Kurasa hampir semua orang pasti pernah merasakan dipijat, apa lagi
para laki-laki hidung belang seperti sebagian besar pembaca RumahSeks.
Kurasa sebagian besar dari mereka pasti punya langganan pemijat di
panti-panti pijat yang menjamur di mana-mana.
Itulah enaknya
jadi kaum laki-laki, ibaratnya seperti iklan minuman ringan, bisa di
mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja. Ini berbeda sekali dengan
kaumku, kalau badan pegal harus susah payah cari mbok pemijat yang belum
tentu ada di setiap tempat, apa lagi di kota besar seperti Surabaya
ini.
Biasanya kalau badanku terasa pegal-pegal, kuminta
bantuan adikku untuk memijatnya. Kadang kami bergantian saling pijat.
Tetapi hari ini rumahku sedang kosong. Adikku masih kuliah sedangkan
orang tuaku belum pulang dari tugas rutinnya mencari nafkah.
Hari
ini aku agak sedikit kurang enak badan. Terasa sekali badanku
pegal-pegal, namun di rumah sedang tidak ada siapa-siapa. Kucoba
bertanya kepada tetangga kanan kiri barangkali ada yang tahu kalau-kalau
ada tetangga sekitar yang bisa memijat. Sebenarnya aku tahu bahwa di
ujung gang sana ada seorang tukang pijat yang terkenal di sekitar
rumahku, tapi laki-laki, namanya Pak Mat. Tidak bisa kubayangkan bahwa
tubuh molekku ini bakal dipijat oleh seorang tukang pijat laki-laki,
bisa-bisa yang dipijat nanti hanya di daerah-daerah tertentu saja.
Akhirnya
aku dapatkan juga seorang tukang pijat wanita. Namanya Mbak Tun yang
rumahnya juga tidak begitu jauh dari rumahku. Kucoba untuk mendatangi
rumah Mbak Tun yang jaraknya hanya sekitar dua ratus meter dari rumahku.
Kebetulan Mbak Tun ada di rumah dan bersedia datang ke rumah untuk
memijatku. setelah berganti pakaian dan membawa sedikit perlengkapannya,
Mbak Tun mengikutiku pulang.
Mbak Tun usianya masih relatif
muda, hanya sedikit lebih tua dariku. Perkiraanku Mbak Tun saat ini
berusia sekitar 35 tahun. Namun di usianya yang relatif masih muda itu
Mbak Tun sudah menjanda. Ia hidup bersama ibunya, satu-satunya orang
tuanya yang masih tersisa.
Mbak Tun sudah 6 tahun bercerai
dengan suaminya yang telah kawin lagi dengan wanita lain karena
perkawinannya dengan Mbak Tun tidak dikaruniai anak. Cerita tentang Mbak
Tun ini kuperoleh dari Mbak Tun sendiri saat memijat tubuhku. Sambil
memijat Mbak Tun bertutur tentang kehidupannya padaku.
Walau
tinggal di Surabaya, Mbak Tun tetap seperti layaknya orang udik,
pengalamannya masih sedikit sekali soal dunia modern, namun untuk urusan
sex sepertinya Mbak Tun punya cerita tersendiri. Semuanya akan
kukisahkan pada ceritaku kali ini.
Sesampai di rumahku, Mbak
Tun kuajak langsung masuk ke kamarku yang sejuk ber-AC. Suhu udara di
luar sana bukan main panasnya, beberapa bulan terakhir ini kota Surabaya
memang sedang dilanda cuaca panas yang luar biasa, konon panasnya
mencapai 37 derajat celcius.
Kubuka kancing hemku dan
kutanggalkan hingga bagian atas tubuhku yang mulus terpampang dengan
jelas sekali. Payudaraku tampak segar dan ranum dengan ujung puting
susuku yang bersih berwarna merah muda sedikit kecoklatan. Rok miniku
juga kutanggalkan.
Kini tubuhku sudah hampir telanjang bulat,
hanya tersisa CD yang kukenakan. Mata Mbak Tun tampak terkagum-kagum
pada bentuk tubuhku yang ramping dan sexy, terlebih saat melihat bentuk
CD-ku yang mini itu. Aku saat itu memakai G String berenda yang ukuran
rendanya tak lebih dari seukuran satu jari melingkari pinggangku,
selebihnya sepotong rendah yang tersambung di belakang pinggangku, turun
ke bawah melewati belahan pantatku, melingkari selangkanganku hingga ke
depan. Tepat di bagian vaginaku, terdapat secarik kain berbentuk hati
kecil yang keberadaannya hanya mampu menutupi bagian depan liang
vaginaku.
