Museum Nasional Tommy Soeharto, Selasa 16.55
Museum nampak lengang. Sepeda motor bebek hitam milik satpam yang bertugas siang hari baru saja meninggalkan kompleks museum. Satpam pengganti nampak hendak menutup pintu gerbang, ketika entah dari mana asalnya, muncul dua orang gadis cantik.
"Bisa pinjam teleponnya Pak? Mobil kami mogok..", tanya gadis yang berambut ikal.
Satpam yang berbadan pendek itu tampak bengong. Perasaannya mengatakan bahwa tidak ada mobil mogok di dekat daerah ini.
"Bisa nggak Pak?", tanya gadis itu lagi.
"Iya, iya Non", jawabnya tanpa mampu berkonsentrasi.
Maklumlah, keduanya benar-benar mirip bintang film hongkong yang sering dilihatnya di bioskop murahan Pasar Senin.
Pintu depan gedung museum sudah tertutup rapat. Mereka bertiga menuju ke bagian samping gedung.
"Mogoknya di mana Non?", tanya si satpam sambil melirik ke dada montok berlapis baju kaos tersebut.
Rok ketat di atas lututnya membungkus pinggul yang bundar serta menampakkan belahan betisnya yang putih mulus. "Sebelah sana", jawab gadis yang satunya lagi dengan sembarangan.
Gadis berambut lurus itu mengenakan baju tanpa lengan dan celana panjang ketat. Tidak terlalu tinggi posturnya namun langsing badannya. Satpam yang rambutnya sudah mulai memutih itu menelan ludah.
"Kagak montok sih, tapi buah dada sama pinggulnya lumayan padet", pikirnya.
Walaupun umurnya sudah cukup tua, tapi masih suka barang jorok juga dia rupanya.
Dalam ruang petugas keamanan, dua orang petugas satpam yang lain tampak terkejut dan segera bangkit dari kursinya melihat kedatangan dua orang gadis cantik itu. Sementara gadis yang berambut ikal sedang sibuk memakai telepon, Alfon, satpam asal Irian yang berambut keriting memperkenalkan diri. Badannya kekar, berumur sekitar empat puluhan. Rupanya dia adalah satpam kepala. Gadis yang berambut lurus tersebut mengaku mahasiswi Fakultas Ekonomi di sebuah universitas swasta.
"Kalau temen saya itu di fakultas sospol", ujarnya memperkenalkan temannya.
Dengan pandangan mata yang menelanjangi, Alfon pun memperkenalkan kedua satpam temannya. Slamet yang berumur sembilan belas tahun dan bertampang cukup tampan, Bambang yang bertubuh pendek dan berambut ubanan.
"Eh, maap keliru, kebalik", katanya konyol.
"Ini Slamet, yang ini Bambang", koreksinya.
Tak bisa berkonsentrasi dia rupanya. Maklumlah, gadis yang berdiri di depannya benar-benar mirip bintang film Hongkong yang sering dilihatnya di bioskop murahan Pasar Senin itu.
Sementara itu, seseorang bersepatu lars berjalan mengendap-endap memasuki balairung (ruang utama) museum. Diarahkannya pandangan matanya ke jendela besar ruang petugas keamanan yang menghadap ke ruang utama. Rupanya pria tersebut bermata elang. Jarak dari tempatnya berdiri hingga ke ruang petugas keamanan ada berjarak sekitar dua puluh meteran. Tak ada halangan baginya untuk memastikan bahwa kedua gadis cantik dan ketiga satpam tersebut sedang berbincang-bincang. Cukup terang memang, lampu dalam ruang tersebut.
Sekali-sekali terdengar tawa mereka.
"Ini bentar lagi mau kawin Non", ujar Alfon dengan suara lantang memegangi bahu satpam Bambang.
Satpam muda itu nampak malu-malu.
"Lho, belum pacaran kok udah mau langsung kawin?", goda si gadis berambut lurus.
"Rugi kamu 'mBang", tambahnya.
Di sudut ruangan, kelihatan gadis yang ber-rok mini sedang duduk santai menikmati teh kotak. Satpam Slamet berdiri di belakangnya memijati lehernya yang putih mulus.
"Pindah sini dong", perintah gadis itu dengan sembarangan sambil menunjuk ke pundak sebelah kirinya.
"Iya, iya non", satpam Slamet menurut saja bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya.
Matanya terus melotot ke belahan montok di bawahnya. tampaknya ketiga satpam tersebut tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Bagus, semuanya berjalan sesuai dengan rencana", pikir pria bersepatu lars itu.
Dialihkan pandangannya ke sebuah kotak kaca berukuran satu kali satu meter di tengah ruang utama museum. Penerangan remang-remang dalam ruang tersebut tidak menghalangi pandangannya. Sebuah berlian sebesar bola baseball tersimpan dengan aman. Berlian dua puluh empat karat milik raja Nepal yang sedang dipinjamkan kepada pemerintah Indonesia untuk dipamerkan. Berlian Kohinoor. Semua orang tahu itu. Rupanya pria tersebut memiliki maksud buruk. Pandangan matanya beralih ke kafetaria kecil yang terletak persis di samping ruang petugas keamanan.
"Tumben pulang awal si Mamat hari ini. Lagi males buat bersih-bersih kali", pikirnya tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
Dengan gesit, pria tersebut berlari kecil ke ruang perkakas di sebelah belakang gedung museum. Rupanya pintunya tak terkunci. Rupanya pria tersebut bersembunyi dalam ruang tersebut dan baru muncul setelah museum tutup. Ahli kunci palsu dia rupanya, atau jangan-jangan ada koneksi dengan orang dalam? Diambilnya sebuah tangga lipat. Persis di muka pintu darurat di samping kamar perkakas, dibukanya tangga itu. Sambil berdiri di puncak tangga, diraihnya sepasang kabel yang menuju ke alarm pintu darurat. Dengan menggunakan sebuah tang kecil, dikupasnya kabel warna merah. Dari saku bajunya, dikeluarkannya sebuah perkakas kecil, sebuah pembangkit tenaga listrik mini dengan tenaga baterai kecil. Disambungkannya alat tersebut ke kabel yang telah terkelupas.
Diarahkan tang kecilnya ke kabel warna merah di antara kawat yang telah terkupas dan alarm pintu. Tangan sebelahnya siap menekan tombol 'on' pada perkakas kecilnya. Dengan cekatan, dipotongnya kabel warna merah, dan pada saat yang sama dioperasikannya perkakas mini itu. Sinyal lampu alarm di ruang penjaga keamanan sempat berkedip sepersekian detik, namun itu belum cukup lama untuk dapat membangkitkan sistem alarm. Semua pintu dan jendela, kecuali pada ruang penjaga keamanan, disambungkan ke sebuah sistem alarm dengan sumber arus listrik DC. Alarm akan berbunyi jika aliran listrik menuju sistem sentral alarm terputus, entah karena pintu atau jendela terbuka, maupun karena kabel diputuskan. Namun semua orang tahu, semua sistem memiliki kelemahan, bahkan untuk yang tercanggih sekalipun. Benar-benar professional pria tersebut rupanya. Dikembalikannya tangga lipat ke dalam kamar perkakas. Dengan mengendap-endap, pria tersebut melintasi ruang utama museum menuju ruang petugas keamanan. Sama-sekali tak terdeteksi gerakannya. Maklum, ruang utama museum boleh dikatakan sangat gelap.
tampak satpam Slamet sedang duduk di lantai melotot ke pangkal paha gadis ber-rok mini yang duduk persis di mukanya. Kedua belah tangannya sibuk meraba dan memijiti kakinya yang putih.
"Gatel nih jempolku", kata gadis tersebut manja sambil menikmati teh kotaknya.
"Iya, iya Non", jawab Slamet menelan ludah.
Dipindahkan tangannya ke telaPak dan jari-jari kaki yang teramat sempurna itu.
"Duh, jadi malah tambah gatel", protes gadis itu lagi sambil mengangkat kaki dan memasukkan jempolnya ke mulut Slamet.
Kurang ajar sekali, mentang-mentang mahasiswi fakultas sospol. Tetapi konyolnya Slamet menurut saja, malah menikmatinya mungkin. Dihisap dan dijilatinya jempol, jari kaki, dan kaki bagian bawah gadis itu degan penus nafsu.
Gadis yang lain nampak duduk di pangkuan satpam Alfon. Dia tak peduli dengan tangan si Irian yang membelai-belai lengan putih mulusnya.
"Kamu ganteng-ganteng gitu, belum pernah ngerasain punya cewek ya 'mBang?", tanyanya menantang.
Satpam muda yang duduk di mukanya itu jadi bertambah gerah. Maklum, calon istrinya, si Murni, adalah gadis polos dengan sopan-santun desanya.
"Sini saya ajarin", kata gadis bercelana ketat itu sambil melompat turun.
Dengan santainya dibukanya celana biru satpam muda itu. Berikut celana dalamnya.
"Masih perjaka ni yee", ujar gadis tersebut sambil mengurut-urut benda hitam di depannya yang mulai mengeras.
"Belum pernah diPakai ya?", katanya sambil memasukkan benda itu ke mulutnya.
Mulutnya naik-turun dengan mata menatap ke wajah Bambang yang meringis-ringis merasakan kenikmatan.
"Pelan-pelan, nanti keluar", kata gadis yang satunya lagi sambil bangkit dari kursi.
Satpam Slamet sempat terjengkang ke belakang. Satpam Alfon tertawa-tawa melihat tingkah konyol kedua anak buahnya itu.
"Aku pengin nyicipin punya perjaka cakep", ujarnya sambil membungkuk.
Gadis berambut lurus itu 'menyerahterimakan' benda keramat itu kepada rekannya.
"Enak mana sama ini?", tanyanya menantang.
Berbeda dengan gerakan temannya, gadis itu menjilat di bagian ujung penis hingga semakin lama semakin membesar diameternya.
"Semakin mesum semakin bagus", ujar pria bersepatu lars tersebut dalam hati.
Dengan merangkak di bawah jendela besar ruang petugas keamanan, pria tersebut berjalan ke kamar mandi. Dia berjalan ke lorong sempit antara kamar mandi dan sebuah ruangan yang lain. Lorong tersebut lebarnya sekitar satu setengah meteran. Ember pel dan perlengkapan pembersih lantai lainnya biasanya diletakkan di situ. Dengan cekatan, direntangkannya kedua belah kakinya ke kedua tembok di samping kiri dan kanan. Dipanjatnya lorong tersebut dengan lincah. Tidak keliru dia memilih untuk mengenakan sepatu lars.
Di bagian atas, terletak sebuah kabel yang bagi orang awam mungkin tak ada artinya sama sekali. Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, diaktifkannya alat pembangkit tenaga listrik DC di situ. Pria tersebut tahu persis kalau kabel tersebut menghubungkan alarm pada penutup kaca berlian Kohinoor ke ruang petugas keamanan, sekaligus ke kantor polisi yang terletak sekitar enam blok dari situ. Sekali lagi, benar-benar professional pria itu. Dengan cekatan, pria itu menuruni tembok dan kembali merangkak melintasi dapur, ruang petugas keamanan, dan ke ruang utama. Namun, tiba-tiba pria tersebut berubah pikiran. Keningnya sedikit mengkerut. Wajahnya mendadak berubah menjadi mesum. Dia merangkak kembali ke bawah jendela petugas keamanan.
Sementara itu, satpam Bambang bertambah ngos-ngosan ketika kedua gadis cantik itu telah melahap kelelakiannya secara bergantian.
"Kuat juga nih, si perjaka", kata si gadis berbadan langsing.
"Nggak keluar-keluar", ujarnya penasaran.
"Kalo Pake yang ini pasti keluar Non", ujar satpam Alfon yang dengan kurangajarnya meremas pantat gadis itu dari belakang.
Bukannya marah, si gadis dengan gerakan kakinya, malah membantu Alfon melepaskan celana panjang ketat sekaligus celana dalamnya. Si satpam Irian itu bertambah mesum mukanya memandangi badan setengah telanjang dan putih mulus di depannya.
"Lepasin ya Pak", kata gadis yang berambut ikal itu tak mau kalah.
"Iya, iya Non", jawab satpam Slamet sambil merogohkan tangannya ke pangkal paha gadis itu.
Si gadis dengan santainya berjalan ke arah si satpam tampan. Satpam Slamet masih bengong memegangi sebuah celana dalam perempuan di tangan kirinya.
"Aku duluan ya", ujar gadis itu sambil mengangkat rok ketatnya.
Sambil duduk berjongkok di atas badan satpam Bambang, dimasukkannya benda hitam mengkilat tersebut di antara selangkangannya yang putih. Kontras benar dengan badan Bambang yang coklat hitam.
"Enak nggak?", katanya sambil menggerakan pinggulnya ke atas bawah.
Hangat dan erat terasa di dalamnya. Halus dan lebat terasa rambut kelaminnya di sebelah luar.
"Gantian dong", kata gadis yang lain sambil menepis tangan Alfon yang dari tadi sibuk masih meremasi pantat dan pahanya.
