Tante Wulan Dan Kakakku

Setelah membaca di situs ini, saya jadi teringat kembali pengalaman seks saya waktu SMP nah karena itu saya mencoba menceritakan pengalaman seks saya dengan kata-kata yang agak terbatas, tetapi sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya Roy (nama samaran) berumur 25 tahun saat ini, bekerja di sebuah Hotel di Jakarta, sejak kecil kehidupan saya tidak lurus-lurus amat, waktu SD pernah nonton Film Biru bersama teman-teman, tetapi sampai SMA saya belum pernah pacaran dikarenakan saya adalah seorang yang tidak Supel dalam bergaul, akibat dari nonton film tersebut saya mulai berubah tanpa saya sadari dan orang lain tidak tahu bahwa saya sering 'ngelonjor' (ngelamun jorok) tidak peduli di kelas, di bis dan di mana saja, malah kerapkali saya melakukan pelecehan seksual di dalam bis, dengan menempelkan alat vital saya ke pantat seorang gadis tetapi jika dalam keadaan yang berdesak-desakan saja.

Sebaiknya saya langsung mulai cerita, waktu SMP kelas 3, kami kedatangan tamu dari Jogya yaitu Tante Wulan. Pada saat itu dia berumur 26 Tahun dan baru 1 tahun menikah tetapi malangnya dia ditinggalkan oleh suami yang tidak bertanggung jawab, dikarenakan alasan mertua (nenek saya, red). Saya memang akrab dengannya (Tante Wulan) karena orangnya ramah, lembut dan cantik. Dan diantara banyak keponakannya, sayalah yang paling dianakemaskan olehnya. Dia sering berkata, "Kamu itu orangnya baik, nggak suka nakal-nakal seperti anak-anak yang lain yang suka berkelahi, mencuri dan lain-lain.." Nah, pada saat kedatangannya kebetulan kedua orang tua saya sedang berlibur di Bali, tinggal saya dan kedua kakak wanita saya serta ditemani seorang pembantu.

"Ehh Tantee!" teriak kakak saya yang pertama bernama Riska, saya dan Risma berlomba menuruni tangga dari lantai 2 (tempat menjemur pakaian). Risma adalah kakak kedua saya, singkatnya kami menyambut kedatangannya dengan hangat tapi sayang kamar dikeluarga kami hanya ada 3. "Tante Wulan pakai saja kamar saya, biar saya tidur di ruang tengah," kata saya sambil membawa kopernya ke dalam kamar. Kamar saya yang tak terlalu besar, hanya ada tempat tidur yang tidak terlalu besar, meja belajar dan lemari kecil.

Pada tengah malam.. "Ssstt.. Bayu pindah saja ke dalam," sambil menunjuk kamarnya.
"Ahh nggak usah Tante, Tante khan.." balasku tertahan.
"Eh di sini kan banyak nyamuk," selanya, dengan langkah gontai saya masuk ke kamar. Ketika saya merebahkan diri, teryata dia ikut masuk dan menutup pintu, saya pikir dia menggantikan saya tidur di ruang tengah, ini membuat saya malah menjadi canggung dan tidak bisa tidur, pikiran pun melayang kemana-mana, sebentar-sebentar saya memandang ke sebelah.
"Haa.. cepet banget Tante Wulan tidurnya.. ya ampuun, kenapa otak gua jadi ngeres gini." Saya teringat kembali semua yang telah saya tonton (Film Biru) lalu saya duduk dan memandangi pahanya yang tersingkap sampai daerah sekitar perut.

"Woww! seksi banget.." kata saya dalam hati. Tante Wulan memang seorang yang sangat cantik, tinggi badannya 166 cm dengan tubuh yang proporsional kulit kuning langsat, rambut hitam pekat, panjang sebahu mirip seorang model, leher jenjangnya yang putih bersih, hidung mancung dengan bentuk yang manis sesuai dengan ukuran wajahnya, bibir yang sensual dengan warna merah natural, membuat setiap orang yang melihatnya ingin mengecupnya. Pokoknya ia adalah wanita seperti idaman saya, kadang saya berfikir, "Coba kalau ia bukan tante saya."

