The Other Side Of Horizon

Bangkok, Minggu Juli 2001

Bus antar kota nomer 38-08 yang kutumpangi baru saja memasuki terminal bus Ekkamai-Tai, jam sudah menunjukan pukul 11.30 siang. Segera saja kugegaskan kaki melangkah ke tangga stasiun BTS Skytrain di Ekkamai. Segera kuisi ulang tiket berlangganan skytrain ku dengan nilai 200 Baht karena di dalam kartu hanya tersisa 30 Baht saja yang merupakan deposit dasar penyewaan kartu.

Tidak berapa lama Skytrain dari arah On Nut datang dan berhenti di hadapan ku. Segera kulangkahkan kaki masuk ke dalam setelah penumpang dari dalam kereta turun. Tidak berapa lama handphone Siemens M35 ku berbunyi, ternyata telepon dari teman wanita yang mengabarkan dia akan tiba agak terlambat karena kesiangan bangun. Aku jadi agak tenang dan tidak terlalu khawatir terburu-buru. Akhirnya setelah kereta tiba di BTS Skytrain Phromphong aku turun dan keluar dari pintu elektronis stasiun dan jalan ke dalam Emporium Mall sejenak untuk sekedar ke toilet dan istirahat sejenak duduk-duduk di bangku.

Tiga puluh menit kemudian aku keluar menunggu Khun Sarunya kawan ku di depan pintu keluar BTS Station. Lalu datanglah seorang gadis Thai mungil imut berkulit putih mulus dengan baju you can see warna hitam dan bercelana jeans biru dengan syal sweater yang di lilitkan di pinggang. Lalu ia berjalan ke arahku dan menyapaku.

"Hi are you Dewa?"
"Yes I am" sahutku dengan bahasa Inggris.

Pada masa itu aku belum terlalu fasih berbahasa Thai walaupun sudah bisa menyebutkan Bangkok dengan sebutan Khruengthaep yang merupakan sebutan khas orang Thai untuk kota Bangkok, karena umumnya orang-orang Thai tidak suka menyebut Bangkok dengan nama Bangkok yang di anggap terlalu kebarat-baratan.

Lalu kita berdua berjalan masuk ke dalam mall sambil berbincang-bincang banyak hal seperti sudah kawan akrab padahal baru saja kopi darat beberapa waktu yang lalu. Lantas kita sepakat untuk makan di salah satu restoran Italia dekat situ. Akhirnya kita kembali keluar ke arah BTS Skytrain untk menyebrangi jalan raya Sukhumvit karena restoran Italia yang di maksudkan terletak di seberang jalan.

Sepulang dari sana kita jalan-jalan sebentar di sepanjang Sukhumvit dan kembali ke BTS Phrompong. Dari sana acara di lanjutkan dengan pergi nonton di Bioskop EGV Gold Siam Discovery Mall. Pada waktu itu kita memilih untuk menonton film Suriyothai edisi full yang durasinya 3.5 jam bukan yang 90 menit seperti yang telah di edit ulang oleh salah satu sutradara asing. Karena pada waktu itu film yang bersangkutan baru saja di grand launch oleh Ratu Sirikit dan belum masuk di peredaran film asing.

Di dalam bioskop mata tertuju ke dalam pertunjukan film, tapi tanganku diam-diam berjalan-jalan dan bermain di jemari tangannya. Namun ia hanya diam saja. Ketika tanganku memegang jemari mungilnya dan mengenggam mesra ia hanya memasrahkan jemari ku memasuki jemari nya dan saling bergenggaman mesra, aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum dan ia pun balas melihatku dengan tersenyum mesra.


Pertengahan Maret 2003, Kamar 58 NS Tower Condominium, Bangna-Bangkok

Nafasku terus memburu, jantung ku berdebar keras memacu bagaikan seorang atlit lari marathon, sementara di atas ku seorang gadis cantik berambut panjang berkulit putih mulus bak pualam dengan badan sexy terengah-engah memacu tubuhnya dengan goyangan-goyangan yang liar dan erotis naik turun serta memutar-mutar membuat batangan ku harus bekerja keras sebisa mungkin menahan rasa nikmat yang semakin menjadi-jadi.

Matanya yang agak sipit terpejam seolah sangat menghayati persetubuhan yang sedang terjadi sementara kulit putih mulus nya berkilauan oleh keringat dan bias dari cahaya lampu neon di kamar ku. Setelah kurang lebih selama hampir 20 menit aku mati-matian bertahan, mengatur nafas dan mencoba merangsang dirinya habis-habisan dengan segala rabaan ciuman, kuluman bibir dan lidah, akhirnya ketika goyangannya berhenti mendadak dan kurasakan denyutan-denyutan hangat dan kuat di sekujur batang kelamin ku, maka pertahanan ku pun bobol tidak dapat di tahan lagi, akupun mengerang keras sembari kedua tangan ku mencengkram erat pinggangnya seolah takut ia akan bangkit mencabut posisi duduknya di atas selangkanganku.

Ia sendiri melenguh panjang sementara jemari nya yang panjang dan kukunya yang tajam mencengkram erat dada ku, menancap di daging dada ku hingga terasa pedih namun nikmat. Bobolnya benteng pertahananku di sertai oleh denyutan keras dari batang kemaluanku menyemburkan cairan hangat kehidupan berkali-kali secara keras ke dalam kelaminnya.

Sesaat kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas tubuhku sementara nafasnya masih terengah-engah naik turun. Dada dan payudaranya yang empuk dan hangat menekan dadaku yang bidang. Ia mencium ku lidahnya menjulur ke dalam memaksa ku untuk membuka mulut dan membiarkan lidahnya bermain dan bertautan dengan lidahku memaksa ku melakukan permainan penutup setelah usai bertempur habis-habisan di ranjang ku.