Kembali satpam Bambang menahan napas, menyaksikan gadis itu menjepit kelelakiannya dengan lubang surgawi yang terletak di pangkal dua paha yang mulus. Bulunya tidak selebat rekannya, namun gosokan pangkal pahanya terasa bak sutera. Goyangan maju mundurnya membuat Bambang tak berdaya lagi. Pijitan-pijitan kuat disertai rasa licin yang menggelikan melebihi kekuatan keperjakaannya.
Pria bersepatu lars itu hanya mampu menelan ludahnya menyaksikan kedua gadis itu sedang merenggut keperjakaan si satpam muda yang sebentar lagi mengakhiri masa lajangnya itu. Keduanya berjongkok di lantai dengan tangan mengurut batang kelelakian si satpam. Mereka berebutan melahap cairan keperjakaan yang menurut orang berkhasiat untuk obat awet muda. Satpam Alfon tertawa-tawa sambil melepas semua Pakaiannya. tampak badannya yang hitam dan berbulu lebat. Satpam Slamet yang dari tadi hanya bengong akhirnya ikut-ikutan telanjang.
"Perintah dari atas sudah turun ini", pikirnya.
Sampai di situ, si pria bersepatu lars ini akhirnya tak mampu menahan hasratnya lagi. Bergegas dia menuju ke kamar mandi untuk menunaikan hasrat kelelakiannya.
Lima menit kemudian, si pria bersepatu lars itu nampak baru keluar dari kamar mandi. Mukanya berkeringat.
"Kurangajar cewek-cewek itu, bikin gua jadi kayak amatiran aja", makinya dalam hati.
Kembali dia merangkak ke ruang utama museum. Masih saja sempat dia melirik ke belakang. tampak satpam Timbul yang telanjang di bagian bawah tubuhnya, masih tergolek bengong di kursi. Tak ada yang mempedulikannya lagi karena kedua satpam yang lain tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.
Si satpam 'gorilla' yang berbadan hitam dan berbulu itu nampak sedang menggendong si gadis yang berambut lurus. Kedua kaki gadis yang mulus itu mengapitnya ke pinggang, sementara tangannya berpegangan ke leher. Satpam kekar itu cukup menggunakan sebelah tangannya untuk menopang pantat padat si gadis. Sambil berjalan kesana kemari, dipastikannya bahwa batang prianya telah menancap sedalam-dalamnya ke dalam liang surgawi gadis tersebut. Tangannya yang lain meremas-remas tubuh putih di depannya. Mulut dengan bibir tebalnya mengigit dan menjilati dada padat gadis itu. tampaknya gadis bertubuh langsing itu juga menikmatinya hingga mulutnya terbuka dan menengadah ke atas. Maklumlah, ukuran Irian, siapa yang tidak akan puas?
Lain halnya dengan gadis berbadan montok yang berambut ikal itu. Sambil berdiri dengan kaki mengangkang, dibiarkannya badan Slamet yang pendek dan kumal itu menempel ketat ke tubuhnya yang mulus. Satpam Slamet memaju-mundurkan pinggulnya dengan penuh semangat, sementara kedua tangannya meremasi pantat dan pinggul montok gadis itu. Namun, si gadis tampak tak menikmati sama sekali. Kedua tangannya tak memeluk tubuh lawan mainnya, melainkan memegangi kaosnya ke atas. Branya menggantung dan terbuka di bagian depan. Mulut si satpam nampak rakus melahap kedua belah dada yang montok dan putih itu secara bergantian.
Pada saat yang bersamaan, pria bersepatu lars tersebut berlari ke pintu belakang gedung museum. Wajahnya nampak lebih cemas daripada sebelumnya. Belum ada tiga langkah pria tersebut melangkah keluar dari pintu belakang, sudut matanya menangkap gerakan cepat di samping kirinya. Terlambat sudah. Sebuah pukulan telak mendarat di tengkuknya. Seorang pria lain, yang mengenakan sepatu cats, dengan gesit memeriksa semua saku korbannya yang tergeletak pingsan. Kemudian dengan tangkas, dipanjatnya pohon mangga yang bersebelahan dengan tembok luar halaman museum. Dengan sekali lompat, mendaratlah dia di seberang luar kompleks museum.
Entah beberapa lama kemudian, si pria bersepatu lars nampak tertatih-tatih melintasi halaman samping kompleks museum. Dari jendela ruang petugas keamanan, dia masih sempat melihat satpam Alfon sedang menyetubuhi kedua gadis itu. Keduanya telanjang bulat dan menungging bersebelahan. Lima goyangan di sini, lima goyangan di situ. Bergantian dan agar adil maksudnya. Tangannya meraba-raba kedua tubuh gadis itu secara bersamaan. Satu tangan buat yang ini, satu tangan yang lain buat yang itu, dengan dada dan pantat menjadi sasaran utama. Adapun kedua satpam yang lain terlihat sudah tergolek tak berdaya.
Pria bersepatu lars tersebut segera meninggalkan kompleks museum melalui pintu gerbang utama yang terlupa belum dikunci. Sebuah mobil warna merah metalik sudah menunggu di sana.
"Cepat masuk", perintah si pengemudi mobil.
Kemudian dengan cepat mobil itu menghilang di kegelapan malam Jalan Sukamiskin.
Sambil berjalan dengan cepat, pria bersepatu cats tadi mengeluarkan sebuah telepon genggam. Wajahnya tegang menunggu respons.
"Halo", terdengar suara di telepon.
"Halo, gagal Bos, nanti saja saya ceritakan di kantor", katanya singkat.
Dimatikan teleponnya, dan segera ia berjalan ke belakang sebuah gardu listrik. Rupanya ini adalah tempat dia menyembunyikan sepeda motornya. Sebuah sepeda motor bebek warna hitam.
*****
Siapakah kedua gadis cantik itu? Siapakah sebenarnya pencuri berlian Kohinoor? Nantikan kelanjutannya dalam sequel berikutnya (Para Pion). Yang pasti, dugaan anda semua dijamin pasti keliru!
Markas Kelompok Mafia Naga Hijau
"Benar-benar goblok kamu!", maki seseorang berbadan gendut.
Siapa lagi kalau bukan A Hong, konglomerat kaya sekaligus bos mafia Naga Hijau tingkat nasional. Obat bius, perek, dan judi, semua dikuasainya. Tangan kanannya memegang sebuah rotan panjang.
"Ampun Bos", teriak seorang pria yang terduduk di lantai ketakutan.
Pria tersebut adalah pria yang mengenakan sepatu lars tadi. Kedua tangan dan lengannya membiru memar bekas pukulan. Dari hidungnya menetes darah segar.
"Bukan salah saya, Bos", katanya kesakitan.
"Sudahlah Bos", kata seorang pria yang lain.
Pak Tom panggilannya. Dia adalah si sopir mobil merah metalik.
"Ini adalah konspirasi tingkat tinggi", katanya membela temannya.
"Maksudmu, si bangsat jenderal pensiunan itu?", tukas si Bos dengan nada tinggi.
"Siapa lagi Bos, kalau bukan dia?", jawab si sopir sambil menolong temannya berdiri.
"Ada satu orang lagi", kata seorang pria tua yang berdiri di sudut.
"Teratai Biru", jawab si engkong kalem.
"Aku barusaja dapet info, itu tuh dari temenmu si polisi. Ini mafia dari daerah segitiga emas yang terkenal dengan transaksi gelap barang-barang berharga", katanya sambil menghisap cerutu mahal buatan Kuba.
"Ini memang spesialisasi mereka", tambahnya lagi.
"Begini teoriku..", katanya lagi sambil berdiri.
"Si jenderal nyuruh seseorang buat ngambil berlian waktu alarm udah mati. Itu waktu Bejo ada di kamar mandi", katanya sambil melotot ke arah pria bersepatu lars bernama Bejo yang nampak bersalah.
"Naa, Teratai Biru juga punya orang suruhan yang nunggu Bejo di luar. Ndak dapet juga dia, soalnya kan Bejo ndak punya berliannya. Si maling yang beneran, masih nunggu dalem gedung dan baru keluar setelah semuanya aman"
Semua orang yang ada di ruangan itu benar-benar kagum dengan ketajaman otak si engkong yang telah berumur sembilan puluh tahun itu.
"Mungkin juga bisa kebalik skenarionya", jelasnya lagi.
"Orangnya Teratai Biru yang ngambil, satunya lagi orangnya jenderal. Pokoknya ini permainan segitiga. Aku ndak bisa lihat siapa lagi yang berani dan mampu ikut-ikutan selain kelompok kita, jenderal, dan Teratai Biru. Ini pencurian tingkat tinggi. Liat, koneksinya ke pihak kepolisian. Belum lagi resikonya. Lagian, liat itu timingnya, gimana mereka bisa tahu? Yang jelas, kita sudah berada di pihak yang kalah", katanya sambil melemparkan sisa cerutunya ke lantai.
"Terus kita harus gimana Kong", tanya si Bos.
"Ada dua hal", kata si engkong tegas.
"Periksa semua jalur telepon dan sistem telekom punya kita. Aku pengin tau apa ada yang menyadap. Aku percaya orang-orang kita semua setia. Kecuali kalo ada yang mulai berani macam-macam", katanya pasti.
"Kedua, telepon cepat itu polisi, bilang aja apa adanya. Kita atur rencana selanjutnya nanti saja", kata sang godfather tegas.
"Baik Kong", jawab A Hong dan segera keluar dari ruangan.
Si engkong duduk di kursi sambil mengambil dan menyalakan sebuah cerutu yang baru.
*****
Markas Polisi Pusat, Jalan Tanah Abang 13
Rapat bersama jarak jauh (conference call) baru saja selesai. Inspektur Ahmad menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Baru saja dia mendapat teguran dari Ibu Negara, gubernur, berikut walikota sekaligus. Dia adalah polisi teladan pemegang tujuh penghargaan propinsi dan nasional. Dialah yang seharusnya bertanggungjawab atas pengamanan museum nasional.
"Dua minggu harus sudah beres, atau pensiun dipercepat"
Masih terngiang kata-kata itu di telinganya.
"Bukan salah mereka", katanya dalam hati.
Raja Nepal bahkan sudah mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik plus ganti rugi sekian persen dari anggaran belanja negara.
"Ada berita tentang dua gadis cantik itu?", tanyanya ke ajudan di sebelahnya.
"Belum Pak", jawab kapten Anton.
"Masih buron. Kita telah menyebarkan orang ke semua universitas, akademi, klub malam, dan berbagai tempat. Ciri-cirinya cukup jelas. Ini menurut deskripsi ketiga satpam itu", tambahnya.
"Jangan lupa dengan si pegawai kafetaria. Dia juga masih buron kan?", tanyanya.
"Betul Pak. Keluarganya di desa bilang tidak tau apa-apa. Sudah lima tahun tidak pulang", jawab bawahannya.
"Ada berita baru dari satpam-satpam itu?", tanya Pak Ahmad lagi.
"Tidak Pak, pernyataan mereka belum berubah", jawab si kapten.
"Kedua gadis itu sudah kabur sebelum ketiga satpam itu sadarkan diri dari tidur. Kasihan satpam Bambang Pak, keluarga dan calon istrinya bahkan sempat datang ke sel", katanya lagi.
Inspektur Ahmad hanya mempu menghela napas panjang.
"Orang jujur dan tak tahu apa-apa memang yang biasanya selalu menjadi korban", katanya sambil masuk ke kantornya dan mengunci pintu dari dalam.
*****
Sementara itu, seorang polisi lain nampak bergegas masuk ke kantor wakil inspektur Budi.
"Ada kabar buruk Pak", katanya sambil menutup pintu.
Dari luar kantor, nampak keduanya bersitegang. Wakil inspektur Budi nampak marah.
"Kurang ajar, jenderal bangsat", makinya.
"Kata A Hong, Teratai Biru juga ikutan Pak", ujar kopral Triman.
"Aku sih yang bilang ke engkong tentang info Teratai Biru. Aku sendiri dengar kabar itu dari Pak Ahmad", kata si wakil inspektur dengan nada hati-hati.
"Ini top secret", bisiknya.
"A Hong bilang meetingnya besok, jam sembilan di Hotel Mutiara Pak", kata bawahannya lagi.
Atasannya mengangguk-angguk setuju.
"Ada kabar dari dua perek yang kita sewa itu?", tanyanya.
"Tidak Pak. Orang saya sempat ke tempat mereka, tapi pembantunya bilang sedang pergi luar kota. Dua cewek itu memang laris Pak, banyak pejabat yang suka. Tapi jangan kuatir Pak, tidak ada yang tau kalau kita yang nyewa. Kan kita pakai orang ketiga", kata si kopral.
Kembali atasannya manggut-manggut.
"Itu yang paling penting. Keterlibatan kita dan kelompok Naga Hijau harus dirahasiakan", katanya pelan.
"Pak, nanti kalo Bapak jadi inspektur kepala, jangan lupa sama saya ya", bisik si kopral korup.
Senyum lebar mengembang di wajah atasannya.
"Ah, gagal dapat berlian, tapi gua masih dapat posisi kepala", katanya dalam hati.
"Tapi kalau kedua-duanya bisa dapet, lebih baik lagi", pikirnya agak menyesal.