Tanpa disadari tangan saya mulai meraba betis. "Iiihh lembut banget (sambil dikecup sedikit)," kata saya dalam hati, baru kali ini saya memegang betis seorang wanita, dan tangan saya menjalar ke pahanya yang membuat darah muda saya mendidih, perasaan yang tidak karuan, takut dan nafsu birahi yang tak dapat dibendung. "Ya ampun, kenapa saya bisa sekurang ajar ini," saya berhenti sejenak untuk memperhatikannya apakah ia benar-benar tertidur? Untuk mengetahuinya saya tarik bantal yang berada di kepalanya secara mendadak, benar saja ia tertidur pulas.

Kemudian saya melanjutkan aksi dengan membuka tali piyamanya, pemandangan luar biasa yang belum pernah saya lihat sebelumnya, lalu saya merebahkan diri di sampingnya sambil saya dekatkan mulut saya ke mulutnya, terasa hembusan nafasnya yang hangat membuat saya makin terangsang untuk mencium bibir indahnya dan saya beranikan diri untuk melumat bibirnya.

"Eemmuuaahh.." tiba-tiba mengalirlah perasaan aneh dalam tubuh saya, membuat saya lupa akan semuanya dan saya tak dapat menahan lebih lama lagi, saya hisap bibirnya, saya cium hidungnya yang indah, pipinya dan kembali lagi ke bibir manis itu, saya berlama lama di sini sebentar, saya mencoba memasukkan lidah saya ke mulutnya. "Eeehhmm.." gumamnya, "Masa bodo ketahuan apa nggak!" kata saya dalam hati, lalu dengan tangan kanan, saya meraba payudara yang kenyal itu sambil sesekali meremas-remasnya mesra (tanpa membuka BH-nya).

"Begini saja tidak bakalan puas," pikir saya. Dengan gemetar lalu saya memiringkan tubuh indah itu. "Uuuhh susah banget," tetapi akhirnya berhasil juga dan saya buka kancing BH-nya. "Haa.. luar biasa indahnya," kataku kagum dan kurangkul tubuh indah itu sambil saya menindihnya dari samping karena ia dalam posisi miring, kaki kananku kusilangkan diantara pahanya, menciumi seluruh wajahnya sambil meremas-remas buah dadanya, tapi tiba-tiba dia mendorongku, aku kaget bukan main sepertinya jantung ini berhenti berdetak. Saya berhenti sebentar sambil mengatur nafas dan memperhatikannya. Beruntung, ternyata dia masih dalam keadaan tidur dan tetapi posisinya kali ini sangat memudahkan bagiku untuk mengadakan operasi selanjutnya, yaitu telentang.

Perlahan saya mendaratkan wajah saya diantara gunung kembar itu, dan saya mulai menjilatinya dengan lembut, dengan gemetar saya meremas-remas, sesekali mengisap-isap puting susunya yang berwarna coklat muda dan kemerahan itu sambil memainkan ujung lidah saya, nikmat sekali benda kenyal ini yang perlahan-lahan mulai mengeras dengan diiringi suara rintihan. "Aahh.. uuggh.." terlihat sekilas olehku, ia mulai tidak tenang, kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri, tangannya yang meremas-remas sprei, sepertinya ia juga merasakan nikmatnya, tapi dasar orang yang sudah dikendalikan nafsu birahi, hal itu tidak menyusahkannya, malah menimbulkan sensasi tersendiri, semakin gencar saya melakukannya, bahkan kini tanganku berani menyelinap ke dalam celana dalamnya.

"Wahh.. bulunya lebat amat," kataku dalam hati, lalu saya mulai mengusap-usap bulu tersebut sambil menciumi seluruh buah dadanya disertai gigitan kecil di puting susunya yang membuatnya bergetar dan terasa olehku bahwa setiap kali aku membelai bulu di selangkangannya, pantatnya agak terangkat sepertinya berbicara, "Masukkan jarimu," dan setelah kulepaskan CD-nya, kuberanikan diri untuk menyelipkan jari tengahku ke dalam goa kenikmatannya. Kontan saja dia menggumam, "Uuuggh.. sszztt.. ahh.. ahh.. aauuhh.." tak henti-hentinya ia merintih sambil meremas-remas rambutnya. Dalam hati saya berfikir apa ia benar-benar tidur?

