujuk Oom" Andi setengah merengek memintaku untuk meniduri istrinya yang cantik itu.
Akupun terdiam. Dalam hati aku heran mengapa selalu saja wanita memandangku sebagai pemuas nafsu mereka. Entah ini berkah atau kutukan bagiku.
"Ok deh. Ini karena saya kasihan saja sama kalian." jawabku
"Terimakasih ya Oom. Nanti malam jam berapa saya ajak Lolita ke sini?"
"Jam 8 deh" sahutku.
Andipun kemudian pamit meninggalkan kamarku.
*****
Jam 7.45 mereka telah tiba di kamarku. Lolita tampak cantik malam itu menggunakan gaun malam terusan yang memamerkan pundaknya yang putih mulus.
"Saya tinggal ya Oom" kata Andi sambil beranjak dari tempat duduknya.
"Jangan. Kamu tetap di sini saja. Siapa tahu kamu sembuh nanti setelah melihatku menyetubuhi istrimu" perintahku.
Sudah kepalang tanggung, pikirku. Akupun harus menikmati malam ini. Menyetubuhi istri orang di depan suaminya adalah salah satu favoritku. Lolita tampak kaget mendengar permintaanku itu, tetapi dia tetap diam tak menyuarakan penolakannya.
Kuhampiri Lolita yang duduk di tepi ranjang. Akupun kemudian duduk di sampingnya.
"Nggak apa khan sayang.. Kalau suamimu nonton" tanyaku sambil mengelus-elus pundaknya yang halus.
"Ng.. Nggak" jawabnya agak gugup dan wajahnyapun memerah menahan malu.
"Tuh Di, nggak apa kok. Sudah kamu duduk aja yang manis di situ. Oom akan mulai memuaskan istrimu OK?" kataku pada Andi.
Andipun menurut, dan duduk di kursi menatap ke arah dimana istrinya dan aku berada. Kumulai menciumi pundak Lolita yang mulus. Kemudian dengan lidahku kutelusuri lehernya yang jenjang.
Lolita mulai mengerang ketika sambil kujilati lehernya, tanganku mulai merabai buah dadanya. Kuremas rambutnya dan kutarik wajahnya ke arahku sehingga akupun dapat melumat bibirnya dengan penuh gairah. Lolitapun nampak bernafsu sekali menciumiku. Lidahku yang menerobos ke dalam mulutnya, dikulumnya dengan gemas. Sementara tanganku yang mengusap-usap dadanya, merasakan puting buah dada itu mulai mengeras.
"Sekarang aku akan menghisap buah dada istrimu. Kamu perhatikan baik-baik ya" kataku pada Andi yang menatap tak berkedip.
Aku turunkan perlahan tali gaun malam Lolita, sehingga buah dadanya yang kecil tapi padat itu nampak. Langsung kuterkam buah dada itu, kuhisapi dan kujilati putingnya. Erangan Lolita makin keras terdengar memenuhi ruangan kamarku.
"Enak.. Oom.. Ahh.." desah Lolita sambil tangannya semakin menekan kepalaku ke buah dadanya.
Kujilati dan kuhisap buah dada keponakanku yang cantik ini sepuasnya. Sesekali sambil menjilati puting buah dada Lolita, aku melirik ke arah Andi, suaminya.
Setelah puas memainkan buah dadanya, aku membetulkan kembali tali gaun malam Lolita. Kemudian aku bangkit berdiri di depannya. Kulepas dengan segera semua pakaianku sehingga aku telanjang bulat berdiri di depan Lolita, istri Andi yang cantik itu. Tampak mata Lolita sedikit terbelalak melihat ukuran kemaluanku yang mencuat di depan wajahnya.
"Seperti ini yang kamu inginkan Lit?" tanyaku.
"Iya Oom.. Lita suka yang besar dan keras seperti ini.." jawabnya.
Tangannya yang halus mulai mengocok kemaluanku perlahan.