*****
Vila Mewah di Puncak
Ini adalah villa milik seorang pensiunan jenderal angkatan darat. Sukimin, jenderal berbintang empat, teman baik pejabat-pejabat orde baru maupun orde reformasi. Dia punya bisnis perkebunan, tanaman keras, dan pertambangan yang luar biasa sukses. Kabarnya dia mulai tertarik dengan bisnis kotor batu-batu mulia, penyelundupan maksudnya.
Suasana pagi nampak sedikit terganggu dengan suara-suara kecil di kamar tidur. Seorang Bapak tua sedang menelungkup di atas ranjang dengan dipijit oleh dua orang gadis cantik.
"Jangan malu-malu, apa kamu belum pernah ngeliat orang telanjang", katanya tertawa-tawa.
Gadis manis bertubuh kecil berisi itu menjawab dengan malu-malu, "Belum tuch Pak".
Tangannya kuning langsat tipe orang sunda. Pijatannya ke punggung si bapak nampak canggung. Gadis yang lain nampak sudah terbiasa dengan aktifitasnya. Badannya lebih tinggi dengan warna kulit sawo matang. Wajahnya juga cantik dan berambut sedikit ikal.
"Sini, sini", kata si bapak sambil membalikkan badan dan menarik kaki gadis itu.
Si gadis nampak ketakutan melihat kepunyaan sang jenderal yang hitam.
"Mirip dodol garut yang dijual sama Ibumu di desa ya?", kata si bapak sambil tertawa-tawa.
Dibukanya kedua belah kaki gadis yang mungil itu. Dibaliknya roknya hingga nampak sepasang paha mulus dan celana dalam warna krem di pangkalnya. Pak Jenderal mulai menggosokkan mukanya ke paha sebelah dalam yang halus itu. Rontaan gadis itu tak banyak berguna karena gadis yang lain ikut menelentangkan badannya serta memegangi tangannya.
"Ampun, ampun", teriak gadis itu bertambah ketakutan.
"Pegangi terus", perintah si bandot tua kepada gadis satunya sambil melolosi celana dalam si gadis malang.
Tampak rambut kewanitaannya yang tak terlalu lebat namun halus.
"Aah, ini baru namanya perawan desa", katanya sambil mulai menjilati bibir kelamin si gadis yang masih tertutup.
"Enak", katanya lagi sambil memainkan si daging mungil dengan lidah dan jarinya.
Lalu, sang jenderal bangkit dan merentangkan kedua kaki si perawan desa lebar-lebar. Rontaannya bertambah kuat, namun apa daya, tenaga tak ada.
"Tenang aja", kata gadis satunya yang berkulit sawo matang.
"Entar kalo udah biasa enak kok", katanya santai sambil memegangi kedua pergelangan tangan rekannya erat-erat.
Sementara itu, di ruang tamu villa.
"Tunggu sebentar, Bapak lagi sibuk", kata seseorang berbadan kekar kepada kedua tamunya.
Tamu itu, si pria bersepatu cats tadi malam dan seseorang lagi bertopi pet mengangguk paham.
"Pak Jenderal memang terkenal dengan kesukaannya 'makan' perawan desa yang dipilihnya sendiri dari para pekerja perkebunan teh di sekitar villanya"
Keduanya duduk di kamar tamu yang berkarpet merah dari Itali.
"Biar aku saja yang bicara", bisik si pria bertopi pet.
"Pak Jenderal kenal baik sama aku. Kalem aja", katanya menenangkan temannya yang nampak cemas sekali.
Kembali dengan sang jenderal dengan gula-gulanya.
"Aah", puas wajah Pak Jenderal ketika kelelakiannya berhasil menerobos sampai setengahnya. Tarik lagi, dorong lagi, baru akhirnya masuk semua. Segera ditindihnya badan mungil di bawahnya itu. Kedua tangannya menyingkap kain rok tersebut sampai ke atas dada, kemudian direnggutnya bra penutup kedua belah dada yang padat dan ranum itu.
"Aah", katanya lagi karena puas sambil meremasi kedua benda kenyal itu.
Mulutnya menghisap dan menjilati puting merah muda serta mungil itu. Sementara pinggulnya terus memompa keluar masuk. Wajahnya nampak kegirangan melihat noda darah di sepreinya.
"Aah", katanya lagi seperti kesurupan.
Setengah jam kemudian, Pak Jenderal nampak menjamu kedua tamunya di dalam kamar tidurnya. Badannya masih terbalut handuk di bagian bawah.
"Gampang Pak, kalo cuma ngakalin gerombolannya A Hong. Saya udah dapet semua rekaman teleponnya. Tau persis waktu sama modus operandinya. Tapi saya tidak tau Pak, kalo sampai ada pihak ketiga", kata pria bertopi pet memecah kesunyian.
Pria bersepatu cats sempat melirik ke sepasang gadis cantik yang hendak meninggalkan kamar, ketika Pak Jenderal mulai angkat bicara.
"Setahumu, teman-temanmu tidak ada yang terlibat kan?", tanyanya dengan suara bariton.
Pria bersepatu cats, yang tak lain adalah satpam museum yang bertugas di siang harinya, menjawabnya dengan ketakutan.
"Alfon sama Slamet pasti tidak tau Pak. Saya berani jamin. Apalagi Bambang, kan dia orang baru. Baru dua minggu kerja. Naa, kalo Mamat itu, saya tidak tau Pak. Orangnya misterius, tidak suka ngobrol sama kita-kita", tambahnya.
Pak Jenderal tak menjawab, diam seribu bahasa. Rupanya dia masih belum mengetahui keberadaan kelompok Teratai Biru. Itu adalah informasi baru dari pihak kepolisian yang masih top secret, rupanya.
*****
Hotel Mandarin, Bundaran Ibu Kota, Kamar 77, Pukul 11.00
Seorang pria berbadan hitam kurus tak terawat sedang menyetubuhi seorang gadis cantik bertubuh tinggi montok dan berkulit putih. Si pria bernafsu sekali dengan gerakan maju mundur pinggulnya. Mulutnya yang tonggos menghisapi dada montok gadis itu. Kedua tangannya menahan kaki gadis yang mulus itu ke ke samping badan, sehingga penetrasinya bisa maksimal. Gerakan pantatnya tiba-tiba terhenti. Pilar kejantanannya menghunjam dalam-dalam. Kepalanya terangkat ke atas, dan dari mulutnya keluar kata-kata yang tak jelas. Entah itu sumpah serapah ke pemerintah daerah ataupun pujian ke surga. Kemudian ambruklah dia karena kelelahan dan penuh kepuasan. Maklum, gadis itu benar-benar mirip bintang film hongkong yang sering dia lihat di bioskop murahan Pasar Senin karena dia cuma buruh kelas rendahan.
Belum lima menit rebahan di atas tubuh yang putih montok itu, pria tersebut mengangkat kepalanya dengan terkejut. Demikian pula dengan gadis itu, terhenyak bangun sambil berusaha menutup tubuhnya yang masih telanjang.
"Lho kamu", ujarnya terkejut sekaligus ketakutan melihat seorang pria yang telah berdiri di samping ranjang.
Maklumlah, pria itu memegang sebuah pistol dengan peredam suara.
"Jubb.., jubb.., jubb..".
Tiga peluru menembus tubuhnya yang telanjang. Satu di kepala, dua di punggung.
"Jubb..", satu peluru lagi menghantam si gadis di bagian kepala.
"Jubb", satu lagi di leher.
Keduanya tewas seketika dengan bermandikan darah dan keringat.
Sepuluh menit kemudian, pria misterius itu nampak meninggalkan kamar dan berlari ke arah tangga darurat. Tangan kirinya menenteng sebuah tas kulit hitam. Dengan telepon genggamnya, dihubunginya sebuah nomor.
"Halo Pak Jenderal, Berhasil Pak", katanya.
"Bagus, kamu pagi-pagi ke tempatku", perintah suara di telepon.
Pria tersebut menutup teleponnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Anak buahnya sendiri aja sampai kagak tau kalau dia punya rencana cadangan. Bekas orang intelijen sih", pikirnya dalam hati.
"Aku hebat juga, Pak Bos sama Engkong aja nggak kepikiran, ha.., ha..", pikirnya bangga.
"Goblok juga si Bejo, kagak periksa ruang kafetaria tempat si Mamat ngumpet. Malah kesenengan ngintip, ha.., ha.., Hebat Pak Jenderal, semuanya sampai udah diperhitungkan", katanya dalam hati dengan penuh takjub.
Segera dinyalakannya mesin dan dikemudikannya mobilnya ke arah Pelabuhan Ratu.
*****
Villa Mewah Di Pelabuhan Ratu
Seorang gadis berbadan putih telanjang sedang bersetubuh dengan posisi di atas membelakangi pasangannya. Kedua belah pahanya yang mulus bersimpuh di atas badan telanjang seorang pria setengah baya. Kedua tangannya memegang erat lutut di depannya untuk memudahkan goyangan pinggulnya. Pria yang berada di bawah, meletakkan telepon genggamnya di atas meja samping. Diremasnya kedua belah dada yang tak terlalu montok namun padat itu dari belakang. Kemudian dibelainya kedua belah lengan dan tubuh gadis yang tak terlalu tinggi tapi langsing itu.
"Ha.., ha.., aku memang jenderal terhebat di seluruh dunia", tawanya keras.
Si gadis nampak tak peduli dan tetap meneruskan goyangannya. Sudah terlalu sering dia mendengarkan bualan dan khayalan para pejabat di atas tempat tidur.
*****
Tampaknya semuanya sudah tersingkap, siapa saja para pelaku dan dalang pencurian berlian Kohinoor. Tapi jangan senang dulu, bagian ketiga pada sequel cerita berikutnya (Sang Dalang) bakal membuktikan bahwa anda semua keliru, pihak yang anda sangka sebagai dalang, sebenarnya masih sekedar 'pion'. Akhir cerita akan benar-benar di luar dugaan, dimana si dalang sesungguhnya, benar-benar sangat professional dalam mempermainkan semua lawannya.
Markas Polisi Pusat, Jalan Tanah Abang 13
Dua minggu lewat sudah setelah kasus pencurian berlian Kohinoor dari museum nasional. Inspektur polisi yang baru, kolonel Budi, nampak berada di kantornya yang baru. Koran dan majalah menumpuk di atas mejanya. Semuanya memiliki berita utama yang berkaitan dengan pencurian berlian Kohinoor.
Kompas: Pencuri berlian Kohinoor ditemukan tewas
"M, petugas kafetaria museum nasional, yang menghilang dan buron sejak terjadinya pencurian berlian Kohinoor ditemukan tewas terbunuh di sebuah kamar hotel berbintang. Di dalam pipa toilet kamar mandi, ditemukan dokumen dalam keadaan rusak berat. Berkat keahlian pihak kepolisian, dokumen tersebut bisa diidentifikasikan sebagai tiket pesawat menuju ke sebuah negara di daerah segitiga emas, paspor, dan surat-surat keterangan perjalanan. Diduga pencuri berlian yang naas itu dibunuh oleh teman atau atasannya sendiri yang kemudian mengambil berlian milik raja Nepal tersebut. Bersamanya juga ditemukan tewas seorang gadis yang diduga adalah perempuan panggilan kelas tinggi. Peluru-peluru yang menewaskan keduanya berasal dari senjata laras pendek yang biasa dijumpai di pasar gelap.."
Suara Pembaruan: Tragedi Brigadir Jenderal Purnawirawan Ahmad
"Sejak meninggalnya istri yang dicintainya dua tahun lalu, Kolonel kemudian Brigadir Jenderal Purnawirawan Ahmad selalu berada dalam situasi yang menyulitkan. Inspektur polisi yang terkenal jujur ini sudah lama berangan-angan memberantas praktek gelap mafia di negara ini. Belum usai dengan tugasnya, posisinya kembali terancam bahkan akhirnya terguling dengan skandal pencurian berlian Kohinoor dua minggu yang lalu. Jenderal purnawirawan Ahmad diberitakan meninggalkan ibu kota untuk mengunjungi satu-satunya puteranya yang bertugas sebagai dokter di sebuah desa kecil di Timor Barat. Selanjutnya, beliau merencanakan untuk menikmati masa pensiunnya di tempat yang jauh. Jauh dari semuanya yang mengingatkannya ke tragedi beruntun yang dialaminya.."
Pikiran Rakyat: Di mana berlian Kohinoor sekarang?
"Meskipun buron utama pencurian berlian Kohinoor telah ditemukan tewas, berlian yang konon berharga lebih dari empat ratus pesawat jumbo jet itu masih belum ditemukan. Ada banyak spekulasi yang mengatakan tentang adanya keterlibatan kelompok mafia yang berasal dari dalam negeri. Namun spekulasi lain mengatakan bahwa sebenarnya konspirasi pihak mafia internasional yang mendalangi semuanya ini. Jika benar demikian, pantas untuk dikhawatirkan bahwa berlian Kohinoor sudah tidak berada di negara ini lagi, mengingat bahwa transportasi laut antar perbatasan praktis tak lagi terkontrol. Sebuah sumber mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sedang menjalin kemungkinan kerja sama kepolisian atau bahkan militer dengan negara-negara lain di asia tenggara guna memperoleh kembali berlian tersebut.."