Tiba-tiba pantatnya agak terangkat sampai seluruh jari saya masuk ke dalam liang kewanitaannya sambil ia meregangkan kedua pahanya lebar-lebar membuat saya ingin melihat lubang kemaluannya secara dekat. Lalu saya merubah posisi, saya seperti orang yang sedang bersujud, kubenamkan hidungku di liang senggamanya sambil kugesek-gesekkan dengan hidungku, "Uuhh.." baunya membuat sensasi seksku meningkat, "Sssrruupps.." (seperti menjilat ice cream) Sambil memegang kedua pahanya, aku menjilat-jilat bagian dalam liang kenikmatan tanteku itu, jujur saja rasanya aneh asin, sedikit gurih dan pokoknya nikmat, tak bisa kulukiskan dengan kata-kata.

Tiba-tiba saya dikagetkan oleh kedua tangan, yang tiba-tiba saja memegang kepala saya. "Ehhmm.. siapa kamu?" sambil mengangkat kepala saya, "Mati gue!" dalam hati saya berkata dengan perlahan saya mengangkat kepala saya dari liang sorganya, saya hanya terdiam.
"Roy apa yang telah kamu lakukan.. kenapa kamu, berani..?" kata Tante Wulan.
Dengan gemetar saya berkata, "Maaf kan saya Tante."
"Maaf lagi, enak aja.. nanti Tante bilangin Ibu.. baru tau rasa!" ancamnya.

Saya hanya pasrah, saya sudah kehilangan seribu bahasa, saya hanya diam dan diam ketika saya hendak melangkah keluar kamar, ia melompat dan mengunci pintu membuat saya kaget bukan main, kupikir ia mau menghajarku, "Tidur sana!" perintahnya sambil membiarkan tubuhnya terlihat olehku yang hanya mengenakan baju tidur yang telah kubuka talinya dan saya membaringkan badanku membelakanginya dan ia mematikan lampu kamar. Saya telah berusaha untuk memejamkan mata tapi tidak dapat. "Gimana nih, gua bisa diusir dari rumah," dalam hati saya berbicara.

Satu jam setelah itu, saya dikagetkan oleh tangan yang memegang alat vital saya, kontan saja ini membuatnya bangun (dongkrak antikku). Awalnya hanya meraba-raba saja dan akhirnya sampai masuk ke dalam celana dalam dan kurasakan tubuh hangat itu memelukku sambil berkata, "Tante tau Kamu belum tidur," tapi saya terus pura-pura tidur, dan ia menelentangkan tubuh saya, sedikit saya mengintip rupanya ia melepaskan piyamanya dan benar-benar telanjang bulat. Sebenarnya saya ingin melongo tapi takut ketahuan.

"Astagaa.. teryata ia tadi itu cuma pura-pura," saya menahan nafas ketika ia menelungkupkan tubuhnya di atasku sambil berkata, "Ini rahasia kita." Lalu menghujani bibirku dengan ciuman rakusnya, "Emmuuahh.. eemmuuaahh.." sambil tangannya memegang kepalaku dan memutar-mutar kepalanya. "Jangan salahkan saya, jika sekarang perjakamu kuambil," katanya lagi sambil mencium bibirku dengan nafsunya dan menggoyangkan pantatnya, lalu saya tak tahan lagi, saya bangun tapi hanya sebatas duduk dan membiarkan ia berada di atas pangkuanku sambil saling melilitkan lidah, tanteku membuka t-shirt yang kukenakan dan, "Ahh, sialan ia menggigit lidahku," kataku. "Maaf.." katanya singkat dan meneruskan aksinya, dan ia menggiring tanganku untuk memegang payudaranya karena aku masih agak malu, "Roy silakan lakukan apa saja yang kamu suka," katanya "Ya Tante," jawab saya. "Ssstt.. jangan pangil Tante ketika bercinta," katanya lagi.

Kami benar-benar larut dalam gejolak nafsu birahi, saling berlomba untuk merebut hadiah kenikmatan, sekarang sudah benar-benar bebas, mulut saya menjelajah ke seluruh wajah sampai leher, belakang telinganya kujilat dan kuciumi dan kembali ke bagian leher sampingnya membuat kepalanya menengadah ke atas. "Aaahh.. uuhh teruuss Roy," katanya, "Uuugghh.. belajar dari mana kamu?", lanjutnya dengan nafas yang terengah-engah. "Sudahlah jangan tanya-tanya," kata saya dengan suara bergetar, tangan kita masing-masing saling menjalar ke bagian tubuh yang paling sensitif.