Kuulurkan tanganku membelai-belai dengan lembut rambutnya yang panjang terurai, sambil menghayati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang masih menjalari sekujur tubuhku dan kelaminku. Usai melakukan deep french kiss ia membisikan ke telingaku "Khob kun na kha, chan di cai" sebagai tanda terima kasihnya atas kepuasan yang baru ia alami. Sementara akupun membalasnya dengan tatapan hangat mesra dan senyuman tulus. Kamipun akhirnya tertidur lelap dengan tubuh yang masih saling bertautan sementara sayup-sayup deru kendaraan di jalan tol express way Bangna Trad sudah lama menghilang pertanda malam semakin larut menjelang subuh.

Pagi harinya kami terbangun oleh bising suara ojek yang berlalu lalang di gang sempit sisi samping condominium ku. Bergegas kami bangun dan pergi mandi berdua di bawah siraman air hangat yang mengucur di shower ku. Kami saling menyabuni tubuh dengan menggunakan sabun cair aroma therapy dan saling menggosokan cairan sabun tersebut di bagian-bagian lembut dan sensitif lawan membuat kami berdua mengeliat dan tersenyum hingga akhirnya berciuman mesra. Suasana yang romantis kembali membangkitkan gelora birahi membuat kami berdua tidak tahan dan melakukan quick sex di dalam kamar mandi dan sekali lagi aku menyemburkan cairan kejantanan ku di dalam kelaminnya masuk ke dalam rahimnya. Setelah usai bercinta kami saling membasuh diri dengan air hangat dari shower dan bergegas mengeringkan tubuh dengan handuk.

Turun dari lift kami kembali berciuman mesra sebelum berpisah masuk ke dalam kendaraan masing-masing. Aku masuk ke dalam Mercedes Benz 350 SL model lama, sementara ia masuk ke dalam Mercedes Benz C220 terbaru yang di parkir persis di samping parkiran mobil ku sejak semalam ketika ia mengantarkan diri ku pulang sehabis kami berdua menghabiskan makan malam di restoran yang berada di dalam gedung hotel Banyan Tree Bangkok. Kupersilakan Khun Anchelly pergi mengeluarkan kendaraannya terlebih dahulu setelah sebelumnya ia melambaikan tangannya melalui jendela mobil.

Segera setelah iring-iringan mobil kami berpisah, ia memutar-balik di putaran layang u-turn sementara aku memacu terus mercedes milik ku masuk ke jalur cepat Bangna Trad terus ke arah timur menuju ke arah pintu masuk Express Way Bangna Trad Pattaya Chonburi yang berada di daerah Lat Krabang.


The Beginning, Awal October 2002

Di hari perayaan tahun baru Korea (Lunar Day) yang di adakan di salah satu restoran chinese di hotel yang terletak di antara jalan Rama IX dengan jalan Ratchadaphisek terjadi kehebohan di kalangan owner perusahaan dengan president group karena ketidakhadiran seseorang yang semestinya datang. Kehebohan timbul karena tidak ada satupun perwakilan dari orang Indonesia yang hadir di sana. Beberapa kali Mr Jones sang president group menelefon ke dua nomer milik Mr Dewa yang di anggap paling loyal sekaligus paling patuh kepada sang Chairman namun tidak di angkat-angkat.

Kurang lebih dalam radius sepuluh kilometer dari lokasi tersebut tepatnya di restoran Oishi yang terletak di lokasi Sathorn-Silom terjadi ketegangan suasana. Mr Dewa yang tidak lain dan tidak bukan adalah diriku sedang terdiam tidak berkata-kata sementara di hadapannya Khun Sarunya, wanita yang telah lama di kenalnya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Thailand hanya diam mematung dengan mata berkaca-kaca.

Aku tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja di ucapkannya beberapa saat yang lalu. Apa yang baru saja terjadi terasa bagaikan sambaran petir di siang bolong. Rencana ku untuk mengutarakan isi hatiku di dalam suasana dinner yang semestinya romantis apalagi di tingkahi oleh hujan rintik-rintik di sore hari mendadak sontak terasa begitu gerah dan memuakkan. Rasanya hampir tidak dapat ku percaya wanita yang telah begitu lama baik dan penuh perhatian kepada ku mampu setega itu mempermainkan perasaan ku.

Aku sama sekali tidak percaya ketika ia mengatakan akan menikah dengan pacarnya yang sudah lama sekolah di Amerika, bahwa kepulangan kekasihnya kembali ke Bangkok adalah untuk melamar dirinya. Namun Sarunya tidak menerima tuduhan ku telah mempermainkan perasaan ku, ia malah balik berkata sejak pertama kali berkenalan ia hanya bermaksud berteman saja dan tidak pernah ada keinginan darinya untuk menjadi kekasihku. Ketika aku balik menuding ia berbohong dengan tidak memberitahukan bahwa telah memiliki pacar ia malah berkata bahwa bukan urusan ku untuk tahu ia memiliki pacar atau tidak, lagipula menurutnya aku sama sekali tidak menanyakan apakah ia memiliki pacar atau tidak.

Akhirnya hidangan buffet yang baru saja satu piring ku santap aku hentikan dan kita berdua pulang tanpa kata-kata, kubiarkan Sarunya pulang mencegat taksi di tengah rintik hujan sore hari sementara aku melangkah gontai ke lantai parkiran dan mengambil mobil ku. Suasana bertambah memilukan bagi diriku ketika saat aku mengemudikan mobil di tengah rintik hujan lagu yang terdengar dari sound system mobil ku adalah lagu "Tears on the Rain". Rasanya seperti tamparan di sertai lemparan kotoran ke wajahku, membuat luka di hati semakin menjadi-jadi.