Pos Kota: Tewas setelah mendapat kenikmatan sekali seumur hidup
"M, penjaga kafetaria museum nasional, buron utama pencurian berlian Kohinoor ditemukan tewas di sebuah kamar hotel mewah di ibu kota. Badannya ditemukan menelungkup di atas badan mahasiswi cantik berbadan tinggi montok serta putih mulus. Keduanya tewas dalam keadaan telanjang setelah selesai melakukan hubungan intim. Ini dibuktikan oleh visum dokter rumah sakit tentara yang menemukan cairan mani yang masih segar di dalam tubuh mahasiswi tersebut. Seperti diberitakan oleh pihak kepolisian, keduanya tewas oleh lima buah peluru yang ditembakkan dari jarak dekat. Sebuah sumber menspekulasikan bahwa pembunuh berdarah dingin tersebut sempat menonton permainan ranjang temannya sampai selesai. Diberinya temannya kesempatan guna mendapat kenikmatan sekali seumur hidup sebelum akhirnya nyawanya dihabisi. Tidak 'terlalu' jahat rupanya.."
Bernas: Dua gadis pencurian berlian Kohinoor ditemukan tewas
"Pihak kepolisian memastikan bahwa perempuan yang tewas tertembak bersama pencuri berlian Kohinoor di sebuah kamar horel berbintang adalah salah seorang gadis yang berada di museum pada saat pencurian berlangsung. Sementara itu pada lokasi yang terpisah, namun pada waktu yang hampir bersamaan, gadis kedua ditemukan juga tewas terjatuh di tebing pesisir pantai selatan di daerah Pelabuhan Ratu. Seperti yang telah diberitakan oleh pihak kepolisian, kedua gadis tersebut adalah perempuan panggilan kelas atas yang disewa guna mengalihkan perhatian ketiga satpam yang bertugas di museum. Meskipun tidak ada bukti yang kuat, dapat diduga bahwa dalang pencurian berlian Kohinoor telah berusaha dan berhasil menghilangkan jejak semua orang suruhannya.."
Belum selesai membaca semua headline berita yang ada, inspektur Budi dikejutkan oleh dering telepon di mejanya. A Hong, Bos Naga Hijau menelepon.
"Pokoknya ini adalah urusan antara Naga Hijau sama kelompok jenderal bangsat itu", katanya.
"Aku ndak mau pihak kepolisian terlibat", tambahnya.
Di sebuah gudang besar, nampak tubuh seorang laki-laki terbujur dekat kakinya dengan badan hancur. Sambil disepaknya muka Pak Tom yang sudah tak bernyawa itu dengan kakinya, dia berkata dengan geram.
"Setelah peristiwa di museum, aku tak percaya lagi dengan semua anak buahku. Aku pasang alat perekam di setiap telepon genggam mereka sampai akhirnya tertangkap juga sebenarnya siapa si tikus celurut", katanya dengan napas memburu.
"Ndak, ndak", katanya lagi.
"Aku ndak dapet itu berlian, cuma duit sekantong. Itu berlian pasti udah di tangannya jenderal. Tapi aku ndak mau pihak kepolisian turut campur. Biar aku saja yang memberesinya"
"Lalu apa rencanamu?", tanya suara di seberang.
"Perang total", kata A Hong lagi.
"Aku memang dari dulu pengin menghabisinya. Sekarang aku punya alasan. Atur saja anak buahmu biar ndak ada yang ketembak"
Si engkong yang duduk di sudut ruangan nampak manggut-manggut. Dia juga memegang sebuah gagang telepon yang disambungkan paralel.
"Anggap aja kerjasama kita soal berlian udah bubar. Ndak ada kontak lagi. Sekian aja", tegasnya.
"Kita dapet berlian atau ndak, bukan urusanmu lagi. Kalo situ ikutan campur, kita bongkar keterlibatanmu", ancamnya.
Inspektur polisi Budi hanya bisa menelan ludah. Pupus sudah harapannya untuk mendapat komisi dari pencurian berlian.
"Tapi posisi inspektur kepala sudah lumayanlah", katanya menghibur diri.
Belum selesai dia termenung, Timbul, anak buahnya yang setia datang menghadap.
"Siap buat transfer satpam Alfon, Slamet, dan Bambang, Pak", katanya hormat.
"Jaga yang bener, jangan sampe kabur", perintahnya dengan tanpa semangat.
Anak buahnya segera berlalu untuk memindahkan ketiga satpam malang itu ke rumah tahanan resmi, Cipinang, sambil menunggu masa pengadilan.
*****
Presidential Suite, Hotel Delta, Darwin, Australia
Tampak duduk seorang pria setengah baya berpakaian rapi bertipe pejabat bersama tiga orang bule. Dua dari orang bule itu berbadan kekar. Lengan kanan atas mereka bertato roda merah bersayap. Keempatnya sedang menonton TV saluran sembilan, berita luar negeri. Seorang wartawan bule cantik sedang memberitakan skandal pencurian berlian Kohinoor yang rupanya sudah menjadi berita internasional.
"The Indonesian government has announced its coalition with seven other countries in southeast asia to retrieve back the stolen diamond. These include Singapore, Malaysia, Thailand, Philippines, Vietnam, Myanmar and Laos. Among other things, the coalition will involve military action towards the golden triangle region. The United States and the other western countries, including Australia and New Zealand are out of the coalition but are willing to provide any necessary military supports and logistics against what they call global terrorism. China, Russia, India, Pakistan, and Nepal are against the coalition. They suggest that clear proves and evidents be required before making such violent action that may harm civilian, mostly poor peasants, living in the region. Meanwhile, the largest group of warlords in the golden triangle, known as The Blue Lotus, have denied their involvement in the diamond scandal. They have said that the diamond is merely an excuse to launch a huge military action against them.
Other news from Indonesia includes the escalating violence between two rival gangs, the winning of their national soccer team against Brazil, and a success story of one of the former president Suharto's daughters, nick named as Tutut, starring in soap opera series. These can be.."
("Pemerintah Indonesia telah mengumumkan koalisinya dengan tujuh negara asia tenggara lain untuk mendapatkan kembali berlian yang dicuri. Ini meliputi Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar dan Laos. Di antara hal-hal lainnya, koalisi tersebut akan melibatkan tindakan militer terhadap kawasan segitiga emas. Amerika dan negara-negara barat lain, termasuk Australia dan Selandia Baru tidak termasuk dalam koalisi tapi bersedia memberikan dukungan militer maupun logistik yang dibutuhkan untuk memerangi apa yang mereka sebut sebagai terorisme global. Cina, Rusia, India, Pakistan dan Nepal memerangi koalisi tersebut. Mereka menghimbau bahwa sebaiknya diperlukan pembuktian yang jelas terlebih dulu sebelum melakukan tindakan kekerasan yang akan menyebabkan banyak penderitaan di kalangan sipil, utamanya adalah masyarakat kecil. Sementara itu, kelompok penguasa terbesar di kawasan segitiga emas, yang dikenal sebagai Teratai Biru, telah menyangkal keterlibatannya dalam skandal berlian tersebut. Mereka mengatakan bahwa skandal berlian tersebut hanyalah alasan untuk melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap mereka.
Berita lain dari Indonesia antara lain meliputi meningkatnya kekerasan antara dua geng yang saling bersaing, kemenangan tim sepak bola mereka terhadap Brazil, dan cerita sukses salah satu anak perempuan mantan presiden Suharto yang akrab dipanggil Tutut, yang membintangi sebuah seri opera sabun. Ini bisa jadi..")
"Hm", pria bule yang duduk di tengah berpikir keras sambil mematikan TV.
"You did a marvelous job, i think. You've made the two rival gangs fighting each other (Anda telah melakukan pekerjaan yang hebat, saya rasa. Anda telah menyebabkan dua gang yang saling bersaing untuk berperang)"
"I never like both of them, anyway (Lagipula, saya memang tidak pernah menyukai mereka keduanya)", jawab si pria bertampang pejabat itu.
"That poor guy never met me before. It is hard to recognize face and voice though, especially if you see somebody only from TV or newspaper (Orang malang itu belum pernah bertemu dengan saya sebelumnya. Sulit untuk dapat mengenali wajah maupun suara seseorang, apalagi jika anda hanya melihat orang tersebut melalui TV ataupun koran)", ujar si pejabat.
"So, he thought you were the real general and gave the diamond to you (Jadi, dia pikir anda adalah benar-benar si jenderal hingga memberikan berlian itu pada anda)", sambung si bule mulai paham dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"His boss caught him and killed him. Poor that general, he got blamed. Hey, i am also a general, i just got my last promotion before retiring (Bosnya telah menangkap dan membunuhnya. Kasihan si jenderal itu, dia yang kemudian dipersalahkan. Hei, saya juga seorang jenderal, saya baru saja mendapatkan kenaikan pangkat sebelum pensiun)", kata si Bapak pejabat itu lagi tertawa-tawa.
"Ok, then you gave my rival, The Blue Lotus, a bad name and even facing military action. Thanks alot (Baik, lalu anda memberikan pesaing saya, Teratai Biru, nama yang buruk dan bahkan harus menghadapi tindakan militer. Terima kasih banyak)", tambahnya.
"Hey, it was easy. I spreaded rumours a while ago that they might be active in Indonesia. My people really thought that it's an official. Even the president believed. Not my mistake, though. I was just spreading unofficial rumours, no proof, no liability (Hei, itu mudah. Saat itu saya hanya menyebarkan isu bahwa mereka mungkin saja akan aktif di Indonesia. Masyarakat saya pikir, pernyataan saya itu resmi. Bahkan presiden pun percaya. Bukan salah saya, saya hanya menyebarkan isu tidak resmi, tanpa bukti, tanpa pertanggungjawaban)", katanya sambil tersenyum.
"Yeah, this reminds me of that Bush guy (Yah, ini mengingatkan saya pada si Bush itu)", kata si bule lagi manggut-manggut.
"Yup, no real proof, but committed action. Then what do you want to do to that guy, the new chief inspector? (Yap, tanpa bukti nyata, hanya gembar-gembor. Lalu apa yang ingin anda lakukan pada orang itu, si inspektur kepala yang baru?)", tanyanya ingin tahu.
"I have my own plan (Saya sudah memiliki rencana sendiri)", jawab si Bapak.
"I will not tell you, but i will guarantee that he will step down next month. I have all evidences that he was involved in the failed diamond theft (Saya tidak akan memberitahukan anda, tapi saya jamin bahwa ia akan jatuh pada bulan depan. Saya telah memiliki semua bukti bahwa ia terlibat dalam usaha pencurian berlian yang gagal tersebut)", ujarnya lagi.
"Anyway, i have to go now. Thanks for the diamond, nice working with you (Omong-omong, saya harus pergi sekarang. Terima kasih atas berliannya) ", kata si bule sambil menepuk tasnya.
Dua orang pengawalnya segera bangkit.
"The Red Wings would like to appreciate your cooperation (Sayap Merah menghargai kerja sama anda)", katanya lagi.
"How did you get away with the customs? (Bagaimana cara anda melalui pemeriksaan pabean?)", tanyanya penasaran sambil membuka pintu.
"Hey, i am a general. Nobody dares checking my luggages in the country (Hei, saya jenderal. Tidak ada yang berani memeriksa barang bawaan saya di tanah air saya)", ujar sang pejabat yang ternyata jenderal dengan santai.
"And then you picked me from Kupang using your private plane and flew directly to Darwin. Instead, i did not know what you did with the immigration officer in Darwin (Dan kemudian anda menjemput saya dari Kupang dengan pesawat pribadi dan terbang langsung ke Darwin. Sebaliknya, saya tidak tahu dengan apa yang telah anda lakukan dengan petugas imigrasi di Darwin)", tambahnya lagi.
Si bule hanya tersenyum.
"He's one of our guys. He didn't know about the diamond though (Dia adalah salah satu orang kami. Lagipula dia tidak mengetahui tentang berlian tersebut)", katanya sambil berlalu.
*****
Bar Hotel Delta, Darwin, Australia, 15 Menit Kemudian
Pak Ahmad, polisi teladan yang terkenal jujur dan pemilik tujuh tanda jasa tingkat propinsi dan nasional menghela napas panjang.
"Akhirnya, aku bisa juga pensiun dengan tenang", katanya.
Diambilnya sebuah kertas kecil dari saku baju sebelah kirinya. Itu adalah receipt dari transaksi untuk the National Swiss Bank. Dihitungnya jumlah angka nol yang ada.
"Masih tetap sama", katanya sambil tersenyum.
"Dollar Amerika lagi", tambahnya.
Kemudian dirogohnya kembali saku yang sama. Paspor baru warna biru. Tidak jelas milik negara mana. Tapi bukan Indonesia yang pasti. Nampak pas fotonya di halaman yang kedua. Dan Bambang Santoso, begitu nama di bawahnya.