"Kamu dengar Andi? Istrimu suka kontol yang besar dan keras. Kamu harus rajin berobat ya." kataku melantur.
"Sekarang aku akan minta istrimu menghisapi kontolku. Kamu tidak keberatan khan?" tanyaku lagi.
"Gimana keberatan nggak? Kalau keberatan kita sudahi saja" kataku lagi karena Andi belum menjawab.
"Nggak Oom" jawabnya lirih.
"Bagus kalau gitu." kataku sambil tersenyum menatapnya.
"Ayo sayang.. Kamu mulai hisap barang Oom ya" kataku pada Lolita, sambil menaikkan kedua tanganku ke atas pinggang. Rasa hangat mulai kurasakan ketika kemaluanku mulai masuk menyesaki mulut Lolita keponakanku ini.
Kuremas-remas rambutnya dengan sebelah tanganku, sementara tanganku yang lain masih berkacak pinggang.
"Ups.. Sorry suamimu nggak kelihatan tuh" kataku sambil menarik keluar kemaluanku dari mulut Lolita. Akupun memposisikan tubuhku agak menyamping, sehingga Andi dapat melihat dengan jelas adegan kami.
"Gimana Di? Sekarang kelihatan khan? Kamu bisa lihat istrimu dengan jelas?" tanyaku retoris. Kembali kujejalkan kemaluanku dalam mulut Lolita. Lolitapun dengan bernafsu mengulumi dan menjilati kemaluanku.
Aku masih berkacak pinggang sambil sesekali menoleh ke arah Andi. Dia tampak berusaha menahan perasaannya melihat istrinya tercinta sedang menyedoti kemaluan besar lelaki lain. Sementara Lolita masih dengan penuh gairah memainkan kemaluanku dengan mulutnya yang hangat.
"Ehmm.. Ehm.." desah Lolita sambil terus menghisapi kemaluanku.
Jemari tangannya yang lentik dengan perlahan mengocok batang kemaluanku. Memang kasihan keponakanku ini. Sebagai wanita cantik sudah beberapa lama ia tidak bisa menyalurkan hasrat seksualnya.
"Di, aku akan keluar di dalam mulut istrimu. Is it Ok? " tanyaku lagi menggoda Andi.
Dia masih asyik menatap istrinya yang sedang mengulum kemaluanku dengan penuh nafsu. Kupandang kebawah, dan tampak wajah cantik Lolita yang sedang mengulumi kejantananku. Tangannya yang halus sedang mengusap-usap buah zakarku.
"Look at me.." perintahku.
Lolitapun melihat ke atas dan menatapku dengan tatapan nakal menggoda. Tak tahan lagi aku dibuatnya.
"Ahh.." erangku ketika aku berejakulasi di dalam mulut Lolita, keponakanku yang cantik ini. Lolita dengan rakus menelan semua cairan ejakulasiku, dan menjilati sampai bersih yang masih tertinggal di kemaluanku.
"Luar biasa istrimu, Di. Enak sekali hisapannya" kataku sambil tersenyum puas. Kulihat Lolita sedang mengusap bibirnya dengan tisu, dan kemudian beranjak ke toilet.
*****
Akupun kemudian beristirahat sejenak sambil menonton TV di sofa.
"Gimana Di.. Kamu bisa ereksi nggak lihat yang tadi?" tanyaku.
"Sedikit Oom.." jawabnya.
"Ya.. Semoga cepet sembuh deh.. Sayang lho istri cantik nggak dipakai" jawabku.
Lolita kemudian duduk disampingku di sofa. Tak lama kamipun telah kembali berciuman. Tangannya yang halus kembali dengan lembut mengusap-usap barang kesukaannya.
"Lita hisap lagi ya Oom.. Biar cepet naik" pintanya.
"Minta izin dulu dong sama suamimu" jawabku menggoda.
"Iih Oom Robert.. Mas Andi.. Boleh ya aku hisap kontolnya Oom Robert?" tanyanya manja.