Kemudian Tante Wulan mendorong tubuh saya dan menarik celana pendek serta CD yang saya kenakan. "Tooeewww.." tugu kenikmatan berdiri dengan tegak seraya menyombongkan dirinya. "Tahan sedikit ya," katanya sambil ia meraih batang kemaluan saya dengan cepat dan mengulumnya. Gila, masuk semua ke dalam mulutnya, bahkan topi baja saya sampai menyentuh tenggorokannya. Tante Wulan dengan rakusnya melahap seperti hendak menelan habis, ia bukan seperti tante saya yang saya kenal, di sini ia tampak liar, seperti orang kesurupan "Aaauuwww.." teriak saya waktu ia menghisap dengan seluruh kekuatannya, sepertinya tenaga saya turut dihisapnya sambil ia menempelkan gigi-giginya di topi baja saya. "Besar sekali punyamu dan panjang," bisiknya lirih. Sekedar informasi saja, alat vital saya berdiameter 16 cm, den panjangnya 12 cm (jika sedang tegang) menurut saya itu biasa saja, bagaimana menurut pambaca?

Tiba-tiba Tante Wulan berdiri dan menyambar piyama tidurnya dan keluar kamar begitu saja. "Haa.." saya hanya melongo dibuatnya kali ini apa yang akan dibuatnya? Terdengar suara agak gaduh di luar, sepertinya ia sedang mencari sesuatu. Kemudian saya bangun dan mengintip dari balik pintu, rupanya ia mengambil sesuatu dari kulkas dan menyembunyikan di balik badannya, dan melangkah ke arah saya. "Ssstt ayo masuk," bisiknya dan ia menunjukkan sesuatu tepat depan wajah saya. "Haa, Tante untuk apa ketimun itu," tanyaku heran. "Aahh aku tauu! Dasar!" lalu dia memelukku dan menjatuhkan diri bersama-sama ke atas tempat tidur setelah ia membuka kembali piyamanya. "Nih, pegang..!" teryata ketimun ini sudah diberi baby oil, licin dan basah. Sekedar informasi, ketimun itu adalah ketimun import 'Cucumber Pickling' Berwarna hijau tua berukuran seperti alat vital orang dewasa.

Beberapa saat kita berguling-guling di atas kasur sampai akhirnya ia berada di bawah saya dan membimbing tangan saya untuk memasukkan ke dalam liang senggamanya. "Aaauugghh.. teeruuss.. yang dalam.. uuhzz.. yeeaah.. pompa terus Roy.. ya begitu.. terus.. aahhggh.. nikmat Roy.. puter.. puter.. yaa.. sodok.. sodok lagi.. aauuhh.. niikmaatt.. agak ke atass.. ya begitu.." ocehan Tante Wulan makin menjadi sambil ia mengocok senjata pusakaku. Tante Wulan membalikkan badan saya dan menduduki tugu kenikmatan yang sudah mengeras dan membimbingnya masuk. "Srruup.." amblas, tapi hanya setengahnya saja dan Tante Wulan mulai menaikturunkan pantatnya dengan perlahan sambil berpegangan pada lututnya. "Uuuhh.. batangmu hangat sekali.. lebih enak punyamu.." sesekali ia membenarkan letak rambutnya.

"Kraak.. kraakk.. kraakk.." suara ranjangku seakan berteriak karena menahan beban tubuhku dan tubuh Tante Wulan. Malam itu menjadi malam yang sangat istimewa dan gaduh, suara rintihan, erangan, kenikmatan berbaur menjadi satu seperti hendak sengaja mempertontonkan adegan yang mencengangkan. "Astaga pintu kamarku belum ditutup," tetapi Tante Wulan sedang asyik bermain di atas tubuhku, aku pun tak ketinggalan, menjamah, meremas buah dadanya sehingga membuat Tante Wulan semakin liar saja. Samar-samar ada empat mata yang memandang dari kegelapan, apakah itu cuma khayalanku yang timbul karena rasa takut? Ah masa bodoh, selama mata itu tak menggangu acaraku.