TAMAT
Museum nampak lengang. Sepeda motor bebek hitam milik satpam yang bertugas siang hari baru saja meninggalkan kompleks museum. Satpam pengganti nampak hendak menutup pintu gerbang, ketika entah dari mana asalnya, muncul dua orang gadis cantik.
"Bisa pinjam teleponnya Pak? Mobil kami mogok..", tanya gadis yang berambut ikal.
Satpam yang berbadan pendek itu tampak bengong. Perasaannya mengatakan bahwa tidak ada mobil mogok di dekat daerah ini.
"Bisa nggak Pak?", tanya gadis itu lagi.
"Iya, iya Non", jawabnya tanpa mampu berkonsentrasi.
Maklumlah, keduanya benar-benar mirip bintang film hongkong yang sering dilihatnya di bioskop murahan Pasar Senin.
Pintu depan gedung museum sudah tertutup rapat. Mereka bertiga menuju ke bagian samping gedung.
"Mogoknya di mana Non?", tanya si satpam sambil melirik ke dada montok berlapis baju kaos tersebut.
Rok ketat di atas lututnya membungkus pinggul yang bundar serta menampakkan belahan betisnya yang putih mulus. "Sebelah sana", jawab gadis yang satunya lagi dengan sembarangan.
Gadis berambut lurus itu mengenakan baju tanpa lengan dan celana panjang ketat. Tidak terlalu tinggi posturnya namun langsing badannya. Satpam yang rambutnya sudah mulai memutih itu menelan ludah.
"Kagak montok sih, tapi buah dada sama pinggulnya lumayan padet", pikirnya.
Walaupun umurnya sudah cukup tua, tapi masih suka barang jorok juga dia rupanya.
Dalam ruang petugas keamanan, dua orang petugas satpam yang lain tampak terkejut dan segera bangkit dari kursinya melihat kedatangan dua orang gadis cantik itu. Sementara gadis yang berambut ikal sedang sibuk memakai telepon, Alfon, satpam asal Irian yang berambut keriting memperkenalkan diri. Badannya kekar, berumur sekitar empat puluhan. Rupanya dia adalah satpam kepala. Gadis yang berambut lurus tersebut mengaku mahasiswi Fakultas Ekonomi di sebuah universitas swasta.
"Kalau temen saya itu di fakultas sospol", ujarnya memperkenalkan temannya.
Dengan pandangan mata yang menelanjangi, Alfon pun memperkenalkan kedua satpam temannya. Slamet yang berumur sembilan belas tahun dan bertampang cukup tampan, Bambang yang bertubuh pendek dan berambut ubanan.
"Eh, maap keliru, kebalik", katanya konyol.
"Ini Slamet, yang ini Bambang", koreksinya.
Tak bisa berkonsentrasi dia rupanya. Maklumlah, gadis yang berdiri di depannya benar-benar mirip bintang film Hongkong yang sering dilihatnya di bioskop murahan Pasar Senin itu.
Sementara itu, seseorang bersepatu lars berjalan mengendap-endap memasuki balairung (ruang utama) museum. Diarahkannya pandangan matanya ke jendela besar ruang petugas keamanan yang menghadap ke ruang utama. Rupanya pria tersebut bermata elang. Jarak dari tempatnya berdiri hingga ke ruang petugas keamanan ada berjarak sekitar dua puluh meteran. Tak ada halangan baginya untuk memastikan bahwa kedua gadis cantik dan ketiga satpam tersebut sedang berbincang-bincang. Cukup terang memang, lampu dalam ruang tersebut.
Sekali-sekali terdengar tawa mereka.
"Ini bentar lagi mau kawin Non", ujar Alfon dengan suara lantang memegangi bahu satpam Bambang.
Satpam muda itu nampak malu-malu.
"Lho, belum pacaran kok udah mau langsung kawin?", goda si gadis berambut lurus.
"Rugi kamu 'mBang", tambahnya.
Di sudut ruangan, kelihatan gadis yang ber-rok mini sedang duduk santai menikmati teh kotak. Satpam Slamet berdiri di belakangnya memijati lehernya yang putih mulus.
"Pindah sini dong", perintah gadis itu dengan sembarangan sambil menunjuk ke pundak sebelah kirinya.
"Iya, iya non", satpam Slamet menurut saja bagaikan kerbau yang dicocok hidungnya.
Matanya terus melotot ke belahan montok di bawahnya. tampaknya ketiga satpam tersebut tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
"Bagus, semuanya berjalan sesuai dengan rencana", pikir pria bersepatu lars itu.
Dialihkan pandangannya ke sebuah kotak kaca berukuran satu kali satu meter di tengah ruang utama museum. Penerangan remang-remang dalam ruang tersebut tidak menghalangi pandangannya. Sebuah berlian sebesar bola baseball tersimpan dengan aman. Berlian dua puluh empat karat milik raja Nepal yang sedang dipinjamkan kepada pemerintah Indonesia untuk dipamerkan. Berlian Kohinoor. Semua orang tahu itu. Rupanya pria tersebut memiliki maksud buruk. Pandangan matanya beralih ke kafetaria kecil yang terletak persis di samping ruang petugas keamanan.
"Tumben pulang awal si Mamat hari ini. Lagi males buat bersih-bersih kali", pikirnya tanpa ada rasa curiga sedikitpun.
Dengan gesit, pria tersebut berlari kecil ke ruang perkakas di sebelah belakang gedung museum. Rupanya pintunya tak terkunci. Rupanya pria tersebut bersembunyi dalam ruang tersebut dan baru muncul setelah museum tutup. Ahli kunci palsu dia rupanya, atau jangan-jangan ada koneksi dengan orang dalam? Diambilnya sebuah tangga lipat. Persis di muka pintu darurat di samping kamar perkakas, dibukanya tangga itu. Sambil berdiri di puncak tangga, diraihnya sepasang kabel yang menuju ke alarm pintu darurat. Dengan menggunakan sebuah tang kecil, dikupasnya kabel warna merah. Dari saku bajunya, dikeluarkannya sebuah perkakas kecil, sebuah pembangkit tenaga listrik mini dengan tenaga baterai kecil. Disambungkannya alat tersebut ke kabel yang telah terkelupas.
Diarahkan tang kecilnya ke kabel warna merah di antara kawat yang telah terkupas dan alarm pintu. Tangan sebelahnya siap menekan tombol 'on' pada perkakas kecilnya. Dengan cekatan, dipotongnya kabel warna merah, dan pada saat yang sama dioperasikannya perkakas mini itu. Sinyal lampu alarm di ruang penjaga keamanan sempat berkedip sepersekian detik, namun itu belum cukup lama untuk dapat membangkitkan sistem alarm. Semua pintu dan jendela, kecuali pada ruang penjaga keamanan, disambungkan ke sebuah sistem alarm dengan sumber arus listrik DC. Alarm akan berbunyi jika aliran listrik menuju sistem sentral alarm terputus, entah karena pintu atau jendela terbuka, maupun karena kabel diputuskan. Namun semua orang tahu, semua sistem memiliki kelemahan, bahkan untuk yang tercanggih sekalipun. Benar-benar professional pria tersebut rupanya. Dikembalikannya tangga lipat ke dalam kamar perkakas. Dengan mengendap-endap, pria tersebut melintasi ruang utama museum menuju ruang petugas keamanan. Sama-sekali tak terdeteksi gerakannya. Maklum, ruang utama museum boleh dikatakan sangat gelap.
tampak satpam Slamet sedang duduk di lantai melotot ke pangkal paha gadis ber-rok mini yang duduk persis di mukanya. Kedua belah tangannya sibuk meraba dan memijiti kakinya yang putih.
"Gatel nih jempolku", kata gadis tersebut manja sambil menikmati teh kotaknya.
"Iya, iya Non", jawab Slamet menelan ludah.
Dipindahkan tangannya ke telaPak dan jari-jari kaki yang teramat sempurna itu.
"Duh, jadi malah tambah gatel", protes gadis itu lagi sambil mengangkat kaki dan memasukkan jempolnya ke mulut Slamet.
Kurang ajar sekali, mentang-mentang mahasiswi fakultas sospol. Tetapi konyolnya Slamet menurut saja, malah menikmatinya mungkin. Dihisap dan dijilatinya jempol, jari kaki, dan kaki bagian bawah gadis itu degan penus nafsu.
Gadis yang lain nampak duduk di pangkuan satpam Alfon. Dia tak peduli dengan tangan si Irian yang membelai-belai lengan putih mulusnya.
"Kamu ganteng-ganteng gitu, belum pernah ngerasain punya cewek ya 'mBang?", tanyanya menantang.
Satpam muda yang duduk di mukanya itu jadi bertambah gerah. Maklum, calon istrinya, si Murni, adalah gadis polos dengan sopan-santun desanya.
"Sini saya ajarin", kata gadis bercelana ketat itu sambil melompat turun.
Dengan santainya dibukanya celana biru satpam muda itu. Berikut celana dalamnya.
"Masih perjaka ni yee", ujar gadis tersebut sambil mengurut-urut benda hitam di depannya yang mulai mengeras.
"Belum pernah diPakai ya?", katanya sambil memasukkan benda itu ke mulutnya.
Mulutnya naik-turun dengan mata menatap ke wajah Bambang yang meringis-ringis merasakan kenikmatan.
"Pelan-pelan, nanti keluar", kata gadis yang satunya lagi sambil bangkit dari kursi.
Satpam Slamet sempat terjengkang ke belakang. Satpam Alfon tertawa-tawa melihat tingkah konyol kedua anak buahnya itu.
"Aku pengin nyicipin punya perjaka cakep", ujarnya sambil membungkuk.
Gadis berambut lurus itu 'menyerahterimakan' benda keramat itu kepada rekannya.
"Enak mana sama ini?", tanyanya menantang.
Berbeda dengan gerakan temannya, gadis itu menjilat di bagian ujung penis hingga semakin lama semakin membesar diameternya.
"Semakin mesum semakin bagus", ujar pria bersepatu lars tersebut dalam hati.
Dengan merangkak di bawah jendela besar ruang petugas keamanan, pria tersebut berjalan ke kamar mandi. Dia berjalan ke lorong sempit antara kamar mandi dan sebuah ruangan yang lain. Lorong tersebut lebarnya sekitar satu setengah meteran. Ember pel dan perlengkapan pembersih lantai lainnya biasanya diletakkan di situ. Dengan cekatan, direntangkannya kedua belah kakinya ke kedua tembok di samping kiri dan kanan. Dipanjatnya lorong tersebut dengan lincah. Tidak keliru dia memilih untuk mengenakan sepatu lars.
Di bagian atas, terletak sebuah kabel yang bagi orang awam mungkin tak ada artinya sama sekali. Dengan cara yang sama seperti sebelumnya, diaktifkannya alat pembangkit tenaga listrik DC di situ. Pria tersebut tahu persis kalau kabel tersebut menghubungkan alarm pada penutup kaca berlian Kohinoor ke ruang petugas keamanan, sekaligus ke kantor polisi yang terletak sekitar enam blok dari situ. Sekali lagi, benar-benar professional pria itu. Dengan cekatan, pria itu menuruni tembok dan kembali merangkak melintasi dapur, ruang petugas keamanan, dan ke ruang utama. Namun, tiba-tiba pria tersebut berubah pikiran. Keningnya sedikit mengkerut. Wajahnya mendadak berubah menjadi mesum. Dia merangkak kembali ke bawah jendela petugas keamanan.
Sementara itu, satpam Bambang bertambah ngos-ngosan ketika kedua gadis cantik itu telah melahap kelelakiannya secara bergantian.
"Kuat juga nih, si perjaka", kata si gadis berbadan langsing.
"Nggak keluar-keluar", ujarnya penasaran.
"Kalo Pake yang ini pasti keluar Non", ujar satpam Alfon yang dengan kurangajarnya meremas pantat gadis itu dari belakang.
Bukannya marah, si gadis dengan gerakan kakinya, malah membantu Alfon melepaskan celana panjang ketat sekaligus celana dalamnya. Si satpam Irian itu bertambah mesum mukanya memandangi badan setengah telanjang dan putih mulus di depannya.
"Lepasin ya Pak", kata gadis yang berambut ikal itu tak mau kalah.
"Iya, iya Non", jawab satpam Slamet sambil merogohkan tangannya ke pangkal paha gadis itu.
Si gadis dengan santainya berjalan ke arah si satpam tampan. Satpam Slamet masih bengong memegangi sebuah celana dalam perempuan di tangan kirinya.
"Aku duluan ya", ujar gadis itu sambil mengangkat rok ketatnya.
Sambil duduk berjongkok di atas badan satpam Bambang, dimasukkannya benda hitam mengkilat tersebut di antara selangkangannya yang putih. Kontras benar dengan badan Bambang yang coklat hitam.
"Enak nggak?", katanya sambil menggerakan pinggulnya ke atas bawah.
Hangat dan erat terasa di dalamnya. Halus dan lebat terasa rambut kelaminnya di sebelah luar.
"Gantian dong", kata gadis yang lain sambil menepis tangan Alfon yang dari tadi sibuk masih meremasi pantat dan pahanya.