Malam minggu itu aku singgah ke salah satu panti pijat terkemuka di Bangkok yang terletak tidak jauh dari lokasi dinner acara Tahun Baru Korea yang sedang berlangsung hingga larut malam. Aku langsung naik ke lantai tiga tempat para model freelancer berada, kupilih yang paling cantik dan ku booking untuk tiga jam. Selama tiga jam kulampiaskan segala kebencian dan sakit hatiku kepada wanita, untung wanita malang itu mampu bertahan dari kegilaan nafsu birahi ku yang merupakan perwujudan kebencian terhadap wanita yang telah menyakiti hatiku, kalau tidak mungkin ia bisa mati karena selama tiga jam ku setubuhi secara gila-gilaan dan brutal seperti harimau yang sedang terluka.

Setelah itu kulemparkan sejumlah uang ketubuh bugilnya plus tips dalam jumlah yang sangat besar. Kubelai rambutnya dan minta maaf karena baru saja menyakiti fisik dan harga dirinya sebagai wanita, ia menangis terisak-isak bukan karena rasa sakit tapi lebih karena derita akibat pemerkosaan brutal (ya pemerkosaan bukan lagi sekedar persetubuhan seperti umumnya di tempat pelacuran) yang kulakukan, tapi aku tidak peduli, sama sekali tidak peduli, aku benci wanita benar-benar benci ingin rasanya aku bunuh dan bantai semua wanita di dunia ini.

Sepulang dari sana aku melanjutkan perjalanan dan singgah ke salah satu pub yang terletak di lokasi Sukhumvit-Ekkamai dan minum sampai mabok dengan di temani oleh dua orang wanita cantik sekaligus hingga akhirnya aku tertidur di pub dan baru pulang pukul empat pagi setelah lama di tunggui oleh kedua wanita malam itu beserta bodyguard pub yang dengan sangat tabah menemani ku tertidur hingga pagi, setelah membayar uang beserta tip kepada para hostess dan bodyguard pub, aku masuk ke dalam mobil dan menyetir hingga ke pompa bensin terdekat yang memiliki fasilitas parkiran dan tempat istirahat kemudian tertidur hingga hari Minggu pagi jam 10.30 saat mentari mulai bersinar terik.
First Contact, Akhir November 2002

Suatu sore seperti biasanya aku main ke kamar kerja Direktur Keuangan dan Akunting yang merupakan salah satu orang asal Indonesia yang bersama-sama kerja dengan ku di perusahaan yang sama. Pembicaraan awalnya biasa-biasa saja hanya seputar masalah keuangan perusahaan, produksi dan lain sebagainya. Mendadak mataku tertumbuk pada salah satu form kartu kredit milik bank asing terkemuka di dunia, yang nampaknya masih kosong tergeletak di meja kerjanya.

"Ini apaan Jack?" ujarku.
"Form apply credit card" ujarnya kalem.
"Oh, dapat dari mana? Bagi dong, susah nggak bikinnya" sahutku memberondong dengan banyak pertanyaan.
"Hahaha, ya minta aja di bikinin sama staff ku, ada tuh satu yang nawar-nawarin aplikasinya" ujarnya.

Lalu ia memanggil via interphone telepon internal ke departementnya lalu datanglah salah satu staff accounting yang baru, sebentar kemudian gadis itu sudah sibuk menerangkan segala macam syarat-syarat aplikasi dan juga benefit dari masing-masing jenis kartu yang ada. Aku hanya mengangguk-angguk lalu memilih jenis Gold Visa. Tidak berapa lama kawan ku si Jack sudah memanggil salah satu staff nya lagi untuk membuatkan surat keterangan gaji bagi diriku sebagai salah satu syarat pendaftaran kartu kredit tersebut.

Keesokan harinya aku menemui staff kawan ku dan menyerahkan form aplikasi yang telah ku isi lengkap beserta sejumlah fotokopi persyaratan dari mulai passport, working permit, fotokopi rekening bank dan lain sebagainya. Lalu gadis itu menjanjikan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan segera kuterima jawabannya dari Bank yang bersangkutan.


Awal-Pertengahan Desember 2002

Aku kembali ke bagian accounting menemui gadis tersebut, karena sudah cukup lama menunggu lebih dari dua minggu tapi masih belum ada jawaban resmi dari Bank yang bersangkutan, padahal dengan bantuan kawan ku si Jack, ia sudah merekomendasikan diri ku di surat keterangan gaji dengan posisi sebagai Direktur Produksi dengan standard gaji yang di lebih-lebihkan sedikit. Gadis itu berjanji akan menanyakan lagi ke Bank tersebut karena yang punya hubungan dengan Bank tersebut adalah kakaknya bukan dirinya.

Seminggu kemudian, di suatu sore menjelang malam, aku turun dari mobil milik Direktur Produksi di tempat ku, sehabis menghadiri acara farewell party salah seorang Marketing Manager dari klien kami yang rencananya akan di mutasikan ke pabrik lain yang juga merupakan mitra kerja klien kami. Sore itu suasana sangat mendung dan hujan turun rintik-rintik, aku berlari-lari kecil ke arah parkiran mobilku dan masuk ke dalam.

Kepala ku sebenarnya masih agak pusing akibat mabok meminum arak Korea berusia 100 tahun, tapi handphone motorola ku yang baru saja kubeli dari Indonesia ketika pulang cuti terus-menerus bergetar di kantong celana ku. Saat kulihat nampak nomer handphone bukan nomer fixed line lalu kuangkat dan terdengar suara wanita yang sangat ramah dan lembut, wanita itu dalam bahasa Inggris bercampur aduk dengan bahasa Thai mengabarkan bahwa aplikasi kartu kredit ku pada prinsipnya sudah di setujui oleh Bank tersebut, hanya saja masih ada yang kurang yakni tagihan telepon pribadi ku, karena statusku sebagai expatriate tanpa tempat tinggal tetap/pribadi menyulitkan Bank untuk mendapatkan quarantee alamatku ataupun ke mana harus menyelesaikan masalah jika terjadi tunggakan pembayaran.