Lalu aku tengkurap di tempat tidur dengan hanya
memakan CD. Mbak Tun mulai memijat telapak kaki, mata kaki, betis, naik
lagi ke pahaku. Awalnya aku biasa-biasa saja, pijatan tangannya juga
terasa pas menurutku, tidak terlalu lemah dan juga tidak terlalu keras
yang dapat menyebabkan terasa lebih sakit setelah dipijat. Menurutku,
cara memijat Mbak Tun cukup baik. Setelah memijat kaki kanan, kini Mbak
Tun berpindah memijat kaki kiriku, urutannya seperti tadi. Kini giliran
pahaku bagian atas yang dipijat juga kedua belahan pantatku.
"Mbak! CD-nya kok modelnya lucu ya?" tanya Mbak Tun lugu mengomentari bentuk CD-ku.
"Emangnya kenapa Mbak Tun?" tanyaku padanya.
"Oh
enggak Mbak! Kalau dipakai kok seperti tidak pakai CD aja ya? Bokong
(pantat) Mbak tetap kelihatan, dan bagian depannya, jembut (bulu
kemaluan) Mbak juga kelihatan, Hii.. Hii.. Hii..! Kalau aku sih tidak
berani pakai CD yang model begitu", oceh Mbak Tun masih mengomentari
bentuk CD yang kupakai saat itu.
Sambil mengngoceh dan
bercerita, tangan Mbak Tun tetap memijat pahaku. Yang kini dapat giliran
adalah pahaku bagian atas, tepatnya di daerah pangkal paha dan belahan
pantatku. Aku sengaja tidak menjawab ocehannya karena aku ingin
menikmati pijatannya. Sambil sedikit tiduran, mataku kupejamkan saat
dipijat Mbak Tun.
Letak kedua kakiku dibentangkan terpisah
agak lebar sehingga posisi pahaku terbuka. Mbak Tun memijat bagian dalam
pahaku yang bagian atas dekat selangkanganku hingga aku merasakan
sedikit geli, tapi enak sekali. Selain pegalku di bagian kaki dan paha
mulai sedikit berkurang, aku juga mulai merasakan horny, apa lagi saat
jari-jari Mbak Tun memijat bagian pangkal pahaku. Jarinya sempat
menyentuh gundukan vaginaku hingga rasanya ujung CD-ku mulai lembab.
Untungnya Mbak Tun sudah mulai pindah posisi memijat punggungku, naik ke
leher dan berakhir di kepalaku.
Selesai memijat bagian
belakang tubuhku, Mbak Tun mengambil body lotion dan dioleskannya ke
kaki dan pahaku. Rasanya sedikit dingin saat mengenai kulitku. Kalau
tadi memijat, kini Mbak Tun ganti mengurut tubuhku mulai dari telapak
kaki, betis hingga pahaku. Kembali saat mulai mengurut pahaku bagian
atas aku merasa geli, terlebih saat paha bagian dalamku yang diurut
olehnya.
"Mbak! CD-nya dilepas aja ya, toh percuma pakai CD
cuma sepotong begitu, lagian kita kan sama-sama wanita dan tidak ada
orang lain di kamar ini, soalnya nanti kena hand body nyucinya susah",
pinta Mbak Tun padaku.
Tanpa menjawab, kumiringkan sedikit
tubuhku sambil sedikit membungkuk. Kubuka CD-ku dan kulepas dengan
bantuan ujung kakiku. Kini aku telah telanjang bulat tanpa sehelai
benang pun menutupi tubuhku. Posisiku kembali tengkurap menunggu tangan
Mbak Tun kembali mengurut tubuhku.
Mbak Tun kembali ke
tugasnya mengurut bagian bawah tubuhku yang sudah dilumuri body lotion
tadi. Jarinya kembali bersarang di pangkal pahaku bagian dalam, sambil
sekali-sekali mengurut kedua gundukan pantatku. Aku tidak hanya
merasakan pegalku mulai berkurang, namun aku juga merasakan seperti ada
suatu rangsangan tersendiri menyerang tubuhku bagian bawah.
Mulutku
menggigit bantal yang kupakai untuk menopang daguku saat tengkurap
karena menahan rasa geli di selangkanganku, manakala jari tangan Mbak
Tun menyentuh bibir vaginaku. Terkada sentuhannya masuk lebih dalam lagi
hingga menyentuh celah belahan bibir vaginaku.
Terus terang
liang vaginaku mulai bawah hingga cairan bening tak terbendung mulai
membasahi liang dan dinding dalam vaginaku. Saat mengurut gundukan
pantatku, seakan dengan sengaja jari Mbak Tun disentuhkannya ke vaginaku
kembali hingga ujung jarinya sempat menyenggol ujung klitorisku.