Lalu saya bangun tapi hanya sebatas duduk, Tante Wulan masih berada di atas pangkuanku. Bibir kami saling bertemu dan berpagutan, saling menjilat dan saling memompa, berpelukan. Kemudian saya bangun dan berdiri sambil menggendong Tante Wulan agar batang kejantananku tetap menancap di liang senggamanya, dan kunaikturunkan dengan kedua tanganku. "Enaak.. Roy.." Tante Wulan semakin memelukku dengan erat. Lalu tak kusadari kakiku melangkah keluar sambil tetap pada posisi tadi, sampailah di ruang tengah dan kuletakkan tubuh Tante Wulan di atas meja, tanpa kucabut batang kemaluanku yang bersarang indah di liang sorganya.

Aku mulai memompanya lagi, "Aauugghh.. lebih cepat Roy.. ya teruss.. begitu," desah Tante Wulan sambil melingkarkan kedua kakinya di pantatku. Aku mengayun dengan sekuat tenaga, meja bergetar dan pot bunga, gelas berjatuhan akibat getaran kenikmatan yang kukeluarkan. "Roy lebih cepatt.. mau keeluarr nih.." Aku pun semakin mempercepat dorongan dan pompaanku," Aaahh.." teriakku sambil mengumpulkan tenaga yang tersisa, mulai terasa olehku ada suatu cairan hangat yang memenuhi liang senggama Tante Wulan dan menyelimuti seluruh batanganku, membuat seakan berkumpul kembali tenagaku, bersamaan itu Tante Wulan bangun dan memelukku erat sambil melumat bibirku dan tak lama kemudian aku pun tiba-tiba merasa tergoncang hebat sambil memacu dengan gencarnya, "Croot.. croot.. croott.. croot.." empat kali tembakanku, lalu lunglailah tubuh kami. Nafasku tersengal-sengal, Tante Wulan memandangku dengan penuh rasa bangga dan puas, lalu ia menarik dirinya dari pelukanku sambil memberikan kecupan lembut di bibirku, dan ia melangkah menuju kamar mandi.

Keesokan harinya, pukul 11.00 aku bangun dan aku melihat mata kedua kakakku merah dan bengkak seperti orang habis begadang, karena memang pertempuran semalam selesai ketika matahari mulai nampak. Hatiku bertanya-tanya, "Apakah mereka menontonku? tapi dari sikap mereka terlihat biasa saja. "Roy kenapa kamu bangunnya siang begini tak seperti biasanya?" tanya Risma curiga. "Ehh.. karena.. kecapean kali.." Aku pun bingung, tetapi aku jadi malu jika menatap wajah tanteku itu, ada perasaan bersalah tapi ia tenang dan mengusap-usap bahuku dan kepalaku dan seperti biasanya kami melakukan aktifitas kami masing-masing, Riska kuliah dan Risma sekolah di sebuah SMA Negeri di Jakarta, dan aku sendiri sekolah tak jauh dari rumah.

Pukul 17.00 aku tiba di rumah, aku menengok ke kanan dan ke kiri, sepi sekali di dalam rumah, pintu tidak dikunci terlihat olehku pintu kamar Riska agak terbuka, dengan berjingkat aku masuk dan mengintip. "Ahh.. baju.. rok dan celana dalam kakakku bertebaran di lantai, lalu mataku mulai menjelajah ke setiap sudut ruangan. "Astagaa," jantungku berdetak keras melihat Riska tanpa busana membelakangiku sambil tangan kanannya berpegangan pada lemari dan tangan kirinya maju mundur seperti sedang memasukkan sesuatu ke dalam kemaluannya, hal ini membuat darah mudaku mendesir. Dia mengerang, meringis. Kepalanya menengadah ke atas langit-langit, lalu ia merebahkan diri ke atas kasur, sambil terus memompa sesuatu di liang kemaluannya.

Perlahan setelah kulepas sepatuku, aku masuk dan menutup pintu, aku tak tahan dan kukeluarkan kejantananku, tetapi sayang ia membalikkan badannya ke arahku, terpaksa aku masuk ke dalam kolong ranjang. "Ahh sial.." kataku. "Aaa.." jeritan Riska menyudahi kenikmatannya, entah sudah berapa lama ia melakukan itu (martubasi dengan ketimun), tapi tak terdengar apa-apa, semuanya menjadi sunyi, aku tak berani keluar dari kolong dan setelah 2 jam aku mulai keluar dan memperhatikan sekelilingku. Oh, rupanya ia telah tidur dengan mengenakan selimut.