Untung saja aku memiliki satu nomer GSM berlangganan atas nama pribadi ku, sehingga yang perlu kulakukan adalah cukup mengirimkan fax tagihan telepon selular ku ke Bank. Lalu ia pun memberikan nomer fax ke mana aku harus mengirimkan fax yang bersangkutan.

Tiga hari kemudian aku mendapatkan telepon yang sama, menanyakan masalah fax tagihan telepon genggam ku karena wanita tersebut belum menerima sama sekali, aku saat itu meminta maaf karena lupa nomer fax yang ia berikan, lalu ia memberikan sekali lagi dan saat itu juga aku segera mengirimkan fax tagihan bulanan handphone karena khawatir lupa kembali. Lalu beberapa hari kemudian seorang wanita dari bagian credit approval menelfonku lewat nomer telepon bank mengabarkan bahwa permohonan kartu kreditku telah disetujui oleh bank dan akan segera diberikan ke alamatku.

Dua hari kemudian (menjelang akhir tahun 2002) aku menerima kiriman kartu kredit gold visa dari Bank idamanku walaupun saat itu belum menerima pin numbernya sehingga aku belum berani menggunakannya namun tepat sehari menjelang akhir tahun aku menerima kiriman pin number kartu kreditku sehingga dapat kupergunakan untuk merayakan libur akhir tahun di Jakarta.


Love at First Sight, Awal January 2003

Penerbangan kembali ke Bkk dengan pesawat TG 433 di hari Minggu tanggal 5 January terasa membosankan terutama karena merupakan penerbangan nonstop selama tiga jam lebih. Begitu usai check baggage dan keluar dari pintu bea cukai aku bergegas mencari supir kantor yang telah menunggu di pintu keluar. Bergegas kumasukan barang-barang ke dalam VW Caravelle milik pemegang saham dan mobil pun keluar dari airport menuju kediamanku di Bangna.


Jum'at 10 January 2003

Minggu-minggu pertama kembali masuk kerja setelah seminggu penuh mengambil cuti terasa sangat menjemukan mungkin ini penyakit awam bagi para pekerja kantoran apalagi suasana masih diliputi oleh berbagai perayaan tahun baru, baik di lingkungan condominium maupun lingkungan kerja.

Namun ada satu hal yang terasa sangat mengganggu konsentrasi kerjaku sejak sebelum tahun baru kemarin, suara ramah dan lemah lembut yang menelefon ku di kala hujan tahun kemarin masih saja terngiang-ngiang di telingaku. Ku timang-timang HP Motorola T720 ku, kulihat di list memory received call, masih tertera di sana nomer HP marketing Bank tersebut, aku ragu bagaimana harus memulai pembicaraannya, bagaimana caranya agar aku bisa mengenal dia, bagaimana agar aku tidak malu ataupun kehilangan muka di hadapan dia, bagaimana agar ia tidak curiga dengan keinginanku untuk mengenalnya lebih lanjut.

Akhirnya muncul ide konyol dipikiran ku, perlahan kutulis di SMS HP dalam bahasa Inggris yang sangat simple karena perkiraanku ia tidak begitu mahir berbahasa Inggris seperti umumnya wanita Thailand yang bersekolah di dalam negeri. Dalam SMS yang kutulis kuucapkan terima kasih atas bantuannya sehingga aku bisa menerima kartu kredit tersebut. Lalu sambil panas dingin aku menunggu sesorean itu reaksi yang akan muncul, namun hingga sore hari bahkan malamnya tidak ada panggilan masuk ataupun SMS balasan darinya.


Sabtu 11 January 2003

Sabtu sore hari, menjelang jam tiga sore tatkala export barang-barang sudah hampir selesai, dan lot terakhir shipment sedang masuk ke dalam container mendadak HP ku bergetar, sambil waswas kulihat di layar kaca HP ku, ternyata berasal dari nomer yang kemarin kukirim SMS, terdengar suara lembut itu menyapa ku dan menanyakan bagaimana kabar ku, aku pun menjawab baik-baik saja dan mengucapkan terima kasih bahwa kartu kredit sudah aku terima dan aku pergunakan selama liburan di Jakarta.

Sambil basa-basi aku menanyakan bagaimana kabarnya dan hal-hal lainnya lalu pembicaraan mengalir lancar, dari sana aku tahu namanya (tapi saat itu ia hanya memberitahu nama semasa kecilnya belum nama lengkapnya) dan ia saat itu sedang berada di salah satu lobby cafe terkemuka menikmati sore hari seorang diri begitu katanya. Lalu saat kurasakan pembicaraan mulai melambat aku perlahan nekad mengajaknya untuk sekedar lunch sebagai tanda terima kasihku atas bantuannya, tanganku terasa dingin dan hatiku deg-degan biar bagaimanapun aku tetap takut di tolak karena ini adalah pengalaman pertamaku nekad mengajak kencan seorang wanita di jumpa pertama ini pun bahkan belum pernah bertemu muka hanya sebatas lewat telepon.

Awalnya ia hanya terdiam sejenak, lalu beberapa saat ia menjawab bagaimana kalau nanti saat tahun baru Cina di hari Sabtu tanggal 1 February. Aku saat itu ingin loncat berteriak kegirangan, lalu segera menyetujui usulnya, lalu ia mengatakan akan memastikan sekali lagi lokasi dan jamnya dan akan menelefonku kembali di sekitar hari pertemuan nanti. Kemudian hubungan telepon pun berakhir. Hatiku berdebar-debar menanti tanggal pertemuan, saat itu aku sama sekali tidak berfikir ia akan tampil seperti apa dan berwujud bagaimana, hanya saja hatiku terasa begitu exited mengharapkan perjumpaan yang akan terjadi.