Kembali satpam Bambang menahan napas, menyaksikan gadis itu menjepit kelelakiannya dengan lubang surgawi yang terletak di pangkal dua paha yang mulus. Bulunya tidak selebat rekannya, namun gosokan pangkal pahanya terasa bak sutera. Goyangan maju mundurnya membuat Bambang tak berdaya lagi. Pijitan-pijitan kuat disertai rasa licin yang menggelikan melebihi kekuatan keperjakaannya.
Pria bersepatu lars itu hanya mampu menelan ludahnya menyaksikan kedua gadis itu sedang merenggut keperjakaan si satpam muda yang sebentar lagi mengakhiri masa lajangnya itu. Keduanya berjongkok di lantai dengan tangan mengurut batang kelelakian si satpam. Mereka berebutan melahap cairan keperjakaan yang menurut orang berkhasiat untuk obat awet muda. Satpam Alfon tertawa-tawa sambil melepas semua Pakaiannya. tampak badannya yang hitam dan berbulu lebat. Satpam Slamet yang dari tadi hanya bengong akhirnya ikut-ikutan telanjang.
"Perintah dari atas sudah turun ini", pikirnya.
Sampai di situ, si pria bersepatu lars ini akhirnya tak mampu menahan hasratnya lagi. Bergegas dia menuju ke kamar mandi untuk menunaikan hasrat kelelakiannya.
Lima menit kemudian, si pria bersepatu lars itu nampak baru keluar dari kamar mandi. Mukanya berkeringat.
"Kurangajar cewek-cewek itu, bikin gua jadi kayak amatiran aja", makinya dalam hati.
Kembali dia merangkak ke ruang utama museum. Masih saja sempat dia melirik ke belakang. tampak satpam Timbul yang telanjang di bagian bawah tubuhnya, masih tergolek bengong di kursi. Tak ada yang mempedulikannya lagi karena kedua satpam yang lain tengah sibuk dengan urusannya masing-masing.
Si satpam 'gorilla' yang berbadan hitam dan berbulu itu nampak sedang menggendong si gadis yang berambut lurus. Kedua kaki gadis yang mulus itu mengapitnya ke pinggang, sementara tangannya berpegangan ke leher. Satpam kekar itu cukup menggunakan sebelah tangannya untuk menopang pantat padat si gadis. Sambil berjalan kesana kemari, dipastikannya bahwa batang prianya telah menancap sedalam-dalamnya ke dalam liang surgawi gadis tersebut. Tangannya yang lain meremas-remas tubuh putih di depannya. Mulut dengan bibir tebalnya mengigit dan menjilati dada padat gadis itu. tampaknya gadis bertubuh langsing itu juga menikmatinya hingga mulutnya terbuka dan menengadah ke atas. Maklumlah, ukuran Irian, siapa yang tidak akan puas?
Lain halnya dengan gadis berbadan montok yang berambut ikal itu. Sambil berdiri dengan kaki mengangkang, dibiarkannya badan Slamet yang pendek dan kumal itu menempel ketat ke tubuhnya yang mulus. Satpam Slamet memaju-mundurkan pinggulnya dengan penuh semangat, sementara kedua tangannya meremasi pantat dan pinggul montok gadis itu. Namun, si gadis tampak tak menikmati sama sekali. Kedua tangannya tak memeluk tubuh lawan mainnya, melainkan memegangi kaosnya ke atas. Branya menggantung dan terbuka di bagian depan. Mulut si satpam nampak rakus melahap kedua belah dada yang montok dan putih itu secara bergantian.
Pada saat yang bersamaan, pria bersepatu lars tersebut berlari ke pintu belakang gedung museum. Wajahnya nampak lebih cemas daripada sebelumnya. Belum ada tiga langkah pria tersebut melangkah keluar dari pintu belakang, sudut matanya menangkap gerakan cepat di samping kirinya. Terlambat sudah. Sebuah pukulan telak mendarat di tengkuknya. Seorang pria lain, yang mengenakan sepatu cats, dengan gesit memeriksa semua saku korbannya yang tergeletak pingsan. Kemudian dengan tangkas, dipanjatnya pohon mangga yang bersebelahan dengan tembok luar halaman museum. Dengan sekali lompat, mendaratlah dia di seberang luar kompleks museum.
Entah beberapa lama kemudian, si pria bersepatu lars nampak tertatih-tatih melintasi halaman samping kompleks museum. Dari jendela ruang petugas keamanan, dia masih sempat melihat satpam Alfon sedang menyetubuhi kedua gadis itu. Keduanya telanjang bulat dan menungging bersebelahan. Lima goyangan di sini, lima goyangan di situ. Bergantian dan agar adil maksudnya. Tangannya meraba-raba kedua tubuh gadis itu secara bersamaan. Satu tangan buat yang ini, satu tangan yang lain buat yang itu, dengan dada dan pantat menjadi sasaran utama. Adapun kedua satpam yang lain terlihat sudah tergolek tak berdaya.
Pria bersepatu lars tersebut segera meninggalkan kompleks museum melalui pintu gerbang utama yang terlupa belum dikunci. Sebuah mobil warna merah metalik sudah menunggu di sana.
"Cepat masuk", perintah si pengemudi mobil.
Kemudian dengan cepat mobil itu menghilang di kegelapan malam Jalan Sukamiskin.
Sambil berjalan dengan cepat, pria bersepatu cats tadi mengeluarkan sebuah telepon genggam. Wajahnya tegang menunggu respons.
"Halo", terdengar suara di telepon.
"Halo, gagal Bos, nanti saja saya ceritakan di kantor", katanya singkat.
Dimatikan teleponnya, dan segera ia berjalan ke belakang sebuah gardu listrik. Rupanya ini adalah tempat dia menyembunyikan sepeda motornya. Sebuah sepeda motor bebek warna hitam.
*****
Siapakah kedua gadis cantik itu? Siapakah sebenarnya pencuri berlian Kohinoor? Nantikan kelanjutannya dalam sequel berikutnya (Para Pion). Yang pasti, dugaan anda semua dijamin pasti keliru!
Markas Kelompok Mafia Naga Hijau
"Benar-benar goblok kamu!", maki seseorang berbadan gendut.
Siapa lagi kalau bukan A Hong, konglomerat kaya sekaligus bos mafia Naga Hijau tingkat nasional. Obat bius, perek, dan judi, semua dikuasainya. Tangan kanannya memegang sebuah rotan panjang.
"Ampun Bos", teriak seorang pria yang terduduk di lantai ketakutan.
Pria tersebut adalah pria yang mengenakan sepatu lars tadi. Kedua tangan dan lengannya membiru memar bekas pukulan. Dari hidungnya menetes darah segar.
"Bukan salah saya, Bos", katanya kesakitan.
"Sudahlah Bos", kata seorang pria yang lain.
Pak Tom panggilannya. Dia adalah si sopir mobil merah metalik.
"Ini adalah konspirasi tingkat tinggi", katanya membela temannya.
"Maksudmu, si bangsat jenderal pensiunan itu?", tukas si Bos dengan nada tinggi.
"Siapa lagi Bos, kalau bukan dia?", jawab si sopir sambil menolong temannya berdiri.
"Ada satu orang lagi", kata seorang pria tua yang berdiri di sudut.
"Teratai Biru", jawab si engkong kalem.
"Aku barusaja dapet info, itu tuh dari temenmu si polisi. Ini mafia dari daerah segitiga emas yang terkenal dengan transaksi gelap barang-barang berharga", katanya sambil menghisap cerutu mahal buatan Kuba.
"Ini memang spesialisasi mereka", tambahnya lagi.
"Begini teoriku..", katanya lagi sambil berdiri.
"Si jenderal nyuruh seseorang buat ngambil berlian waktu alarm udah mati. Itu waktu Bejo ada di kamar mandi", katanya sambil melotot ke arah pria bersepatu lars bernama Bejo yang nampak bersalah.
"Naa, Teratai Biru juga punya orang suruhan yang nunggu Bejo di luar. Ndak dapet juga dia, soalnya kan Bejo ndak punya berliannya. Si maling yang beneran, masih nunggu dalem gedung dan baru keluar setelah semuanya aman"
Semua orang yang ada di ruangan itu benar-benar kagum dengan ketajaman otak si engkong yang telah berumur sembilan puluh tahun itu.
"Mungkin juga bisa kebalik skenarionya", jelasnya lagi.
"Orangnya Teratai Biru yang ngambil, satunya lagi orangnya jenderal. Pokoknya ini permainan segitiga. Aku ndak bisa lihat siapa lagi yang berani dan mampu ikut-ikutan selain kelompok kita, jenderal, dan Teratai Biru. Ini pencurian tingkat tinggi. Liat, koneksinya ke pihak kepolisian. Belum lagi resikonya. Lagian, liat itu timingnya, gimana mereka bisa tahu? Yang jelas, kita sudah berada di pihak yang kalah", katanya sambil melemparkan sisa cerutunya ke lantai.
"Terus kita harus gimana Kong", tanya si Bos.
"Ada dua hal", kata si engkong tegas.
"Periksa semua jalur telepon dan sistem telekom punya kita. Aku pengin tau apa ada yang menyadap. Aku percaya orang-orang kita semua setia. Kecuali kalo ada yang mulai berani macam-macam", katanya pasti.
"Kedua, telepon cepat itu polisi, bilang aja apa adanya. Kita atur rencana selanjutnya nanti saja", kata sang godfather tegas.
"Baik Kong", jawab A Hong dan segera keluar dari ruangan.
Si engkong duduk di kursi sambil mengambil dan menyalakan sebuah cerutu yang baru.
*****
Markas Polisi Pusat, Jalan Tanah Abang 13
Rapat bersama jarak jauh (conference call) baru saja selesai. Inspektur Ahmad menggeleng-gelengkan kepala tak percaya. Baru saja dia mendapat teguran dari Ibu Negara, gubernur, berikut walikota sekaligus. Dia adalah polisi teladan pemegang tujuh penghargaan propinsi dan nasional. Dialah yang seharusnya bertanggungjawab atas pengamanan museum nasional.
"Dua minggu harus sudah beres, atau pensiun dipercepat"
Masih terngiang kata-kata itu di telinganya.
"Bukan salah mereka", katanya dalam hati.
Raja Nepal bahkan sudah mengancam akan memutuskan hubungan diplomatik plus ganti rugi sekian persen dari anggaran belanja negara.
"Ada berita tentang dua gadis cantik itu?", tanyanya ke ajudan di sebelahnya.
"Belum Pak", jawab kapten Anton.
"Masih buron. Kita telah menyebarkan orang ke semua universitas, akademi, klub malam, dan berbagai tempat. Ciri-cirinya cukup jelas. Ini menurut deskripsi ketiga satpam itu", tambahnya.
"Jangan lupa dengan si pegawai kafetaria. Dia juga masih buron kan?", tanyanya.
"Betul Pak. Keluarganya di desa bilang tidak tau apa-apa. Sudah lima tahun tidak pulang", jawab bawahannya.
"Ada berita baru dari satpam-satpam itu?", tanya Pak Ahmad lagi.
"Tidak Pak, pernyataan mereka belum berubah", jawab si kapten.
"Kedua gadis itu sudah kabur sebelum ketiga satpam itu sadarkan diri dari tidur. Kasihan satpam Bambang Pak, keluarga dan calon istrinya bahkan sempat datang ke sel", katanya lagi.
Inspektur Ahmad hanya mempu menghela napas panjang.
"Orang jujur dan tak tahu apa-apa memang yang biasanya selalu menjadi korban", katanya sambil masuk ke kantornya dan mengunci pintu dari dalam.
*****
Sementara itu, seorang polisi lain nampak bergegas masuk ke kantor wakil inspektur Budi.
"Ada kabar buruk Pak", katanya sambil menutup pintu.
Dari luar kantor, nampak keduanya bersitegang. Wakil inspektur Budi nampak marah.
"Kurang ajar, jenderal bangsat", makinya.
"Kata A Hong, Teratai Biru juga ikutan Pak", ujar kopral Triman.
"Aku sih yang bilang ke engkong tentang info Teratai Biru. Aku sendiri dengar kabar itu dari Pak Ahmad", kata si wakil inspektur dengan nada hati-hati.
"Ini top secret", bisiknya.
"A Hong bilang meetingnya besok, jam sembilan di Hotel Mutiara Pak", kata bawahannya lagi.
Atasannya mengangguk-angguk setuju.
"Ada kabar dari dua perek yang kita sewa itu?", tanyanya.
"Tidak Pak. Orang saya sempat ke tempat mereka, tapi pembantunya bilang sedang pergi luar kota. Dua cewek itu memang laris Pak, banyak pejabat yang suka. Tapi jangan kuatir Pak, tidak ada yang tau kalau kita yang nyewa. Kan kita pakai orang ketiga", kata si kopral.
Kembali atasannya manggut-manggut.
"Itu yang paling penting. Keterlibatan kita dan kelompok Naga Hijau harus dirahasiakan", katanya pelan.
"Pak, nanti kalo Bapak jadi inspektur kepala, jangan lupa sama saya ya", bisik si kopral korup.
Senyum lebar mengembang di wajah atasannya.
"Ah, gagal dapat berlian, tapi gua masih dapat posisi kepala", katanya dalam hati.