Perlahan-lahan kutarik selimut itu. Mataku terbelalak melihat pemandangan yang satu ini, tubuh molek kakakku yang dihiasi dengan keringat semakin indah kelihatannya, ia teryata lebih seksi dari Tante Wulan, payudaranya lebih kencang, tubuhnya padat berisi. Uhh, pokoknya diatas segala-galanya jika dibandingkan dengan Tante Wulan. Lalu kutangalkan semua pakaianku dan kukunci pintu.

Perlahan kuhampiri tubuh kakakku yang sedang tertidur, lalu aku menyentuh bulu-bulu tipis yang tumbuh di sekitar kemaluannya dan kusisir dengan lidahku perlahan-lahan, sambil tanganku menggapai-gapai buah dada milik Riska dan kuambil kembali ketimun itu dan kumasukkan perlahan. "Ehm, pantatnya agak terangkat sedikit dan kupompa perlahan, masih tertinggal bekas cairan memeknya di ketimun yang ia gunakan tadi. Aromanya lebih tajam dari milik Tante Wulan. Riska tampak menggeliat-geliat sambil bergumam, "Ohh.. oohh.." tangannya tak bisa diam menjambaki rambutnya dam meremas-remas payudaranya, kupercepat pompaanku tapi aku tidak tega dan kutarik kembali ketimun itu dan kugantikan dengan punyaku sendiri.

"Ssleephh.. Ooohh.." Riska merintih panjang dan astaga membuka matanya dan kaget melihatku yang ada di atas tubuhnya dan mendorongku, tapi tanganku lebih kuat. "Rooy jangann.. tolong Roy jangan," katanya, tapi kusumpal dengan mulutku. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, menghindari ciumanku dan kutahan kepalanya, kupaksa ia untuk menerima ciumanku. "Aaaihh teryata bibir Riska lebih manis dari Tante Wulan." Aku semakin bernafsu saja. Ia terus berontak, berontak. Semakin ia berontak, aku semakin kencang mengayun batanganku. "Auu.. uughh.." Riska menggigit bibirnya, tak kusadari bahwa setiap hentakanku turut dibantunya dengan menggoyangkan pantatnya, membuat semakin nikmat walau punya kakakku lebih sempit dari milik Tante Wulan, ini tak menjadi penghalang bagiku, kali ini sepertinya ia sudah kehabisan tenaga dan pasrah.

"Roy jangan kau tumpahkan manimu di dalam ya," katanya memelas, aku hanya menganggukkan kepala saja dan kuciumi bibirnya, ia tidak menolak bahkan lidahnya masuk ke dalam mulutku dan ikut menikmatinya, karena takut ketahuan yang lain aku memacunya lebih cepat dan kulihat senyuman dari bibir kakakku. Ia melingkarkan kakinya di pantatku agar tak terlalu kencang getaran yang ditimbulkannya. "Aaa.." kita berteriak bersamaan, dan tiba-tiba ia memelukku dan menciumi bibirku sambil menekan pantatnya hingga terasa olehku menyentuh dinding kemaluannya bahkan klitorisnya, dan "Croott.. crroot.." untung saja aku cepat mengeluarkan dan tertumpah mengenai wajah Riska, dan saat itu juga ia meraih dan mengulum batanganku dan menyedot habis mani yang tersisa di sekitar topi kepala bajaku. Terlihat juga ada lava putih mengalir dari dalam liang senggamanya yang disertai aroma yang merangsang. Sebetulnya aku masih ingin bercinta dengannya tapi sudah agak petang dan karena itu aku tadi mempercepat genjotanku, dan aku mengambil bajuku dan keluar menuju kamar mandi, beruntung ketika aku mandi, Tante Wulan dan Risma pulang sehingga mereka tidak mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi.

Saya mengharapkan bagi teman-teman pembaca untuk memberikan kritik, saran dan pendapatnya mengenai tulisan saya ini.

TAMAT