Kamis malam 30 January 2003

Handphone ku berbunyi bising dan bergetar-getar tatkala aku sedang mandi di malam hari pukul delapan malam sepulang dari kantor. Aku segera pontang-panting berlari mengambil handphone ku, kulihat nomer yang tertera adalah nomer telepon fix line bukan nomer selular ternyata dari Khun Anchelly gadis Bank yang akan berkencan dengan ku di tahun baru cina nanti. Ia memastikan sekali lagi apakah aku benar-benar akan bertemu dengannya, lalu aku mengiyakan. Sejenak kemudian ia menanyakan di manakah lokasi yang menurutnya aku mau, aku hanya menyerahkan kepada dia, karena saat itu aku belum begitu paham daerah Bangkok karena baru saja pindah dari luar kota masuk ke dalam Bangkok.

Ia diam sejenak lalu menanyakan apakah aku tahu daerah Sathorn, kujawab hanya tahu sebatas Silom-Saladaeng yang di lalui oleh rute BTS Skytrain. Kembali ia menanyakan di Silom Saladaeng manakah tempat yang kira-kira aku tahu pasti, aku mengatakan Central Silom Saladaeng yang terdapat BTS Skytrain Silom Saladaeng. Lalu ia menyetujui tempat pertemuan kami, sementara lokasi restoran akan ia pilihkan belakangan.
Sabtu 1 February 2003 (Chinese Lunar Day)

Perayaan tahun baru China berlangsung sangat megah dan meriah, sejak malam hari aku menyaksikan pesta kembang api di langit Bangkok dari balkon condominium ku di lantai 10. Bahkan aku terbangun di pagi hari oleh bunyi ribut rentetan petasan cabe rawit dan gemuruh riuh rendah pesta Barangsoi yang berlangsung di sepanjang jalan kompleks perumahan dekat condominium ku.

Hatiku berdebar-debar tidak keruan menanti saat-saat pertemuan, saat itu bukan hanya sikat gigi, dan mandi seperti biasa, tapi juga aku bahkan sampai mandi berendam dengan ramuan aroma therapy agar benar-benar wangi alamiah dan terlihat segar. Tidak lupa berkumur-kumur dengan cairan antiseptic serta membersihkan wajah dengan susu pembersih hingga kulit muka ku terlihat bersih dari bekas kotoran dan lemak-lemak di wajah. Aku ingin agar pertemuan ini benar-benar berkesan dan mampu menciptakan hubungan yang lebih baik lagi, bahkan aku mengikuti anjuran para psikolog dan paranormal untuk berfikir sepositif dan sebaik mungkin agar tercipta hal-hal yang baik.

Setelah wangi dan bersih aku mengambil pakaian, berpakaian lengkap dan tidak lupa kusemprotkan parfum ke sekujur pakaian yang melekat di tubuh. Setelah itu aku keluar masuk ke dalam lift dan turun ke parkiran lantai tiga untuk mengambil mobil.

Lalu kuambil mobil ku yang telah bersih mengkilap karena sehari sebelumnya aku bawa ke car butique di mall depan condominium. Kuhidupkan mesinnya sambil menunggu temprature kendaraan naik hingga ke tingkat normal aku menyalakan AC kendaraan dan merapihkan diri sekali lagi di kaca spion dalam mobil. Setelah mesin cukup panas kujalankan mobil milikku keluar dari parkiran condominium masuk ke jalan utama Bangna Trad-Bangkok menuju pintu tol dalam kota Bangkok.

Selepas dari pintu tol aku melajukan kendaraan ke arah pintu keluar tol di lokasi pelabuhan, dari sana aku belok ke kiri dan terus masuk ke jalan Klongtoey Nua terus ke arah Sukhumvit. Selepas lampu merah perbatasan Klongtoey-Sukhumvit ku belokan kendaraan masuk ke jalan Sukhumvit soi 26 lalu masuk ke dalam gang sempit yang menyambungkan antara Sukhumvit soi 26 dengan Sukhumvit Soi 24, keluar di mulut gang ku belokkan kendaraan masuk ke arah Sukhumvit Soi 24 terus ke arah Emporium Mall untuk selanjutnya parkir dan melanjutkan perjalanan dengan Skytrain.

Kubeli tiket one day pass yang unlimited trip seharga 100 Baht (kurang lebih 20 ribu rupiah) sekedar berjaga-jaga kalau-kalau nantinya ada hal-hal tidak terduga seperti kencan keliling kota, sebetulnya aku terlalu berharap lebih namun seperti kata orang kita harus tetap optimis maka kubesarkan hatiku agar tidak sampai muncul pikiran-pikiran negatif yang bisa mengganggu kelancaran pertemuan ini.

Seusai membeli tiket aku masuk ke dalam skytrain, terus ke dalam stasiun dan naik tangga menuju lantai atas untuk menunggu tibanya kereta. Tidak berapa lama lima menit kemudian datanglah skytrain dari arah On Nut dan yang segera membawa ku menuju BTS Siam Intersection. Dari Siam Intersection aku melanjutkan kembali perjalanan dengan Skytrain arah jalur Silom-Saphan Thaksin menuju BTS Skytrain Silom Saladaeng. Saat menuju pintu keluar stasiun Silom Saladaeng HP ku kembali bergetar ternyata dari Khun Anchelly menanyakan apakah aku telah tiba, yang segera ku iyakan. Ternyata ia juga baru tiba di tempat tujuan dan sedang memarkirkan kendaraannya di parkiran basement.