"Tapi kalau kedua-duanya bisa dapet, lebih baik lagi", pikirnya agak menyesal.
*****
Vila Mewah di Puncak
Ini adalah villa milik seorang pensiunan jenderal angkatan darat. Sukimin, jenderal berbintang empat, teman baik pejabat-pejabat orde baru maupun orde reformasi. Dia punya bisnis perkebunan, tanaman keras, dan pertambangan yang luar biasa sukses. Kabarnya dia mulai tertarik dengan bisnis kotor batu-batu mulia, penyelundupan maksudnya.
Suasana pagi nampak sedikit terganggu dengan suara-suara kecil di kamar tidur. Seorang Bapak tua sedang menelungkup di atas ranjang dengan dipijit oleh dua orang gadis cantik.
"Jangan malu-malu, apa kamu belum pernah ngeliat orang telanjang", katanya tertawa-tawa.
Gadis manis bertubuh kecil berisi itu menjawab dengan malu-malu, "Belum tuch Pak".
Tangannya kuning langsat tipe orang sunda. Pijatannya ke punggung si bapak nampak canggung. Gadis yang lain nampak sudah terbiasa dengan aktifitasnya. Badannya lebih tinggi dengan warna kulit sawo matang. Wajahnya juga cantik dan berambut sedikit ikal.
"Sini, sini", kata si bapak sambil membalikkan badan dan menarik kaki gadis itu.
Si gadis nampak ketakutan melihat kepunyaan sang jenderal yang hitam.
"Mirip dodol garut yang dijual sama Ibumu di desa ya?", kata si bapak sambil tertawa-tawa.
Dibukanya kedua belah kaki gadis yang mungil itu. Dibaliknya roknya hingga nampak sepasang paha mulus dan celana dalam warna krem di pangkalnya. Pak Jenderal mulai menggosokkan mukanya ke paha sebelah dalam yang halus itu. Rontaan gadis itu tak banyak berguna karena gadis yang lain ikut menelentangkan badannya serta memegangi tangannya.
"Ampun, ampun", teriak gadis itu bertambah ketakutan.
"Pegangi terus", perintah si bandot tua kepada gadis satunya sambil melolosi celana dalam si gadis malang.
Tampak rambut kewanitaannya yang tak terlalu lebat namun halus.
"Aah, ini baru namanya perawan desa", katanya sambil mulai menjilati bibir kelamin si gadis yang masih tertutup.
"Enak", katanya lagi sambil memainkan si daging mungil dengan lidah dan jarinya.
Lalu, sang jenderal bangkit dan merentangkan kedua kaki si perawan desa lebar-lebar. Rontaannya bertambah kuat, namun apa daya, tenaga tak ada.
"Tenang aja", kata gadis satunya yang berkulit sawo matang.
"Entar kalo udah biasa enak kok", katanya santai sambil memegangi kedua pergelangan tangan rekannya erat-erat.
Sementara itu, di ruang tamu villa.
"Tunggu sebentar, Bapak lagi sibuk", kata seseorang berbadan kekar kepada kedua tamunya.
Tamu itu, si pria bersepatu cats tadi malam dan seseorang lagi bertopi pet mengangguk paham.
"Pak Jenderal memang terkenal dengan kesukaannya 'makan' perawan desa yang dipilihnya sendiri dari para pekerja perkebunan teh di sekitar villanya"
Keduanya duduk di kamar tamu yang berkarpet merah dari Itali.
"Biar aku saja yang bicara", bisik si pria bertopi pet.
"Pak Jenderal kenal baik sama aku. Kalem aja", katanya menenangkan temannya yang nampak cemas sekali.
Kembali dengan sang jenderal dengan gula-gulanya.
"Aah", puas wajah Pak Jenderal ketika kelelakiannya berhasil menerobos sampai setengahnya. Tarik lagi, dorong lagi, baru akhirnya masuk semua. Segera ditindihnya badan mungil di bawahnya itu. Kedua tangannya menyingkap kain rok tersebut sampai ke atas dada, kemudian direnggutnya bra penutup kedua belah dada yang padat dan ranum itu.
"Aah", katanya lagi karena puas sambil meremasi kedua benda kenyal itu.
Mulutnya menghisap dan menjilati puting merah muda serta mungil itu. Sementara pinggulnya terus memompa keluar masuk. Wajahnya nampak kegirangan melihat noda darah di sepreinya.
"Aah", katanya lagi seperti kesurupan.
Setengah jam kemudian, Pak Jenderal nampak menjamu kedua tamunya di dalam kamar tidurnya. Badannya masih terbalut handuk di bagian bawah.
"Gampang Pak, kalo cuma ngakalin gerombolannya A Hong. Saya udah dapet semua rekaman teleponnya. Tau persis waktu sama modus operandinya. Tapi saya tidak tau Pak, kalo sampai ada pihak ketiga", kata pria bertopi pet memecah kesunyian.
Pria bersepatu cats sempat melirik ke sepasang gadis cantik yang hendak meninggalkan kamar, ketika Pak Jenderal mulai angkat bicara.
"Setahumu, teman-temanmu tidak ada yang terlibat kan?", tanyanya dengan suara bariton.
Pria bersepatu cats, yang tak lain adalah satpam museum yang bertugas di siang harinya, menjawabnya dengan ketakutan.
"Alfon sama Slamet pasti tidak tau Pak. Saya berani jamin. Apalagi Bambang, kan dia orang baru. Baru dua minggu kerja. Naa, kalo Mamat itu, saya tidak tau Pak. Orangnya misterius, tidak suka ngobrol sama kita-kita", tambahnya.
Pak Jenderal tak menjawab, diam seribu bahasa. Rupanya dia masih belum mengetahui keberadaan kelompok Teratai Biru. Itu adalah informasi baru dari pihak kepolisian yang masih top secret, rupanya.
*****
Hotel Mandarin, Bundaran Ibu Kota, Kamar 77, Pukul 11.00
Seorang pria berbadan hitam kurus tak terawat sedang menyetubuhi seorang gadis cantik bertubuh tinggi montok dan berkulit putih. Si pria bernafsu sekali dengan gerakan maju mundur pinggulnya. Mulutnya yang tonggos menghisapi dada montok gadis itu. Kedua tangannya menahan kaki gadis yang mulus itu ke ke samping badan, sehingga penetrasinya bisa maksimal. Gerakan pantatnya tiba-tiba terhenti. Pilar kejantanannya menghunjam dalam-dalam. Kepalanya terangkat ke atas, dan dari mulutnya keluar kata-kata yang tak jelas. Entah itu sumpah serapah ke pemerintah daerah ataupun pujian ke surga. Kemudian ambruklah dia karena kelelahan dan penuh kepuasan. Maklum, gadis itu benar-benar mirip bintang film hongkong yang sering dia lihat di bioskop murahan Pasar Senin karena dia cuma buruh kelas rendahan.
Belum lima menit rebahan di atas tubuh yang putih montok itu, pria tersebut mengangkat kepalanya dengan terkejut. Demikian pula dengan gadis itu, terhenyak bangun sambil berusaha menutup tubuhnya yang masih telanjang.
"Lho kamu", ujarnya terkejut sekaligus ketakutan melihat seorang pria yang telah berdiri di samping ranjang.
Maklumlah, pria itu memegang sebuah pistol dengan peredam suara.
"Jubb.., jubb.., jubb..".
Tiga peluru menembus tubuhnya yang telanjang. Satu di kepala, dua di punggung.
"Jubb..", satu peluru lagi menghantam si gadis di bagian kepala.
"Jubb", satu lagi di leher.
Keduanya tewas seketika dengan bermandikan darah dan keringat.
Sepuluh menit kemudian, pria misterius itu nampak meninggalkan kamar dan berlari ke arah tangga darurat. Tangan kirinya menenteng sebuah tas kulit hitam. Dengan telepon genggamnya, dihubunginya sebuah nomor.
"Halo Pak Jenderal, Berhasil Pak", katanya.
"Bagus, kamu pagi-pagi ke tempatku", perintah suara di telepon.
Pria tersebut menutup teleponnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Anak buahnya sendiri aja sampai kagak tau kalau dia punya rencana cadangan. Bekas orang intelijen sih", pikirnya dalam hati.
"Aku hebat juga, Pak Bos sama Engkong aja nggak kepikiran, ha.., ha..", pikirnya bangga.
"Goblok juga si Bejo, kagak periksa ruang kafetaria tempat si Mamat ngumpet. Malah kesenengan ngintip, ha.., ha.., Hebat Pak Jenderal, semuanya sampai udah diperhitungkan", katanya dalam hati dengan penuh takjub.
Segera dinyalakannya mesin dan dikemudikannya mobilnya ke arah Pelabuhan Ratu.
*****
Villa Mewah Di Pelabuhan Ratu
Seorang gadis berbadan putih telanjang sedang bersetubuh dengan posisi di atas membelakangi pasangannya. Kedua belah pahanya yang mulus bersimpuh di atas badan telanjang seorang pria setengah baya. Kedua tangannya memegang erat lutut di depannya untuk memudahkan goyangan pinggulnya. Pria yang berada di bawah, meletakkan telepon genggamnya di atas meja samping. Diremasnya kedua belah dada yang tak terlalu montok namun padat itu dari belakang. Kemudian dibelainya kedua belah lengan dan tubuh gadis yang tak terlalu tinggi tapi langsing itu.
"Ha.., ha.., aku memang jenderal terhebat di seluruh dunia", tawanya keras.
Si gadis nampak tak peduli dan tetap meneruskan goyangannya. Sudah terlalu sering dia mendengarkan bualan dan khayalan para pejabat di atas tempat tidur.
*****
Tampaknya semuanya sudah tersingkap, siapa saja para pelaku dan dalang pencurian berlian Kohinoor. Tapi jangan senang dulu, bagian ketiga pada sequel cerita berikutnya (Sang Dalang) bakal membuktikan bahwa anda semua keliru, pihak yang anda sangka sebagai dalang, sebenarnya masih sekedar 'pion'. Akhir cerita akan benar-benar di luar dugaan, dimana si dalang sesungguhnya, benar-benar sangat professional dalam mempermainkan semua lawannya.
Markas Polisi Pusat, Jalan Tanah Abang 13
Dua minggu lewat sudah setelah kasus pencurian berlian Kohinoor dari museum nasional. Inspektur polisi yang baru, kolonel Budi, nampak berada di kantornya yang baru. Koran dan majalah menumpuk di atas mejanya. Semuanya memiliki berita utama yang berkaitan dengan pencurian berlian Kohinoor.
Kompas: Pencuri berlian Kohinoor ditemukan tewas
"M, petugas kafetaria museum nasional, yang menghilang dan buron sejak terjadinya pencurian berlian Kohinoor ditemukan tewas terbunuh di sebuah kamar hotel berbintang. Di dalam pipa toilet kamar mandi, ditemukan dokumen dalam keadaan rusak berat. Berkat keahlian pihak kepolisian, dokumen tersebut bisa diidentifikasikan sebagai tiket pesawat menuju ke sebuah negara di daerah segitiga emas, paspor, dan surat-surat keterangan perjalanan. Diduga pencuri berlian yang naas itu dibunuh oleh teman atau atasannya sendiri yang kemudian mengambil berlian milik raja Nepal tersebut. Bersamanya juga ditemukan tewas seorang gadis yang diduga adalah perempuan panggilan kelas tinggi. Peluru-peluru yang menewaskan keduanya berasal dari senjata laras pendek yang biasa dijumpai di pasar gelap.."
Suara Pembaruan: Tragedi Brigadir Jenderal Purnawirawan Ahmad
"Sejak meninggalnya istri yang dicintainya dua tahun lalu, Kolonel kemudian Brigadir Jenderal Purnawirawan Ahmad selalu berada dalam situasi yang menyulitkan. Inspektur polisi yang terkenal jujur ini sudah lama berangan-angan memberantas praktek gelap mafia di negara ini. Belum usai dengan tugasnya, posisinya kembali terancam bahkan akhirnya terguling dengan skandal pencurian berlian Kohinoor dua minggu yang lalu. Jenderal purnawirawan Ahmad diberitakan meninggalkan ibu kota untuk mengunjungi satu-satunya puteranya yang bertugas sebagai dokter di sebuah desa kecil di Timor Barat. Selanjutnya, beliau merencanakan untuk menikmati masa pensiunnya di tempat yang jauh. Jauh dari semuanya yang mengingatkannya ke tragedi beruntun yang dialaminya.."
Pikiran Rakyat: Di mana berlian Kohinoor sekarang?
"Meskipun buron utama pencurian berlian Kohinoor telah ditemukan tewas, berlian yang konon berharga lebih dari empat ratus pesawat jumbo jet itu masih belum ditemukan. Ada banyak spekulasi yang mengatakan tentang adanya keterlibatan kelompok mafia yang berasal dari dalam negeri. Namun spekulasi lain mengatakan bahwa sebenarnya konspirasi pihak mafia internasional yang mendalangi semuanya ini. Jika benar demikian, pantas untuk dikhawatirkan bahwa berlian Kohinoor sudah tidak berada di negara ini lagi, mengingat bahwa transportasi laut antar perbatasan praktis tak lagi terkontrol. Sebuah sumber mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sedang menjalin kemungkinan kerja sama kepolisian atau bahkan militer dengan negara-negara lain di asia tenggara guna memperoleh kembali berlian tersebut.."