Andi yang duduk di sampingku hanya mengangguk pasrah. Lolitapun kemudian berlutut di depanku, dan mulai melingkarkan bibirnya di kepala kemaluanku. Karena kemaluanku belum ereksi, maka hampir semuanya masuk dikulum mulut keponakanku ini.
Tak lama, kemaluankupun semakin membangkak, dan mulut Lolitapun mulai kewalahan menampung besarnya kejantananku ini. Setelah penuh ereksi, hanya sepertiga bagian saja yang bisa dikulumnya, sementara tangannya mulai mengocok sisanya.
"Di... rasanya sekarang waktunya aku menyetubuhi istrimu. Kamu nggak berubah pikiran khan?" tanyaku sambil tersenyum.
Andipun menggelengkan kepalanya. Langsung kutarik tubuh Lolita, dan diapun berdiri untuk kemudian duduk dipangkuanku. Kuciumi lagi bibirnya, dan kemudian kuturunkan tali gaun malamnya.
"Ayo buka saja sayang" kataku.
Lolitapun kemudian membuka gaun malamnya, sehingga hanya celana dalam G-string yang masih dikenakannya. Kembali dia menaiki tubuhku, dan diapun menyibakkan celana dalamnya untuk kemudian mengarahkan liang vaginanya ke kemaluanku.
Rasa nikmat menjalar ketika secara perlahan liang vagina Lolita menjepit ketat kejantananku. Kemudian Lolitapun dengan bernafsu memompa tubuhnya di atas kemaluanku.
"Ohh.. Ohh.. Fuck me.. Fuck me.." racau Lolita menahan nikmat.
Kupegang pinggangnya yang ramping, dan kupompa juga tubuhnya dari bawah. Suara sofa yang bergoyang serta erangan Lolita membuatku makin terangsang. Sesekali kuhisap buah dadanya dan kuremas-remas pantatnya.
"Oohh.. Faster.. Faster.. Ya.. That's right.. Oohh.. Faster.. Faster.." erang Lolita mendaki bukit kepuasan birahi.
Tak lama tubuh Lolitapun mengejang dan iapun menjerit ketika mendapatkan orgasmenya. Akupun semakin cepat memompa tubuhnya yang masih menggelinjang-gelinjang dalam dekapanku, dan akhirnya akupun menyemburkan ejakulasiku dalam vagina keponakan cantikku ini.
*****
"Terimakasih ya Oom" kata Lolita manis. Tampak wajahnya bersinar-sinar setelah melampiaskan nafsunya yang terpendam selama ini.
"Ya.. Sama-sama," jawabku
"Nanti kalau ke Surabaya lagi, mampir tengokin Lita lagi ya"
"OK deh.. Kamu juga kalau ke Jakarta telepon Oom ya".
Lolita kemudian berpaling ke suaminya.
"Thanks ya Mas Andi... mau memenuhi kebutuhan Lita" kata Lolita sambil mencium mesra Andi suaminya.
Merekapun kemudian pamit pulang.
"Permisi ya Oom. Terimakasih atas bantuannya"
"Ok Andi. Semoga cepat sembuh ya. Sorry lho ya, kalau kata-kataku menyinggung kamu. Maksudku sih supaya kamu bisa lebih terangsang dan cepat sembuh"
"Iya Oom. Andi ngerti kok"
Setelah mereka pulang, akupun kemudian menuju kamar mandi untuk mandi air hangat. Enak sekali tubuhku saat itu. Setelah menahan birahiku yang belum tuntas saat bermesraan dengan sekretaris Pak Joko pagi tadi, akhirnya kesampaian juga bersetubuh dengan wanita secantik Lolita. Sayang besok aku sudah harus kembali ke Jakarta karena ada meeting dengan klienku. Tetapi mungkin aku akan sering mengunjungi kantor cabangku di Surabaya ini. Tentu saja ini adalah alasan yang paling baik untuk mengunjungi Lolita, keponakanku yang cantik.
TAMAT