Turun dari stasiun, aku melangkah masuk ke dalam Mall Central Silom Saladaeng yang terletak di depan pintu masuk BTS Skytrain Saladaeng. Dari sana ku edarkan pandangan ke sekeliling penjuru mencari-cari sosok yang mungkin sedang menunggu diriku. Ternyata kembali HP ku berbunyi dan ia berkata sedang menunggu diriku di depan pintu masuk mall yang terletak di lantai dasar di depan jalanan Silom Road. Aku segera bergegas menuju eskalator dan turun ke bawah hingga ke depan pintu masuk, kembali HP ku berbunyi dan ia menanyakan posisiku, aku menjawab tepat di dekat pintu masuk.

Lalu sekilas kulihat sesosok tubuh tinggi langsing berambut panjang pirang kemerahan berjaket jeans hitam dan celana jeans hitam membalikan tubuhnya di depan pintu masuk kaca dan menerobos masuk ke dalam. Wanita itu masuk dengan kaca mata hitam rayban model terbaru dan yang mengejutkan di balik jaket hitamnya ia mengenakan baju merah menyala khas perayaan tahun baru cina. Dengan sepatu haknya yang agak tinggi dan jalannya yang cepat ia menghampiriku dan menyapa diriku dengan bahasa Thai yang berlogat chinese.

"Hi Dewa ya?"
"Ya, kamu Anchelly?"
"Yup"

Lalu kujabat erat tangannya, terasa tanganya begitu dingin sepertinya ia pun surprise melihat diriku dan begitu sangat exited mengharapkan pertemuan ini, aku terpana untuk beberapa saat mengagumi dirinya yang menurutku begitu sempurna secara fisik walaupun gaya berpakaiannya agak aneh menurutku karena perpaduan warna hitam dan merah di tubuh yang putih mulus sexy tersebut.

Lalu percakapan berlangsung lancar sementara mataku tak lepas-lepasnya memandangi kecantikan yang ada di hadapanku. Sambil berjalan kita memilih-milih tempat makan yang agak cocok, sampai akhirnya kita tiba di depan salah satu restoran Thai sederhana yang terletak di lantai dasar dan masuk ke dalam.

Setelah memesan menu makanan kita kembali berbincang-bincang panjang lebar seperti layaknya dua orang yang sudah mengenal sejak lama, lalu aku memandanginya terus sampai dia tersenyum jengah dan wajahnya memerah. Dia sendiri tampaknya tahu aku mengaguminya karena ia terus tersenyum-senyum memandangiku yang sedang mengaguminya penuh rasa takjub.

Untunglah tidak berapa lama tiba makanan yang telah dipesan dan kita pun segera menyantap masakan yang ada, di sini hatiku benar-benar tersentuh oleh caranya memperlakukan teman kencan, ia melarangku mengambil makanan sebaliknya ia mengambilkan makanan dan meletakan berbagai macam lauk di piringku persis seperti seorang ibu yang melayani anak dan suaminya di meja makan. Dan bahkan ketika kita mulai menyantap makanan ia terus menerus memperhatikan diriku, dan kadang ia menawarkan makanan dengan cara menyuapkan ke dalam mulutku untuk di cicipi. Hatiku benar-benar tersentuh dan jatuh cinta diperlakukan seperti ini, belum pernah sepanjang sejarahku berpacaran dengan gadis Indonesia diperlakukan seperti ini, benar-benar menyentuh di hati.

Akhirnya setelah acara makan selesai dan membayar tagihan restoran kamipun segera angkat kaki dan bergegas jalan ke luar dari mall. Kami berjalan-jalan di sepanjang jalan Silom Saladaeng menyusuri daerah perkantoran di chinatown. Akhirnya naik kembali ke BTS Skytrain Saladaeng kemudian mengambil kereta ke jurusan BTS Saphan Thaksin. Dari sana kami berdua turun dan berjalan di bawah BTS tepat di pinggir Sungai Chaopraya. Tiba di pinggir Chaopraya ide romantis ku muncul, ku ajak dia untuk menyusuri sepanjang Chaopraya River dengan ferry wisata yang di sediakan bagi para turis pemakai jasa skytrain yang ingin berkeliling. Kubayar tiket kapal lalu kami berdua naik ke dalam ferry pesiar yang membawa keliling Sungai Chaopraya. Sungguh suasana yang romantis di sore hari membuat diriku semakin bertambah senang dan jatuh hati kepadanya.

Sore haripun tiba lalu kami kembali berpisah di petang hari di BTS Saladaeng. Ia mengecup mesra di pipiku lalu melambaikan tangan, membuat hatiku berbunga-bunga persis seperti remaja abg yang sedang di landa cinta. Sepanjang perjalanan kembali ke Mall Emporium pikiranku melayang-layang, apakah memang ini jodohku, apakah wanita ini yang dikirim oleh Tuhan untuk menggantikan posisi Sarunya di hati ku? Akh hanya Tuhan yang tahu jawabnya.

Fallen of The Angel,
Bangna Trad Express Way KM 12, Jum'at 4 April 2003

Kepalaku terasa masih pusing, sementara hujan deras masih terus mengguyur dengan deras di luar mobil. Aku berusaha mengingat-ingat apa yang tengah terjadi. Kutenggokan ke sekeliling kaca jendela dan segenap pandang keadaan gelap tertutup hujan lebat. Posisi mobil ku melintang di tengah jalan sementara kurang lebih 1 meter dari pintu mobil ku ada mobil lain yang juga tengah berhenti namun dengan depan kendaraan menghadap ke arah pintu mobil. Di belakang mobil itu ada beberapa mobil juga yang samar-samar terlihat tengah berhenti tapi terlihat saling menempel seperti baru saja mengalami tabrakan hebat. Tuhan apa yang tengah terjadi? Mimpi kah aku? Bagaimana ini semua bisa terjadi, apa yang terjadi dengan diriku?