Pos Kota: Tewas setelah mendapat kenikmatan sekali seumur hidup
"M, penjaga kafetaria museum nasional, buron utama pencurian berlian Kohinoor ditemukan tewas di sebuah kamar hotel mewah di ibu kota. Badannya ditemukan menelungkup di atas badan mahasiswi cantik berbadan tinggi montok serta putih mulus. Keduanya tewas dalam keadaan telanjang setelah selesai melakukan hubungan intim. Ini dibuktikan oleh visum dokter rumah sakit tentara yang menemukan cairan mani yang masih segar di dalam tubuh mahasiswi tersebut. Seperti diberitakan oleh pihak kepolisian, keduanya tewas oleh lima buah peluru yang ditembakkan dari jarak dekat. Sebuah sumber menspekulasikan bahwa pembunuh berdarah dingin tersebut sempat menonton permainan ranjang temannya sampai selesai. Diberinya temannya kesempatan guna mendapat kenikmatan sekali seumur hidup sebelum akhirnya nyawanya dihabisi. Tidak 'terlalu' jahat rupanya.."
Bernas: Dua gadis pencurian berlian Kohinoor ditemukan tewas
"Pihak kepolisian memastikan bahwa perempuan yang tewas tertembak bersama pencuri berlian Kohinoor di sebuah kamar horel berbintang adalah salah seorang gadis yang berada di museum pada saat pencurian berlangsung. Sementara itu pada lokasi yang terpisah, namun pada waktu yang hampir bersamaan, gadis kedua ditemukan juga tewas terjatuh di tebing pesisir pantai selatan di daerah Pelabuhan Ratu. Seperti yang telah diberitakan oleh pihak kepolisian, kedua gadis tersebut adalah perempuan panggilan kelas atas yang disewa guna mengalihkan perhatian ketiga satpam yang bertugas di museum. Meskipun tidak ada bukti yang kuat, dapat diduga bahwa dalang pencurian berlian Kohinoor telah berusaha dan berhasil menghilangkan jejak semua orang suruhannya.."
Belum selesai membaca semua headline berita yang ada, inspektur Budi dikejutkan oleh dering telepon di mejanya. A Hong, Bos Naga Hijau menelepon.
"Pokoknya ini adalah urusan antara Naga Hijau sama kelompok jenderal bangsat itu", katanya.
"Aku ndak mau pihak kepolisian terlibat", tambahnya.
Di sebuah gudang besar, nampak tubuh seorang laki-laki terbujur dekat kakinya dengan badan hancur. Sambil disepaknya muka Pak Tom yang sudah tak bernyawa itu dengan kakinya, dia berkata dengan geram.
"Setelah peristiwa di museum, aku tak percaya lagi dengan semua anak buahku. Aku pasang alat perekam di setiap telepon genggam mereka sampai akhirnya tertangkap juga sebenarnya siapa si tikus celurut", katanya dengan napas memburu.
"Ndak, ndak", katanya lagi.
"Aku ndak dapet itu berlian, cuma duit sekantong. Itu berlian pasti udah di tangannya jenderal. Tapi aku ndak mau pihak kepolisian turut campur. Biar aku saja yang memberesinya"
"Lalu apa rencanamu?", tanya suara di seberang.
"Perang total", kata A Hong lagi.
"Aku memang dari dulu pengin menghabisinya. Sekarang aku punya alasan. Atur saja anak buahmu biar ndak ada yang ketembak"
Si engkong yang duduk di sudut ruangan nampak manggut-manggut. Dia juga memegang sebuah gagang telepon yang disambungkan paralel.
"Anggap aja kerjasama kita soal berlian udah bubar. Ndak ada kontak lagi. Sekian aja", tegasnya.
"Kita dapet berlian atau ndak, bukan urusanmu lagi. Kalo situ ikutan campur, kita bongkar keterlibatanmu", ancamnya.
Inspektur polisi Budi hanya bisa menelan ludah. Pupus sudah harapannya untuk mendapat komisi dari pencurian berlian.
"Tapi posisi inspektur kepala sudah lumayanlah", katanya menghibur diri.
Belum selesai dia termenung, Timbul, anak buahnya yang setia datang menghadap.
"Siap buat transfer satpam Alfon, Slamet, dan Bambang, Pak", katanya hormat.
"Jaga yang bener, jangan sampe kabur", perintahnya dengan tanpa semangat.
Anak buahnya segera berlalu untuk memindahkan ketiga satpam malang itu ke rumah tahanan resmi, Cipinang, sambil menunggu masa pengadilan.
*****
Presidential Suite, Hotel Delta, Darwin, Australia
Tampak duduk seorang pria setengah baya berpakaian rapi bertipe pejabat bersama tiga orang bule. Dua dari orang bule itu berbadan kekar. Lengan kanan atas mereka bertato roda merah bersayap. Keempatnya sedang menonton TV saluran sembilan, berita luar negeri. Seorang wartawan bule cantik sedang memberitakan skandal pencurian berlian Kohinoor yang rupanya sudah menjadi berita internasional.
"The Indonesian government has announced its coalition with seven other countries in southeast asia to retrieve back the stolen diamond. These include Singapore, Malaysia, Thailand, Philippines, Vietnam, Myanmar and Laos. Among other things, the coalition will involve military action towards the golden triangle region. The United States and the other western countries, including Australia and New Zealand are out of the coalition but are willing to provide any necessary military supports and logistics against what they call global terrorism. China, Russia, India, Pakistan, and Nepal are against the coalition. They suggest that clear proves and evidents be required before making such violent action that may harm civilian, mostly poor peasants, living in the region. Meanwhile, the largest group of warlords in the golden triangle, known as The Blue Lotus, have denied their involvement in the diamond scandal. They have said that the diamond is merely an excuse to launch a huge military action against them.
Other news from Indonesia includes the escalating violence between two rival gangs, the winning of their national soccer team against Brazil, and a success story of one of the former president Suharto's daughters, nick named as Tutut, starring in soap opera series. These can be.."
("Pemerintah Indonesia telah mengumumkan koalisinya dengan tujuh negara asia tenggara lain untuk mendapatkan kembali berlian yang dicuri. Ini meliputi Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Myanmar dan Laos. Di antara hal-hal lainnya, koalisi tersebut akan melibatkan tindakan militer terhadap kawasan segitiga emas. Amerika dan negara-negara barat lain, termasuk Australia dan Selandia Baru tidak termasuk dalam koalisi tapi bersedia memberikan dukungan militer maupun logistik yang dibutuhkan untuk memerangi apa yang mereka sebut sebagai terorisme global. Cina, Rusia, India, Pakistan dan Nepal memerangi koalisi tersebut. Mereka menghimbau bahwa sebaiknya diperlukan pembuktian yang jelas terlebih dulu sebelum melakukan tindakan kekerasan yang akan menyebabkan banyak penderitaan di kalangan sipil, utamanya adalah masyarakat kecil. Sementara itu, kelompok penguasa terbesar di kawasan segitiga emas, yang dikenal sebagai Teratai Biru, telah menyangkal keterlibatannya dalam skandal berlian tersebut. Mereka mengatakan bahwa skandal berlian tersebut hanyalah alasan untuk melancarkan serangan militer besar-besaran terhadap mereka.
Berita lain dari Indonesia antara lain meliputi meningkatnya kekerasan antara dua geng yang saling bersaing, kemenangan tim sepak bola mereka terhadap Brazil, dan cerita sukses salah satu anak perempuan mantan presiden Suharto yang akrab dipanggil Tutut, yang membintangi sebuah seri opera sabun. Ini bisa jadi..")
"Hm", pria bule yang duduk di tengah berpikir keras sambil mematikan TV.
"You did a marvelous job, i think. You've made the two rival gangs fighting each other (Anda telah melakukan pekerjaan yang hebat, saya rasa. Anda telah menyebabkan dua gang yang saling bersaing untuk berperang)"
"I never like both of them, anyway (Lagipula, saya memang tidak pernah menyukai mereka keduanya)", jawab si pria bertampang pejabat itu.
"That poor guy never met me before. It is hard to recognize face and voice though, especially if you see somebody only from TV or newspaper (Orang malang itu belum pernah bertemu dengan saya sebelumnya. Sulit untuk dapat mengenali wajah maupun suara seseorang, apalagi jika anda hanya melihat orang tersebut melalui TV ataupun koran)", ujar si pejabat.
"So, he thought you were the real general and gave the diamond to you (Jadi, dia pikir anda adalah benar-benar si jenderal hingga memberikan berlian itu pada anda)", sambung si bule mulai paham dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"His boss caught him and killed him. Poor that general, he got blamed. Hey, i am also a general, i just got my last promotion before retiring (Bosnya telah menangkap dan membunuhnya. Kasihan si jenderal itu, dia yang kemudian dipersalahkan. Hei, saya juga seorang jenderal, saya baru saja mendapatkan kenaikan pangkat sebelum pensiun)", kata si Bapak pejabat itu lagi tertawa-tawa.
"Ok, then you gave my rival, The Blue Lotus, a bad name and even facing military action. Thanks alot (Baik, lalu anda memberikan pesaing saya, Teratai Biru, nama yang buruk dan bahkan harus menghadapi tindakan militer. Terima kasih banyak)", tambahnya.
"Hey, it was easy. I spreaded rumours a while ago that they might be active in Indonesia. My people really thought that it's an official. Even the president believed. Not my mistake, though. I was just spreading unofficial rumours, no proof, no liability (Hei, itu mudah. Saat itu saya hanya menyebarkan isu bahwa mereka mungkin saja akan aktif di Indonesia. Masyarakat saya pikir, pernyataan saya itu resmi. Bahkan presiden pun percaya. Bukan salah saya, saya hanya menyebarkan isu tidak resmi, tanpa bukti, tanpa pertanggungjawaban)", katanya sambil tersenyum.
"Yeah, this reminds me of that Bush guy (Yah, ini mengingatkan saya pada si Bush itu)", kata si bule lagi manggut-manggut.
"Yup, no real proof, but committed action. Then what do you want to do to that guy, the new chief inspector? (Yap, tanpa bukti nyata, hanya gembar-gembor. Lalu apa yang ingin anda lakukan pada orang itu, si inspektur kepala yang baru?)", tanyanya ingin tahu.
"I have my own plan (Saya sudah memiliki rencana sendiri)", jawab si Bapak.
"I will not tell you, but i will guarantee that he will step down next month. I have all evidences that he was involved in the failed diamond theft (Saya tidak akan memberitahukan anda, tapi saya jamin bahwa ia akan jatuh pada bulan depan. Saya telah memiliki semua bukti bahwa ia terlibat dalam usaha pencurian berlian yang gagal tersebut)", ujarnya lagi.
"Anyway, i have to go now. Thanks for the diamond, nice working with you (Omong-omong, saya harus pergi sekarang. Terima kasih atas berliannya) ", kata si bule sambil menepuk tasnya.
Dua orang pengawalnya segera bangkit.
"The Red Wings would like to appreciate your cooperation (Sayap Merah menghargai kerja sama anda)", katanya lagi.
"How did you get away with the customs? (Bagaimana cara anda melalui pemeriksaan pabean?)", tanyanya penasaran sambil membuka pintu.
"Hey, i am a general. Nobody dares checking my luggages in the country (Hei, saya jenderal. Tidak ada yang berani memeriksa barang bawaan saya di tanah air saya)", ujar sang pejabat yang ternyata jenderal dengan santai.
"And then you picked me from Kupang using your private plane and flew directly to Darwin. Instead, i did not know what you did with the immigration officer in Darwin (Dan kemudian anda menjemput saya dari Kupang dengan pesawat pribadi dan terbang langsung ke Darwin. Sebaliknya, saya tidak tahu dengan apa yang telah anda lakukan dengan petugas imigrasi di Darwin)", tambahnya lagi.
Si bule hanya tersenyum.
"He's one of our guys. He didn't know about the diamond though (Dia adalah salah satu orang kami. Lagipula dia tidak mengetahui tentang berlian tersebut)", katanya sambil berlalu.
*****
Bar Hotel Delta, Darwin, Australia, 15 Menit Kemudian
Pak Ahmad, polisi teladan yang terkenal jujur dan pemilik tujuh tanda jasa tingkat propinsi dan nasional menghela napas panjang.
"Akhirnya, aku bisa juga pensiun dengan tenang", katanya.
Diambilnya sebuah kertas kecil dari saku baju sebelah kirinya. Itu adalah receipt dari transaksi untuk the National Swiss Bank. Dihitungnya jumlah angka nol yang ada.
"Masih tetap sama", katanya sambil tersenyum.
"Dollar Amerika lagi", tambahnya.
Kemudian dirogohnya kembali saku yang sama. Paspor baru warna biru. Tidak jelas milik negara mana. Tapi bukan Indonesia yang pasti. Nampak pas fotonya di halaman yang kedua. Dan Bambang Santoso, begitu nama di bawahnya.
TAMAT