Aku
jadi tersiksa sekali karena menahan hasrat birahi yang timbul akibat
sentuhan tangan dan jari Mbak Tun saat memijat dan mengurut bagian bawah
tubuhku. Untungnya urutan Mbak Tun segera pindah ke punggungku, terus
naik ke leher dan kembali berakhir di kepalaku.
Kalau di
bagian atas tubuhku, aku masih tidak merasakan suatu rangsangan seperti
tadi. Namun rupanya setelah selesai memijat kepalaku, Mbak Tun kembali
memijat dan mengurut kedua bongkahan pantatku, yang tentunya pangkal
pahaku kembali menjadi sasarannya pula.
Aku tak kuasa menolak,
karena selain kupikir Mbak Tun toh juga seorang wanita, dan juga normal
karena pernah bersuami walau sudah lama bercerai. Aku toh akhirnya juga
menikmati semua sentuhan tidak disengaja maupun mungkin disengaja saat
jari-jari tangannya mengusap bagian luar vaginaku. Sampai akhirnya aku
benar-benar tidak tahan lagi.
"Sudah! Cukup! Terima kasih ya Mbak", ujarku akhirnya.
"Kok sudah toh Mbak?", Tanya Mbak Tun padaku.
"Bagian
depannya belum diurut lho! Ayo telentang Mbak, kuurut sebentar perutnya
supaya ususnya tidak turun", tambah Mbak Tun dengan sedikit memerintah.
Herannya
aku menurut juga. Dan lalu aku pun telentang di hadapan Mbak Tun. Mbak
Tun mulai kembali mengolesi body lotion ke bagian dada dan perutku. Mbak
Tun langsung mengelus bagian atas dadaku dekat leher sedang jarinya
mengurut ke bawah ke arah payudaraku. Kemudian area sekitar payudaraku
juga diurut lembut mirip elusan. Aku yang sudah horny sejak tadi jadi
lebih blingsatan lagi hingga akhirnya aku tidak tahan untuk tidah
mengaduh.
"Aduuh! Geli Mbak!" protesku, tapi Mbak Tun diam saja sambil terus mengurut pinggiran payudaraku.
Kemudian
perutku diurut dari setiap penjuru mengarah ke pusar. Kini giliran
pahaku diurut oleh Mbak Tun. Cara mengurutnya naik ke atas menuju
pangkal paha, letak kakiku dipisahkan agak lebar sehingga posisiku lebih
terkangkang lagi. Mbak Tun terus mengurut pahaku. Saat mengurut bagian
dalam pahaku, aku menggeliat tak karuan.
Kemudian Mbak Tun
mengurut mulai tepat di atas vagina menuju pusarku. Katanya ini adalah
untuk menaikkan usus dalam perutku agar supaya tidak turun ke bawah. Aku
diam saja tidak mampu mengeluarkan sepatah kata pun, terus terang
pijatannya memang enak hingga pegal yang ada di tubuhku sedah tidak
terasa lagi. Namun selain itu aku juga mendapatkan rangsangan seksual
dari cara Mbak Tun mengurutku.
"Sudah, sekarang yang terakhir" kata Mbak Tun sambil membuka lebar pahaku.
Mbak
Tun berpindah posisi duduknya. Kini dia berjongkok tepat di hadapan
selangkanganku yang terkangkang lebar. Kedua tangannya secara bersamaan
mengurut kedua pahaku, dari arah lutut menuju selangkangan hingga aku
jadi menggeliat tidak karuan menahan geli.
Kemudian kedua ibu
jarinya mengurut-urut celah lipatan selangkangan dekat vaginaku dengan
cara mengurutnya dari bawah ke atas terus berulang-ulang. Bibir vaginaku
menjadi saling gesek karenanya hingga rangsangan dahsyat melanda bagian
bawah tubuhku dan akhirnya aku tak kuasa lagi mengendalikan nafsu
birahiku sendiri hingga tanpa perlu merasa malu lagi pada Mbak Tun,
jariku kuarahkan ke klitorisku dan terus kugosok-gosokkan sambil
mengangkat dan menggoyang-goyang pantatku.
Aku akhirnya
orgasme di hadapan Mbak Tun. Persetan kalau mau dia tertawa, bathinku.
Namun ternyata Mbak Tun tetap cuek saja sampai aku selesai melepaskan
orgasme. Lalu kubayar ongkos Mbak Tun memijatku dan kuminta dia untuk
pulang sendiri.
TAMAT