Kepanikan menjalari sekujur diriku, kucoba melihat ke sekeliling diriku, mobil ku tampak utuh paling tidak itu yang terlihat dari dalam, kutengok kedua kaki dan tanganku semuanya masih utuh di tempat semula dan bisa kugerakkan. Kulihat wajahku lewat spion tengah mobil, masih utuh tidak kurang suatu apapun. Namun tatkala aku tengah melihat ke dashboard kendaraan mendadak ada cairan jatuh menyentuh kulit tangan, kulihat ternyata berwarna merah yang kucium berbau darah. Kutengok sekali lagi ke cermin yang berada di lipatan penahan panas kaca depan ternyata darah itu berasal dari mulutku menetes turun ke luar melalui bibir ku.

Aku panik dan berusaha menyalakan mesin mobil agar bisa secepatnya menyelamatkan diri, namun mobil ku hanya diam tidak bergerak. Kucoba membuka pintu mobil, terasa pintu agak berat dan sulit di buka, namun dengan sedikit kupaksakan pintu lantas terbuka. Begitu pintu terbuka body mobil agak bergoyang sedikit ke kanan dan aku di sambut oleh hujan lebat, setengah tertatih-tatih di tengah hujan lebat aku turun berusaha melihat sekeliling, ternyata bagian depan mobil ku sudah ringsek, dan ban depan sebelah kanan sudah tidak ada hanya tersisa velg nya saja seperti baru saja meletus hebat.

Pantas saja mobil ku mengayun saat aku turun barusan, kulihat ke bawah terlihat seluruh jalanan di bagian bawah kendaraanku dipenuhi oleh genangan oli kental berwarna hitam, ternyata bak oli mesin jebol akibat tabrakan hebat yang baru saja terjadi. Rupanya ini penyebab aku tidak bisa menstarter mobilku, semua tampak begitu kacau, namun yang membuatku takjub adalah cabin penumpang dan pengemudi utuh sama sekali tidak ringsek hanya lekukan sedikit dari body di depan dekat mesin menyebabkan pintu kanan depan agak tertahan dan sulit dibuka.

Sambil berjalan ke tepi jalan aku mengedarkan pandangan, ternyata kurang lebih dua meter dari dekatku di jalur kiri sebuah kendaraan truk container besar tengah berhenti. Sementara di belakang mobilku berturut-turut sembilan mobil tampak mengalami tabrakan beruntun termasuk mobil yang berhenti paling dekat denganku dan nyaris menabrak mobilku. Bahkan kulihat salah satu mobil bagian depan mesinnya masuk ke bawah truk container nyangkut tidak bisa di tarik mundur. Semua orang tampak panik dan berdiam di dalam mobil karena hujan masih lebat sementara aku terus berjalan berkeliling di seputar lokasi dengan darah terus menetes dari mulutku.

Kukeluarkan HP, lantas kucoba untuk menghubungi HRD Managing Director untuk memberitahukan keadaanku yang pagi itu kemungkinan akan terlambat tiba di kantor. HP tersambung tidak berapa lama terjadi percakapan.

"Yes Dewa, what's up?"
"Sorry Sir, but I want to inform you that I got accident, my car cannot start and I am bleeding now"
"What? Where, what happened to you?"
"I got accident in Express Way Sir, near.."

Lalu mendadak sinyal HP ku padam dan tidak berapa lama HP sama sekali tidak bisa digunakan akibat korsleting terkena hujan lebat. Kucoba beberapa kali untuk mengkontak kembali tapi tidak berhasil lalu HP ku mati sama sekali tidak bisa dinyalakan lagi.

Keadaan ini membuat kepala ku menjadi bertambah pusing, lalu mataku berkunang-kunang, kocoba bertahan dengan bersandar di pinggir tembok tol, namun dinginnya udara, pusing di kapala lalu di tambah pandanganku mulai berkunang-kunang membuat kesadaranku semakin lemah. Tidak berapa lama akupun ambruk pingsan di tepi jalan tol.


Bumrungrad Hospital, Bangkok, Room 987, 9th floor

Kesadaran ku perlahan-lahan pulih, mataku membuka tampak cahaya menyilaukan mata membuatku harus memicingkan mata. Tubuhku tampak tertutup selimut rumah sakit, sementara pakaian yang kukenakan kulihat bukan lagi seragam dinas kantor yang biasa kugunakan namun sudah berganti menjadi pakaian tidur rumah sakit. Sementara jarum infus masih tertancap di lengan kiriku. Kutengokan kepala ke kiri dan ke kanan tidak nampak seorang pun di dekatku, kupenjamkan lagi mata mencoba untuk tidur.

Entah sudah berapa lama aku tertidur tidak bisa kuingat, namun tidurku kemudian terganggu oleh suara-suara di sekitarku yang cukup ramai. Ketika kubuka mata dengan agak menyipit akibat cahaya lampu yang cukup terang, samar-samar kulihat ada beberapa orang sedang duduk di sofa yang terletak di dekat tempat tidurku. Terlihat seorang wanita yang ternyata adalah Maureen yang adalah marketing manager di perusahaan, lalu Jack sang Direktur Keuangan dan Akunting, Mr Jones sang Presdir, Mr Kim Direktur Produksi dan Mr Chen HRD Director. Mereka semua prihatin dengan kejadian yang menimpa diriku, namun bersyukur karena aku tidak menderita apa-apa hanya sedikit shock atas kecelakaan yang menimpa diriku.

Sore harinya setelah mereka semua pulang, Anchelly datang menjenguk diriku di rumah sakit. Ia datang membawa sekeranjang buah-buahan segar, sore itu ia nampak cantik sekali dan segar. Seperti baru habis mandi, aroma kesegaran tubuhnya tercium di sela-sela dinginnya AC kamar VIP di rumah sakit Bumungrad. Ia mengecup mesra bibir ku dan memberikan menanyakan keadaan diriku. Ia tahu diriku di rawat di rumah sakit karena tidak sengaja mendengar berita di radio saat sedang mengemudi di jalan raya, bahwa ada mobil dengan plat nomer polisi sama dengan plat nomer mobilku mengalami kecelakaan di jalan tol.

Aku hanya tersenyum kecut saja saat ia memberitakan bahwa mobil ku menjadi populer di berita karena menyebabkan kecelakaan beruntun terpanjang sepanjang sejarah jalan toll di Thailand. Untung saja sim dan surat-surat mobil ku tidak di tahan, karena lewat bantuan orang kantor yang memiliki koneksi ke para petinggi militer dan kepolisian di Thailand mobilku bisa di tarik keluar dari unit kecelakaan jalan raya milik dinas lalu lintas jalan raya Thailand.

Hari Minggu sore tanggal 6 April 2003 aku di perbolehkan pulang setelah lebam-lebam di tubuhku akibat benturan kecelakaan serta bibirku yang sempat pecah sudah sembuh. Aku di jemput oleh sahabatku si Jack yang juga kebagian tugas membereskan urusan tagihan selama aku di rawat. Anchelly sendiri tidak bisa menjemputku karena katanya sore itu ada janji dengan salah satu kliennya.

Setiba di rumah aku mandi dan berendam di bathtub berisi air hangat sambil merenungi nasib. Tak lama akupun tertidur di bathtub yang berisi air hangat tersebut. Dalam tidurku aku bermimpi di datangi oleh guru spritual ku yang sudah lama tidak pernah ku kunjungi, ia berkata "Ingat nasihat bapak nak, jangan main api dengan istri orang, jangan rusak anak gadis orang dan jangan jual beli cinta". Tak lama akupun terbangun karena bayangan dia menghilang dari mimpi ku.


For Goodness of Our Friendship
Minggu 20 Juli 2003, Central Silom Saladaeng Bangkok

Hari Minggu itu aku janjian untuk bertemu dengan Anchelly di salah satu kedai caf lantai tiga Mall Central Silom Saladaeng. Memang bukan urusan mudah untuk betemu dengannya setelah kecelakaan yang kualami. Ia tampaknya seperti berusaha menghindari diriku, cukup aneh kalau dia bilang sibuk terus sementara kalaupun ada waktu luang ia bisa main ke condominium tempat aku tinggal karena tokh ia sudah tahu di mana aku tinggal, tidak selalu aku harus ketemuan di suatu tempat seperti di awal perjumpaan.

Saat itu aku ketemu dengan dia dalam rangka mengganti asuransi mobil yang kupergunakan, karena mobilku saat di perbaiki di bengkel harus masuk bengkel asuransi yang menurutku cukup jelek, karena setelah keluar dari sana masih harus di spooring dan balancing berkali-kali. Menurutku orang-orang di Bengkel tersebut kurang begitu terlatih untuk mengeset mobil-mobil baru, dan hanya mahir sebatas membereskan body penyok saja.

Setelah memarkirkan kendaraan di Emporium Mall Bangkok, aku bergegas naik Skytrain dari BTS Phrompong yang terletak di depan Mall dan melaju menuju Central Silom Saladaeng. Rencananya sehabis mengurus urusan asuransi aku ingin mengajaknya bermain bowling di Central Rama ii sekaligus menghangatkan kembali suasana yang sempat dingin dan kaku beberapa waktu terakhir ini. Setelah mondar-mandir saling mencari dan bertelepon akhirnya kami berjumpa di sebuah caf di lantai tiga mall. Setelah basa-basi sejenak lalu kami duduk saling membicarakan masalah asuransi serta fasilitas pertanggungan yang akan aku dapat jika menggunakan produk yang ia tawarkan. Cukup lama ia mempelajari surat-surat kendaraan dan pertanggungan asuransi yang lama. Lalu ia pun memberikan option penawaran kepada ku, sementara aku memilih untuk mengambil paket asuransi yang bisa langsung service di bengkel resmi dealer bukan di bengkel garasi kecelakaan lalu lintas seperti yang diberikan oleh penjual mobil.

Setelah aku selesai memilih dan menandatangani beberapa dokumen yang di pilihkan olehnya, tidak berapa lama ada telepon masuk ke HP nya. Kemudian selesai berbicara di HP ia memandangku diam agak lama. Lalu ia berkata pelan..

"Dewa, I am so sorry, actually I have been married".
Setengah kaget separuh menjerit aku berkata, "What? When? Why you don't tell me?".
Lalu ia diam sejenak dan berkata, "You know when we first talked on phone on December last year, actually I have been married for a month, I am so sorry Dewa".

Tidak berapa lama datang seorang lelaki chinese Thailand, sudah agak tua, botak gendut persis cukong, dengan pakaian kemeja santai terbuka atasnya menghampiri meja kami. Lalu ia berkata..

"Dewa this is my Husband, honey this is Dewa my client". Aku hanya terdiam dan menyalami sambil terpaksa senyum basa-basi. Tidak berapa lama mereka cabut dan berlalu dari pandanganku.

Beberapa minggu kemudian aku menerima surat dari Anchelly yang menuliskan..

"Dewa, I am so sorry, actually I like you very much, but we must realize that this cannot be done. I have husband, and you still have future still young. We better just as a friend for goodness of our friendship".

Aku hanya melipat kembali surat tersebut, membawanya ke Main Office di lingkungan pabrik, dan memasukannya ke dalam mesin shredder kertas lalu menghancurkannya. Sore itu langit mendung suram sehabis hujan, sesuram hatiku.

*****

Seperti yang di ceritakan oleh seorang teman dalam curhat di sebuah cafe di sudut kota Bangkok.


TAMAT